ajaran sunan kalijaga yang terkenal - News | Good News From Indonesia 2025

Beberapa Ajaran Sunan Kalijaga yang Terkenal, dari Kejawen hingga Tentang Makrifat

Beberapa Ajaran Sunan Kalijaga yang Terkenal, dari Kejawen hingga Tentang Makrifat
images info

Sunan Kalijaga adalah salah satu tokoh Walisongo yang dikenal memiliki ajaran-ajaran unik yang hingga kini masih diingat dan diamalkan oleh masyarakat. Mulai dari konsep Kejawen yang kaya akan nilai-nilai kebijaksanaan hingga ajaran makrifat yang menyentuh dimensi spiritual terdalam.

Berikut merupakan penjelasan lengkap tentang ajaran Sunan Kalijaga yang bisa Kawan-Kawan GNFI simak!

Ajaran Sunan Kalijaga tentang Makrifat

Makrifat adalah salah satu aspek dalam kajian disiplin ilmu tasawuf yang bersumber dari ajaran Islam, yaitu al-Qur'an dan Hadis atau sunnah, yang tercermin dalam kehidupan Rasulullah saw. Meskipun kata "makrifat" secara khusus menjadi konsep spiritual dalam Islam, istilah ini tidak ditemukan secara harfiahnya.

Salah satu karya sufi yang mencerminkan ajaran makrifat Sunan Kalijaga adalah Suluk Linglung. Suluk Linglung, hasil gubahan Imam Anom dari Kitab Duryat karya Sunan Kalijaga, secara etimologis berarti "jalan menuju kesempurnaan batin."

Dalam perspektif tasawuf, "suluk" berarti khalwat atau pengasingan diri, sementara dalam kesusastraan Jawa, "suluk" mengandung makna falsafah hidup yang mencerminkan hubungan antara manusia dan Tuhan.

Sedangkan, "Linglung" dalam tradisi Jawa berarti kebingungan, yang merujuk pada kondisi tanpa kepastian. Ini mencerminkan keadaan Sunan Kalijaga yang mengalami dilema antara dua kehidupan yang berbeda, sebagai anak bangsawan dan sebagai perampok.

Dalam ilmu tasawuf, Sunan Kalijaga menjelaskan tentang beberapa tahapan untuk mencapai makrifat, yaitu:

Manunggaling Kawulo-Gusti

Memahami hakikat berarti mencapai tahap di mana seseorang telah menyatukan dirinya dengan Allah atau mengenal dirinya sendiri. Dengan mengenal diri sendiri, seseorang akan mengenal Allah dengan sebenar-benarnya, bukan hanya mengenal-Nya di akhirat, tetapi juga saat masih hidup di dunia ini.

Martabat Tujuh

Asal-usul tujuan hidup manusia dimulai ketika Allah berkehendak menciptakan manusia, dan kemudian terciptalah nuqab gaib atau johar awal. Nuqab gaib ini adalah garis kehidupan dan kematian manusia. Kehidupan dan kematian manusia telah ditentukan dalam nuqab gaib.

Setelah manusia hidup, nuqab gaib berubah menjadi neqdu atau neptu (darah hidup yang menjadi pusat perasaan sejati dan hidup bersama roh serta tubuh). Jika dalam kehidupan seseorang nafsu mutmainnah (nafsu yang membawa ketenangan hati) dapat mengendalikan dan mengalahkan tiga nafsu lainnya, yaitu ammarah (nafsu amarah), supiyah (nafsu buruk), dan lawwamah (nafsu yang menghalangi pikiran baik), maka orang tersebut akan dapat menyatu dengan Allah.

Saat kematian terjadi, darah hidup yang mengandung kesatuan Jibril, Muhammad SAW, dan Allah SWT kembali menjadi alip (darah hidup) dan bersatu dengan roh yang berbentuk roh ilafi (roh manusia yang sempurna).

Roh Ilafi

Roh Ilafi (roh al-idhafi) atau juga disebut Sukma, adalah roh yang selalu pasrah kepada Dzat Allah. Roh ini menjadi penghubung antara jiwa dan Allah. Roh ini memancarkan cahaya yang terang benderang dan tak berwarna. Daya pancaran cahayanya disebut Premana, yang dalam budaya Jawa juga dikenal sebagai nyawa. Dengan roh inilah manusia bisa hidup, dan ketika roh tersebut meninggalkan tubuh, maka jasad manusia akan mati.

Fana dan Baqa

Fana dan Baqa adalah tahap tertinggi dalam perjalanan spiritual. Fana berarti lenyap atau penghancuran diri (penghilangan kesadaran akan perbuatan buruk), sementara Baqa adalah memasuki alam kekal. Setelah mencapai tahap fana, seseorang akan terserap oleh Allah dan memasuki wilayah ketuhanan atau keadaan baqa. Di alam ini, pengalaman setiap orang akan serupa. Intinya, ketika seseorang mencapai tahap ini, ia telah menemukan inti dirinya (mengenal dirinya sendiri) dan mencapai al-Haqq (kebenaran).

Sedulur Papat Limo Pancer

Secara harfiah, "Sedulur Papat Lima Pancer" dapat diartikan sebagai "saudara sepuluh lima pancaran" atau "lima saudara bersinar sepuluh."

Filosofi “Sedulur Papat Lima Pancer” mengajarkan tentang kesatuan manusia ketika lahir ke dunia. Secara singkat, masyarakat Jawa menggunakan istilah ini untuk menggambarkan elemen-elemen yang mempengaruhi diri manusia.

Berikut adalah penjelasan tentang Sedulur Papat Lima Pancer menurut Primbon Jawa:

Kakang Kawah

adalah air ketuban yang membantu proses kelahiran manusia ke dunia. Karena air ketuban keluar terlebih dahulu, masyarakat Jawa menyebutnya Kakang, yang berarti Kakak.

Adhi Ari-Ari

atau plasenta, adalah ari-ari yang keluar setelah bayi lahir dan disebut Adi, yang dalam bahasa Indonesia berarti adik.

Getih

adalah darah, yang menjadi elemen penting bagi ibu dan bayi. Selama dalam kandungan, bayi dilindungi oleh getih.

Puser

Puser atau pusar adalah tali plasenta yang menghubungkan ibu dan bayi. Tali pusar ini memberikan nutrisi yang krusial bagi kehidupan bayi selama berada dalam kandungan.

Diri Kita Sendiri

Pancer, yang juga dikenal sebagai tubuh wadah atau diri kita sendiri, adalah pusat kehidupan utama saat manusia lahir ke dunia. Masyarakat Jawa percaya bahwa pentingnya menyelaraskan kelima elemen ini agar menjadi satu kesatuan yang utuh.

Ajaran Dakwah Sunan Kalijaga

Wilayah dakwah Sunan Kalijaga tidak terbatas, bahkan sebagai seorang mubaligh, ia berkeliling dari satu tempat ke tempat lainnya. Karena pendekatan dakwahnya yang intelektual, banyak bangsawan dan cendekiawan yang merasa simpati terhadap Sunan Kalijaga, begitu pula masyarakat umum dan juga para pengusaha.

Sunan Kalijaga dalam menyebarkan ajaran Islam juga memanfaatkan media seni dan budaya Jawa, sehingga dakwah yang dilakukannya bisa berjalan dengan efektif dan relatif lebih mudah. Sunan Kalijaga tidak hanya dikenal sebagai seorang mubaligh, pujangga, atau filsuf, tetapi juga sebagai seniman dan budayawan.

Ilustrasi Metode Penyebaran Dakwah Sunan Kalijaga
info gambar

Beberapa bidang seni yang disebarkan oleh Sunan Kalijaga tidak hanya mencakup seni suara, seperti menciptakan lagu tembang macapat Dhandhanggula dan Dhandhanggula Semarangan, atau seni musik gamelan dengan menciptakan gamelan berupa gong sekaten yang diberi nama Shahadatain.

Namun, ia juga berkontribusi dalam seni wayang kulit, di mana wayang yang semula berasal dari Kakawin Mahabharata ia gunakan sebagai media dakwah. Dalam seni rupa, ia mengembangkan seni ukir berbentuk dedaunan, serta seni batik. Selain itu, dalam bidang kesusastraan, ia mewariskan syair tembang Lir-Ilir serta serat Dewa Ruci dan Serat Duryat (Suluk Linglung).

Ketika berdakwah melalui seni wayang kulit, Sunan Kalijaga memperkenalkan dirinya dengan nama yang berbeda-beda di setiap daerah. Di Jawa Barat, ia dikenal sebagai dalang Ki Sida Brangti, di Tegal ia menyebut dirinya Ki Dalang Bengkok, dan di Purbalingga ia dikenal sebagai Ki Dalang Kumendung.

Berikut adalah uraian mengenai beberapa ajaran Sunan Kalijaga. Semoga informasi di atas bisa menambah wawasan teman-teman GNFI. Semoga bermanfaat!

Sumber Referensi:

Ukhriyati, D. (2017). Ajaran makrifat sunan kalijaga dan syekh siti jenar (Bachelor's thesis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Fakultas Ushuluddin, 2017).

Zilfia (2022) Ajaran Suluk Linglung Sunan Kalijaga. Arrahim.ID

Malik Ibnu Zaman (2023) Angkat Pacer Kebudayaan, Lesbumi Terinspirasi Sunan Kalijaga. nu.or.id

Sedulur Papat Limo Pancer, Wejangan Ruhani Sunan Kalijaga. nujuepara.or.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MA
MS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.