Beskap merupakan salah satu pakaian tradisional yang ada di Indonesia. Pakaian ini pun punya sejarahnya sendiri yang berakar dari era kolonialisme Belanda.
Pada dasarnya, beskap adalah pakaian formal dari budaya Jawa yang dikenakan di acara resmi, seperti pernikahan, upacara adat, dan pertemuan keraton. Beskap biasa digunakan bersama dengan fashion item lain seperti stagen, blangkon, jarik dan keris.
Beskap terdiri dari 4 macam jenis, yaitu Beskap Gaya Jogja, Beskap Landung, Beskap Gaya Kulon, dan Beskap Gaya Solo. Umumnya, beskap menggunakan warna kain polos atau hitam dengan desain sederhana dan kerah lurus tanpa lipatan. Model potongan beskap dibuat tidak simetris dengan kancing yang tidak sejajar di tengah.
Sejarah beskap bermula dari adaptasi atas pakaian jas Belanda. Nama beskap sendiri berasal dari kata “beschaafd” yang berarti “civilized atau berkebudayaan”. Awalnya, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegara IV hendak menghadap raja di Pesanggrahan Langenharjo. Karena ia tidak wajib menggunakan “sikepan” karena tidak bertemu raja di Keraton, ia mempunyai ide untuk mengubah jas ala barat menjadi baju corak Jawa.
Pakaian karya KGPAA Mangkunegara membuat PB IX (Raja Keraton Kasunanan Surakarta) terkesan. Jadilah pakaian tersebut diberi sebutan “Beskap Langenharjan”.
Beskap juga punya makna filosofis, yakni kehidupan piwulang sinandhi. Kancing melambangkan setiap tindakan yang diambil harus diperhitungkan dengan cermat dan sabuk kain melambangkan ketekunan untuk berkarya. Sementara itu, sabuk “ubed” melambangkan manusia harus selalu tekun dan gigih dan jarik berarti agar manusia tidak boleh iri atau serik.