Langkah Indonesia untuk menjangkau pasar-pasar non-tradisional akhirnya menemukan momentum besarnya melalui penandatanganan Indonesia-Eurasian Economic Union Free Trade Agreement atau Indonesia-EAEU FTA.
Prosesi yang berlangsung di Jakarta pada Rabu, 24 Desember 2025 ini mempertemukan Menteri Perdagangan Budi Santoso dengan Menteri Perdagangan Komisi Ekonomi Eurasia, Andrey Slepnev. Kesepakatan ini membuka pintu bagi produk-produk nasional untuk bersaing di lima negara sekaligus, mencakup Rusia, Armenia, Belarusia, Kazakhstan, dan Kirgizstan, dengan kerangka hukum yang jauh lebih pasti dan transparan.
Pemerintah melihat kerja sama ini sebagai instrumen krusial untuk menekan hambatan tarif yang selama ini membuat harga produk unggulan kita menjadi kurang kompetitif di kawasan tersebut. Budi Santoso menyampaikan bahwa fokus utama pasca-penandatanganan ini adalah memastikan setiap poin perjanjian bisa diimplementasikan secara efektif agar dampak ekonominya benar-benar menyentuh para pelaku usaha.
“Indonesia bersama Uni Ekonomi Eurasia siap memastikan implementasi perjanjian ini berjalan efektif dan memberikan manfaat nyata yang berkelanjutan bagi perekonomian kedua belah pihak,” ujar Budi.
Membangun Konektivitas Lewat Kolaborasi Dunia Usaha
Agar setiap peluang ekspor bisa dieksekusi dengan cepat, muncul rencana strategis untuk membentuk business council Indonesia-EAEU.
Wadah ini diharapkan mampu memangkas jarak komunikasi sehingga para eksportir lokal bisa terhubung langsung dengan calon pembeli di Eurasia tanpa birokrasi yang berbelit. Budi Santoso menilai bahwa hubungan yang cair antara sektor swasta dan pemerintah adalah modal utama agar arus perdagangan ini tidak hanya berhenti di atas kertas.
“Penandatanganan ini menjadi fondasi strategis untuk mendorong peningkatan perdagangan, investasi, dan berbagai bentuk kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan bagi kedua pihak,” kata Budi.
Ia percaya bahwa sinergi ini akan mempercepat masuknya produk kita ke rak-rak toko di Moskow hingga Almaty.
Sisi Eurasia sendiri tidak menutup mata terhadap potensi besar Indonesia. Andrey Slepnev mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi kita yang pesat menjadi daya tarik tersendiri bagi kawasan tersebut untuk menjalin kemitraan yang lebih dalam.
Masa Depan Komoditas dan Integrasi Global
Jika kita menengok data perdagangan tahun 2024 yang menyentuh angka USD 4,52 miliar, potensi kenaikannya masih sangat terbuka lebar.
Komoditas seperti minyak kelapa sawit (CPO), kopi, dan kakao diproyeksikan akan menjadi ujung tombak utama yang mengisi pasar Eurasia. Di sisi lain, Indonesia juga mendapatkan kemudahan akses untuk mengimpor bahan baku penting seperti gandum dan pupuk yang sangat dibutuhkan bagi stabilitas industri pangan domestik.
Perjanjian ini pada akhirnya menantang industri dalam negeri untuk meningkatkan standar kualitasnya. Dengan biaya pajak masuk yang lebih rendah, daya saing harga bukan lagi menjadi masalah utama, melainkan konsistensi produk yang akan diuji.
Jika kita mampu mengelola peluang ini dengan lincah, Indonesia tidak hanya sekadar menambah mitra dagang, tetapi juga memperkuat posisinya dalam rantai nilai global dan mulai menyeimbangkan ketergantungan pada pasar-pasar konvensional yang sudah jenuh.
“Kami melihat Indonesia telah berkembang dengan sangat pesat, dan EAEU berkepentingan untuk ikut serta dalam perkembangan ekonomi tersebut ke depan melalui Indonesia-EAEU FTA, khususnya dalam pengembangan pasar perdagangan serta perolehan dan pemanfaatan teknologi baru,” ungkap Slepnev.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


