ketika emosi ibu menjadi bahasa pertama bagi anak - News | Good News From Indonesia 2025

Ketika Emosi Ibu Menjadi Bahasa Pertama bagi Anak

Ketika Emosi Ibu Menjadi Bahasa Pertama bagi Anak
images info

Ketika Emosi Ibu Menjadi Bahasa Pertama bagi Anak


“Aku salah apa, ya?” Kalimat ini mungkin tidak pernah diucapkan anak secara langsung. Namun sering terasa dari cara mereka memeluk lebih lama, menatap dengan ragu, atau memilih diam. Ada perasaan yang tidak tahu harus disampaikan bagaimana, tetapi tersimpan rapi dalam bahasa tubuh.

Di momen Hari Ibu, refleksi seperti ini menjadi pengingat bahwa peran ibu tidak hanya tentang memenuhi kebutuhan fisik anak, tetapi juga tentang kehadiran emosional yang membentuk rasa aman sejak dini.

Banyak ibu menjalani hari dengan stres dan kecemasan yang dianggap wajar. Tuntutan pekerjaan, urusan rumah, tekanan ekonomi, hingga ekspektasi sosial sering membuat ibu merasa harus selalu kuat. Beban ini kerap dipendam sendiri. Padahal emosi yang tidak terkelola bisa ikut memengaruhi cara ibu hadir dalam pengasuhan, meski tanpa satu kata pun terucap.

Anak Lebih Peka dari yang Kita Kira

Sejak usia sangat dini, anak sudah mampu menangkap perubahan emosi orang tuanya. Penelitian yang dimuat dalam BMC Psychology tahun 2021 menunjukkan bahwa ibu yang mengalami kecemasan atau depresi cenderung lebih sulit merespons anak dengan penuh perhatian saat bermain. Respons menjadi lebih datar, terburu-buru, atau kurang hangat.

Hal ini bukan karena ibu tidak mencintai anaknya. Sebaliknya, kondisi emosional yang sedang tidak stabil membuat energi psikologis ibu terkuras. Anak mungkin tidak memahami istilah stres atau depresi, tetapi mereka merasakan perubahannya.

Bagi anak, dunia terasa aman ketika ibu hadir dengan hati yang cukup tenang. Sebaliknya, ketika ibu sering gelisah atau sedih, dunia itu bisa terasa goyah, meski rumah tetap berdiri dan rutinitas berjalan seperti biasa.

Saat Emosi Ibu Diam-Diam Mengubah Pola Asuh

Stres tidak selalu tampak jelas. Depresi tidak selalu hadir dalam bentuk keputusasaan yang terlihat. Kadang ia muncul lewat suara yang lebih datar, kesabaran yang cepat habis, kelelahan untuk bermain, atau kecenderungan menjauh.

Penelitian longitudinal selama enam tahun yang dimuat dalam Child Psychiatry and Human Development tahun 2020 menemukan bahwa tekanan emosional ibu berkaitan dengan hubungan ibu dan anak yang lebih penuh konflik dan minim dukungan emosional. Anak bukan hanya mengamati perilaku ibu, tetapi juga menyimpannya sebagai pengalaman emosional.

Bagi anak kecil, situasi ini sering diterjemahkan secara sederhana. Mereka mulai berpikir bahwa mereka harus berhati-hati agar tidak membuat ibu semakin lelah. Mereka belajar menyesuaikan diri dengan suasana hati ibu, bukan dengan kebutuhan emosinya sendiri.

Dampak yang Bisa Terasa Hingga Anak Tumbuh

Ketika hubungan emosional terasa tidak konsisten, anak bisa tumbuh dengan kepekaan berlebih. Mereka menjadi lebih cemas, pendiam, atau mudah merasa bersalah. Sebagian anak belajar menekan perasaannya sendiri karena takut menjadi beban.

Hubungan yang kurang responsif atau sering tegang juga dapat memengaruhi cara anak memahami emosi, merespons stres, menilai diri sendiri, dan membangun hubungan dengan orang lain di masa depan. Pola ini tidak selalu terlihat langsung, tetapi perlahan membentuk cara anak memandang dunia dan dirinya sendiri.

Namun penting untuk digarisbawahi bahwa kondisi ini bukanlah kesalahan ibu. Ibu juga manusia. Ibu juga bisa lelah, rapuh, dan membutuhkan dukungan.

Ibu Tidak Harus Sempurna, Cukup Hadir dan Sadar

Anak tidak membutuhkan ibu yang selalu ceria atau tidak pernah lelah. Anak membutuhkan ibu yang mau menyadari apa yang sedang dirasakannya dan berusaha hadir sebisanya. Mengenali emosi diri sendiri adalah langkah awal untuk menciptakan ruang aman bagi anak.

Mengelola emosi bukan berarti menekan atau menyembunyikannya. Justru dengan mengenali dan merawat kesehatan emosional, ibu sedang menunjukkan bentuk kasih sayang yang besar, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk anak.

Di Hari Ibu, mungkin ini saat yang tepat untuk mengingat bahwa di balik pelukan seorang ibu, ada hati yang juga perlu dipeluk. Karena ketika hati ibu sedikit lebih tenang, dunia anak pun terasa lebih aman.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

IN
KG
Tim Editorarrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.