“Guru adalah profesi mulia maka tak heran jika mengundang banyak pahala.” Kalimat semacam itu berulang kali saya dengar sejak 16 tahun lalu. Tak terhitung banyaknya karena terus bermuara yang tak hanya berasal dari satu mulut saja.
Pernah saat pelajaran sosiologi sedang berlangsung semasa saya masih menempuh sekolah menengah atas, kalimat semacam itu kembali mengudara di telinga. Tak lain dan tak bukan berasal dari seorang guru pengajarnya. Beliau tak menunjukkan alasan-alasannya mengapa. Kami berpikir bahwa kalimat semacam itu dapat dikatakan dengan mudah oleh orang dengan profesi apa saja. Dokter dapat mengatakan hal serupa karena menolong orang sakit. Arsitek akan bangga mengatakan demikian karena berhasil merancang desain bangunan. Pun hal serupa dapat dikatakan oleh profesi-profesi lain.
Selembar Masa Dulu
Menilik kembali tahun 2014 ketika perpisahan sekolah, saya dan teman-teman menyanyikan beberapa lagu kala perpisahan. Salah satunya berjudul Hymne Guru ciptaan Sartono era 80-an. Bait yang paling menyentuh yakni,
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa
Maestoso, kiranya itu tempo lagu ini. Tempo sedang yang penuh keagungan dan jika ditelaah, makna dari lirik tersebut amat mendalam. Perlahan pertanyaan atas rasa penasaran itu mulai terjawab karena beranjak dewasa membuat semua orang menjadi lebih mampu untuk berpikir kritis. Adanya fenomena-fenomena sosial yang terjadi di sekitar dan mengulik lebih lanjut.
Kisah Ketulusan Seorang Guru
Singkat cerita, saya memiliki seorang teman dekat, sebut saja Alma. Ia adalah seseorang yang kerap mengikuti kegiatan pengabdian. Suatu ketika, dirinya mengabdi di suatu daerah yang cukup jauh dari pusat kota. Di sana, banyak sekali kegiatan yang dilakukan, salah satunya adalah mengajar murid-murid di sekolah.
“Sekolah itu fasilitasnya kurang memadai, guru-guru pengajarnya honorer dan sudah sepuh. Belum lagi ditambah murid-muridnya sedikit sekali yang mau sekolah. Sudah begitu ketika diajar di kelas, mereka seringkali tidak memerhatikan.” Ucapnya ketika berbincang dengan Alma.
Sebenarnya sudah sangat bersyukur ketika guru-guru disana masih tetap bertahan dan mau mengajar. Tak jarang sekarang banyak guru honorer yang merasa tidak puas dan kecewa dengan profesi mereka sendiri. Menjalani karena tidak ada pilihan lain. Terutama kompensasi bulanan yang didapatkan sangat minim sekali. Paling tinggi mendapatkan beberapa ratus ribu di sekolah itu. Padahal sekarang apa-apa serba mahal, mulai dari kebutuhan sehari-hari hingga tagihan yang harus dibayarkan.
Salah satu guru sepuh di sekolah itu mengatakan alasannya tetap bertahan ketika ditanyai oleh Alma. “Saya mencintai pekerjaan saya, terlepas dari hasil yang didapatkan kurang sebanding. Lagipula, saya juga ada toko kecil-kecilan di rumah, beternak dan berkebun. Itu sudah lebih dari cukup.” Begitu katanya.
Beliau tidak keberatan melakukan itu semua dan berantusias ketika setiap hari bertemu dengan siswa/siswi yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Mereka suka bercerita, bertanya dan bermain dengan ceria. Itu menyejukkan hatinya, walau tak jarang mereka suka guyonan ketika jam pelajaran tapi niscaya mereka semua adalah anak-anak yang baik. Hal itu menjadi alasan beliau untuk terus bertahan dari satu hari ke hari berikutnya.
Mengajar Itu Tak Gampang
Mengajar itu bukanlah kegiatan yang mudah dan memang namanya pekerjaan tentu tak segampang itu. Berprofesi sebagai guru diharuskan bisa mengendalikan emosinya, mengajarkan nilai-nilai luhur dan mendidik tata krama. Tak hanya itu, merancang strategi agar pembelajaran dapat berjalan dengan efektif sehingga siswa/siswi mengerti apa yang diajarkan. Mereka juga terlibat secara aktif di kelas. Selain itu guru juga dituntut untuk meluangkan waktu berdiskusi dengan wali murid untuk memahami perkembangan akademik dan perilaku siswa/siswinya.
Belum lagi ketika terjadi pergantian kurikulum, maka dengan cepat guru harus segera beradaptasi dan melakukan inovasi. Namun, kesejahteraan guru tak kunjung berada di depan mata ? Wajib kita sadari kesejahteraan itu begitu berarti, karena ketika kesejahteraan seorang guru kurang maka dalam pelaksanaan peran dan tugasnya tidak berjalan optimal. Faktor penyebabnya karena pikirannya akan selalu berkutat dengan permasalahan ekonomi keluarganya.
Kesejahteraan Untuk Guru
Kesejahteraan ini sangat menentukan kinerja seorang guru agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan optimal. Profesi seorang guru tidak boleh diabaikan dan dipandang sebelah mata. Jangan sampai pula mereka terus-terusan cemas karena masa depan yang tidak jelas. Ketidakpastian seorang guru honorer untuk menjadi PNS atau guru tetap. Sejahtera tak hanya dari besaran kompensasi yang diberikan. Namun, mencakup jaminan kesehatan, perlindungan hukum dan keselamatan kerja, pelatihan kompetensi dan keprofesionalan sertifikasi maupun penghargaan. Aspek-aspek kesejahteraan tersebut masih sangat jauh dengan besarnya tanggung jawab yang diemban.
Peran seorang guru tidak hanya sebatas profesi saja, akan tetapi juga sebagai bentuk pengabdian diri terhadap negara. Berpastisipasi mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Melalui gurulah generasi penerus bangsa yang cerdas dan cakap dapat terbentuk di negeri ini. Jika tidak ada guru, mau jadi apa generasi bangsa ? Maka dari itu peran negara dan pemerintah dan keterlibatan semua pihak sangat penting dalam mewujudkan kesejahteraan guru di Indonesia.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


