Pendidikan merupakan investasi yang sangat penting dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia. Melalui pendidikan, peradaban masyarakat dapat terwujud. Namun, tanpa adanya pendidikan, kehidupan yang sejahtera dan makmur hanyalah angan-angan saja sehingga pendidikan menjadi aspek yang sangat penting, tidak hanya bagi individu, tetapi bagi seluruh masyarakat.
Sayangnya, sampai sekarang ini, akses pendidikan di Indonesia masih kurang merata, khususnya di Papua. Banyak daerah di Indonesia yang hanya mendapatkan akses pendidikan rata-rata selama 7,85 tahun.
Jika kita bandingkannya dengan Jakarta, yang memiliki rata-rata lama sekolah (RLS) sebesar 11,17 tahun, hal tersebut menyingkap bahwa Indonesia sangat membutuhkan akses belajar yang lebih merata.
Di waktu yang sama, kondisi ini menunjukkan bahwa ketimpangan akses pendidikan di Papua masih menjadi tantangan besar yang perlu mendapatkan perhatian serius agar semua anak Indonesia memiliki hak untuk belajar yang setara di mana pun mereka berada.
Ada banyak hal yang menyebabkan Papua masih kesulitan mendapatkan akses pendidikan. Adapun beberapa faktor utama yang menjadi penyebab munculnya kesenjangan pendidikan antara Jakarta dan Papua adalah sebagai berikut:
1. Kurangnya Akses Teknologi dan Internet
Jakarta memiliki akses internet dan teknologi yang lebih cepat dan stabil. Para murid dapat mengikuti pembelajaran dengan cepat karena mereka dapat dengan mudah mencari informasi lewat perangkat teknologi mereka.
Lain halnya dengan Papua. Papua masih memiliki banyak daerah yang belum terjangkau internet. Banyak sekali siswa di Papua yang kesulitan mengikuti pembelajaran, apalagi pada saat masa pandemi yang mengharuskan masyarakat untuk karantina.
2. Kurangnya Infrastruktur Pendidikan
Jakarta memiliki infrastruktur dan fasilitas pendidikan lengkap, seperti; laboratorium, perpustakaan, komputer, dan internet, serta ketersediaan akses transportasi yang lengkap.
Jika dibandingkan dengan Papua, daerah di timur Indonesia tersebut masih minim fasilitas. Kondisi semakin sulit terlebih untuk murid yang tinggal di daerah terpencil; mereka harus menempuh perjalanan yang jauh dan bahkan sampai harus menyeberangi sungai hanya untuk mendapatkan akses pendidikan.
3. Kurangnya Kualitas dan Kualitas Pendidik
Guru di Jakarta yang memiliki latar belakang pendidikan memadai serta bekal pelatihan dan pengembangan yang cukup terbilang banyak. Hal ini tentu membuat pembelajaran di sekolah-sekolah Jakarta menjadi lebih efektif karena para gurunya sudah lebih profesional dalam mendidik, memungkinkan para murid ibukota memahami pelajaran dengan lebih cepat.
Kontras dengan Papua, sekolah-sekolah di timur Indonesia sampai sekarang bahkan masih kekurangan jumlah guru, terutama di daerah terpencil. Hal ini karena kebanyakan guru tidak tinggal di dekat sekolah dan mereka pun tidak mendapat pelatihan karena akses yang terbatas.
Selain faktor di atas, ada beberapa faktor lain yang memicu kesenjangan pendidikan di Papua, di antaranya sebagai berikut:
- Kondisi geografis yang menantang dan perbedaan budaya yang besar menyebabkan akses pendidikan di Papua masih sangat terbatas dan tidak merata.
- Kondisi ekonomi dan kemiskinan: banyaknya daerah di Papua dengan persentase kemiskinan tinggi membatasi kemampuan keluarga untuk menanggung biaya pendidikan;
- Keterbatasan infrastruktur atau fasilitas fisik seperti jalan, transportasi, listrik, dan komunikasi (termasuk akses internet), terutama di daerah pedalaman atau pegunungan.
- Kurangnya tenaga pendidik dan mutu pengajaran. Guru yang kurang memadai, baik dari segi jumlah maupun kompetensi (termasuk pemahaman terhadap budaya lokal). Selain itu, guru luar daerah terkadang kesulitan mengajar di wilayah terpencil.
- Budaya dan kesadaran masyarakat terhadap pendidikan. Di beberapa komunitas adat, kesadaran akan pentingnya sekolah masih rendah; prioritas lain, seperti bertani, budaya, atau kegiatan ekonomi lokal, kadang lebih dominan. Selain itu, tokoh adat dan pemuka agama setempat punya andil perihal ini\.
Nilai kebhinekaan sangat krusial dalam mengatasi ketimpangan akses belajar di Papua; keberagaman sosial dan budaya setempat harus menjadi landasan dalam menciptakan pendidikan yang inklusif dan berkeadilan. Salah satu kearifan lokal yang dibahas adalah burung cenderawasih.
Cenderawasih tergolong langka karena habitat aslinya terbatas pada hutan tropis lembap di Papua dan sekitarnya, yang kini semakin terancam oleh kerusakan hutan dan perburuan liar. Di Indonesia, terdapat sekitar 30 jenis cenderawasih, dengan 28 jenis ditemukan di Papua. Karena keindahan bulu dan perilaku uniknya, burung ini sering diburu untuk dijadikan hiasan sehingga populasinya kian menurun.
Khususnya di Papua, fenomena penangkapan dan pembunuhan cenderawasih secara liar masih menjadi masalah serius. Praktik ini sebagian besar dipengaruhi oleh tradisi dan kebutuhan ekonomi masyarakat lokal, yang terkadang masih mengandalkan cenderawasih sebagai sumber pendapatan melalui penjualan bulunya yang bernilai tinggi di pasar gelap. Keterbatasan akses pendidikan di Papua berkontribusi pada minimnya pemahaman dan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian dan dampak burung dari perburuan liar "burung surga" tersebut.
Kurangnya pendidikan menyebabkan masyarakat kurang diberdayakan dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan. Dengan akses pendidikan yang terbatas, masyarakat kurang mendapatkan informasi dan keterampilan mengenai alternatif pengelolaan lingkungan yang ramah dan cara meningkatkan kesejahteraan tanpa merusak ekosistem.
Pendidikan terhadap budaya lokal sangat penting untuk membangun kesadaran bahwa burung cenderawasih merupakan bagian dari identitas dan warisan yang harus dilestarikan untuk masa depan. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan kesadaran bangsa Indonesia akan pentingnya inklusi sosial dan penghargaan terhadap keragaman budaya, memperbaiki akses pendidikan di daerah terpencil, dan mendorong kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga pendidikan.
Tak hanya itu, sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai serta pelatihan bagi tenaga pendidik perlu disediakan agar mampu menerapkan metode belajar yang inklusif dan menghormati keberagaman budaya Papua.
Dengan demikian, kebhinekaan menjadi strategi sentral untuk mengurangi ketimpangan akses belajar secara berkelanjutan di daerah Papua.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


