“Sumber air sudah dekat” pernyataan ini yang telah sering terdengar menjadi ucapan akan harapan bagi warga dan membawa kebahagiaan di Indonesia Timur. Tapi, kali ini bukan di Indonesia Timur, ini di Bali yang terkenal dengan keindahan alam bahkan jadi surganya pariwisata yang ternyata di pelosok desanya menyimpan ironi pahit terkait akses air bersih yang sangat sulit.
Berjam-jam berjalan kaki dengan memikul jerigen kosong hanya demi setetes air bersih menjadi kegiatan rutin bagi warga Desa Ban Karangasem, Bali. Bayangkan, air bersih di sini sangat langka dan menjadi barang berharga.
Dari semenjak matahari terbit hingga terbenam, warga Desa Ban Karangasem harus berjalan kaki selama 4 jam, naik turun bukit curam demi mendapatkan air. Di sini, waktu dihitung bukan dalam jam, tapi dalam jumlah jerigen yang berhasil dibawa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Warga sangat skeptis dengan keadaan. Mereka merasa, mana mungkin air bisa didapat dengan mudah? Jerigen demi jerigen tak cukup untuk mandi. Mandi bagi mereka seperti mukjizat yang sangat berharga, karena air adalah barang yang sangat langka.
Berjalan berkilo-kilometer hanya demi membawa beban air berliter-liter, itu pun nantinya cukup untuk minum dan memasak. Cuci pakaian? Jangan tanya, karena itu saja sudah terlalu banyak, dan mereka terlalu lelah naik turun lembah untuk menuju sumber mata air itu.
Jarak dan waktu yang sering dihabiskan membuat mandi jadi hal yang mewah. Karena hal inilah, kesehatan mulai terabaikan, dan anak-anak pun sering sakit-sakitan bahkan sampai diare ditambah dengan akses jauh inilah yang menjadikan standar sanitasi disana jauh dari kata layak.
“Sudah puluhan tahun kami seperti ini, mana mungkin air bisa sampai kesini?” itulah yang dirasakan warga setiap hari.
Dari Harapan Jadi Kenyataan
Melihat ironi pahit ini, muncul inisiatif dari Ns. Reza Riyadi Pragita, S.Kep, yang saat itu sedang berusaha menghilangkan penat dari rutinitas pekerjaannya sebagai perawat dengan berlibur dan mengunjungi desa sekitar Bali.
Syok dan miris katanya, melihat kondisi desa pelosok Bali yang sangat jauh dari gemerlap keindahan Bali sebagai surganya pariwisata. Rumah-rumah di sini tampak perlu direnovasi, hingga Reza tergerak untuk membantu dengan ide renovasi.
Namun, hal ini membutuhkan efektivitas waktu dan dana yang besar, sehingga tidak mungkin terealisasi semua. Mungkin hanya 1-2 rumah yang bisa direnovasi, tapi hal ini justru bisa menimbulkan rasa kecemburuan bagi warga lainnya dengan kondisi yang sama.
Melihat masalah lain, Reza penasaran dengan warga yang membawa jerigen air dan kuyup dengan keringat. Aneh dan cukup mengejutkan melihat kenyataan bahwa warga Desa Ban Karangasem itu, justru berjalan membawa jerigen berisi air dari jarak yang cukup jauh.

Ibu-ibu pembawa jerigen yang membawa inspirasi | Foto: Dokumentasi Pribadi
“Saya kagum melihat wanita Bali, apalagi seorang ibu, yang membawa jerigen itu, mencari-cari air dari tempat jauh. Di sana, jangankan mandi tiga kali sehari, untuk cuci tangan saja sudah sulit. Mereka bukannya tak mau, tapi tidak ada akses buat air bersih,” ujar Reza terharu saat menceritakan pengalamannya dalam acara Anugerah Pewarta Astra 2025, Selasa malam (21/10/2025), melalui zoom meeting.
Pemandangan ini membuat Reza tergerak dan membayangkan akses air di sekitar warga untuk bisa lebih dekat. Ternyata, faktor banyak anak di rumah sakit tempatnya bekerja yang mengalami diare terpecahkan, salah satunya karena jauh dari akses air dan sanitasi yang tidak memadai terutama di Desa Ban Karangasem ini.
Akses yang jauh dengan jalan sulit daripada bedah rumah yang jadi ide awalnya. Menjadikan Reza memilih untuk mendekatkan sumber air yang menyentuh banyak insan hingga dirinya kenal dengan program SAUS (Sumber Air Untuk Sesama).
Reza ingin warga Bali lebih sehat dengan adanya sumber air bersih dari yang awalnya, ia berpikir untuk memperbaiki rumah, tapi akhirnya memilih mendekatkan sumber air yang bisa menyentuh banyak insan.
Dari sini, lahirlah program SAUS (Sumber Air Untuk Sesama) untuk PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat) terkhusus untuk Desa Ban Karangasem yang menjadi inspirasi baginya.
Melalui konsep CAP (community as partner) seperti yang dilakukan perawat, program ini berjalan dengan mendekatkan masyarakat bukan sebagai objek yang diperlakukan, tapi warga yang menyelesaikan masalah mereka sendiri.
Reza hanya membantu dalam mengakses dana donasi untuk membangun bak penampungan air. Gerakan kampanye di situs kitabisa.com dan akun Instagram miliknya terus digalakkan untuk mengumpulkan dana, tetapi masih kurang. Meskipun ada satu selebriti terkenal, Farah Quinn, yang merepost kampanye ini, tetapi dana yang terkumpul masih kurang.
Dari sini, Reza merasa pesimis karena janji untuk membantu warga belum terpenuhi melihat dana terkumpul tidak mencukupi, ia mulai berinisiatif masuk ke dunia politik, namun ternyata tidak direspons serius oleh pihak terkait.
“Saya sempat down dengan keadaaan bahkan bertanya-tanya, buat apa bikin kayak gini? Donasi hanya terkumpul Rp2,8 juta saja, Segini cukup gak, ya? Mana mungkin? Padahal saya sudah janji mau nolong warga disini,” ujar Reza dengan perasaan takut dan cemas.
Empati Reza yang semakin tumbuh membuatnya berkomitmen pada tujuan awalnya, meski ide yang dirinya miliki masih belum dikatakan selesai untuk realisasinya. Dibalik kesulitan dan tantangan yang dihadapi, Tuhan ternyata mengirimkan hal yang luar biasa. Sebuah momen istimewa yang selama ini ditunggu akhirnya didengar oleh-Nya.
Tidak ada yang tidak mungkin, jika Tuhan telah berkehendak. Itulah yang menjadi semangat Reza terus tergerak menjalankan program SAUS sebagai janjinya membantu akses air bersih untuk warga Desa Ban Karangasem, Bali.
“Meski sempat down, saya banyakin berdoa sama Allah SWT, ya allah bila program ini baik maka lancarkanlah, tapi kalau tidak baik bantu hamba untuk legowo dengan semua ini,” tutur Reza dengan penuh harap saat itu.
Bantuan itu datang begitu saja, bahkan dari luar daerah tepatnya dari Medan, Sumatra Utara. Seorang orang baik hati yang tulus ingin membantu donasi agar program SAUS bisa terus berjalan.
“Awalnya kukira ini penipuan, dapet rekening ke nomor pribadi dari Medan, luar daerah Bali yang ingin donasi. Dan ternyata, beneran. Bahkan melebihi target awal yang hanya Rp6 juta di transfer lebih dari itu yakni Rp30 juta. Memang ya, apa yang dilakukan dari hati yang tulus ternyata mampu menyentuh dan mengena ke hati lainnya. Dan itu nyata. Donasi untuk SAUS bahkan melebihi dari apa yang kita harapkan,” ungkap Reza dalam acara Anugerah Pewarta Astra 2025, Selasa malam (21/10/2025), melalui zoom meeting.
Kejadian ini menyemangati Reza kembali untuk membantu masyarakat merealisasikan pembangunan tempat penampungan air. Reza kemudian mulai memberitahukan kepada para adat untuk segera membangun akses air yang dekat dengan desa.

Kucuran air pembawa senyum dan harap warga Bali | Foto: Dokumentasi Pribadi
“Momen dikala orang lain tersenyum bahagia saya seneng banget liatnya, sederhana padahal cuma air, loh, tapi kayak ada kebahagiaan tersendiri melihatnya. Pas peresmian lalu keluar airnya, seger, dan warga bahagia ditambah hujan yang meneduhkan, di mana menurut filosofi warga Bali apabila kita melakukan kebaikan dan hujan maka alam semesta ikut merestui,” tambahnya.
Momen-momen inilah yang menjadi inspirasi tagline dari program SAUS “Senyummu, Senyumku, Senyum Kita Bersama.”
Atas inisiatif dan dedikasinya, Ns. Reza Riyadi Pragita, S.Kep mendapatkan penghargaan SATU Indonesia Award pada tahun 2024 dalam kategori kesehatan dari PT. Astra International, Tbk sebagai wujud apresiasi dalam membantu mencari solusi hingga membawa kebahagiaan bagi warga Desa Ban Karangasem, Bali.
Harapan Program SAUS ke Depan

SAUS (Sumber Air Untuk Sesama) | Foto: Dokumentasi Pribadi
Perjalanan tidak berhenti disini, Reza memiliki rencana besar untuk desa ini, yaitu ingin memandirikan masyarakat desa. Anak muda desa tidak perlu mencari pekerjaan di luar desa, tetapi ikut serta memajukan desa. Bahkan, ia ingin mendirikan perusahaan air mineral mengingat di dekat desa ini ada perusahaan air mineral yang menunjukkan adanya potensi besar untuk kemajuan desa.
Selain itu, karena Bali terkenal dengan melukat, dan Reza berharap untuk menjadikan desa sebagai daya tarik wisata dan masyarakat desa menjadi lebih sejahtera. Dengan semua hal tersebut, proyek sumber air ini diharapkan menjadi contoh baik untuk daerah lainnya, terutama di Bali.

Ns. Reza Riyadi Pragita, S.Kep | Foto: Dokumentasi Pribadi
Dalam closing statement acara webinar Anugerah Pewarta Astra 2025, sesi 2 dalam zoom meeting, Selasa (21/10/2025) ini, tak lupa Reza pun berpesan.
“Indonesia sedikit sekali orang yang ingin berubah. Mari bergerak bersama dari hal-hal kecil terlebih dahulu. Hiduplah seperti pohon, hidup untuk menghidupi dan kamu tetap punya alasan menjadi baik meskipun dunia tidak mendukungmu menjadi baik. Seperti dalam hadits, sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia lainnya,” tuturnya.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News