Ketika mendengar kata "Gunungkidul", apa saja hal-hal yang terlintas dalam benak Kawan GNFI? Tempat wisatanya? Kekayaan alamnya yang indah? Cerita tentang legenda Ratu Kidul atau Ratu Penguasa Pantai Selatan? Itu semua baru sebagian kecil yang kalian ketahui.
Kali ini, kita akan mengenal tentang salah satu kegiatan yang menjadi tradisi masyarakat desa dan bagian dari kebudayaan di sana, yaitu tradisi bersih dusun yang biasanya juga disebut "Rasulan".
Tradisi ini diadakan di sekitar 1.400 desa di seluruh kawasan Gunungkidul setiap tahunnya pada Bulan Sela, yaitu bulan ke-11 dalam penanggalan Jawa. Namun, ada juga beberapa desa yang melaksanakan tradisi ini sebanyak dua tahun sekali.
"Jadi tiap tahunnya ada yang hanya 800 lokasi rasulan. Tapi, di tahun berikutnya meningkat menjadi 1.200 titik penyelenggaraan karena ada yang dilaksanakan dua tahun sekali," kata Choirul Agus Mantara selaku Kepala Dinas Kebudayaan Gunungkidul, dilansir dari harianjogja.com.
Kegiatan yang Dilakukan dalam Tradisi Rasulan
Prosesi kegiatan dalam tradisi Rasulan diawali dengan kegiatan bersih-bersih di lingkungan desa seperti membersihkan saluran air dan makam, memperbaiki jalanan, serta mengecat pagar rumah.
Setelah itu, warga akan melakukan arak-arakan keliling desa sambil membawa tumpeng dan hasil panen, atau biasa juga disebut kirab. Kegiatan dilanjutkan dengan mempersiapkan peralatan dan makanan untuk upacara yang dilakukan pada siang hari.
Upacara dilakukan pada sore hari, dimulai dengan pembacaan doa, mantra, dan kisah tentang Dewi Sri atau dewi kesuburan padi dan pelindung para petani, dilanjutkan dengan pemotongan tumpeng dan acara makan bersama. Tradisi Rasulan diakhiri dengan pentas seni budaya seperti pertunjukan wayang dan Reog Ponorogo.
Nilai-nilai Kehidupan yang Terkandung dalam Tradisi Rasulan
Nilai-nilai yang ada dalam tradisi Rasulan berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan. Dalam tradisi ini, dapat diperlihatkan nilai-nilai religius, gotong royong, solidaritas sosial, dan kebudayaan dalam setiap kegiatannya.
Tradisi Rasulan ini diadakan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah yang diberikan berupa hasil panen yang melimpah dan dipercaya sebagai cara untuk menjauhkan desa dari serangan roh-roh jahat.
Selain itu, tradisi ini merupakan salah satu kebudayaan Indonesia yang khas dan dilakukan secara turun temurun, sehingga harus dijaga dan dilestarikan meskipun zaman telah kian modern.
Berdasarkan artikel dari Kompas.com, Sasdi Siswo Pranoto selaku Kepala Desa Karangrejek, Kabupaten Gunungkidul, beliau mengharapkan bahwa tradisi Rasulan ini bisa menjadi salah satu bagian dari kebudayaan khas Gunungkidul yang dapat digunakan sebagai aset wisata khas daerah tersebut.
Beliau juga menyampaikan bahwa sifat individualisme manusia modern akibat pengaruh globalisasi menjadi salah satu tantangan bagi kebudayaan Indonesia, sehingga diharapkan tradisi Rasulan ini bisa menjadi salah satu cara untuk tetap melestarikan budaya Indonesia, khususnya budaya gotong royong dan solidaritas masyarakat.
Tradisi Rasulan dapat Memajukan Ekonomi Masyarakat Gunungkidul
Selain memberikan nilai-nilai positif terhadap kehidupan bermasyarakat, tradisi Rasulan juga dapat memberikan dampak positif bagi ekonomi masyarakat Gunungkidul. Mereka dapat menarik para wisatawan untuk datang melihat kegiatan dalam tradisi tersebut.
Masyarakat setempat juga bisa menjual berbagai barang-barang kerajinan, hasil pertanian, kuliner, dan lain-lain dari Gunungkidul. Dengan demikian, pendapatan masyarakat bisa bertambah dari sektor pertanian, pariwisata, perdagangan barang dan jasa.
Tradisi Rasulan sebagai Upaya Menjaga Lingkungan Hidup
Salah satu kegiatan dalam tradisi Rasulan adalah menanam pohon, merawat tanaman, dan melakukan reboisasi, bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan alam. Hal ini dapat menjadi pengingat bagi masyarakat untuk menjaga agar lingkungan tetap asri dan hijau, sehingga nyaman untuk ditinggali.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News