Suatu hari, hati Hana Maulidia yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di bidang perlindungan anak terasa lebih berat dari hari-hari biasanya. Ia baru saja bertemu dengan anak yang mengalami kekerasan seksual, hal ini membuatnya merenung: Aisyah, seorang anak perempuan berusia 7 tahun mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayah kandungnya sendiri, lebih dari 10 kali. Kisah ini bukan hanya tentang satu anak — tapi tentang kesunyian yang diciptakan oleh ketidakpedulian, rasa takut, dan ketidakmampuan lingkungan terdekat untuk bertindak.
Hana, ibu dari dua anak, mendengar bahwa korban pernah bercerita—kepada ibunya, kepada orang lain—tetapi tidak ada yang menanggapi. “Apa mungkin ini karena mereka menganggap ini aib?” pikir Hana waktu itu. Melihat luka tak terlihat itu, Hana merasakan bahwa anak berumur 7 tahun seharusnya tahu bahwa tubuhnya miliknya sendiri, ada batasan yang tidak boleh dilanggar, bahkan oleh keluarga sendiri. Maka dari sana, benih gagasan mulai tumbuh: sebuah gerakan yang bukan hanya menyuarakan kekerasan, tapi mendidik anak agar mereka mampu melindungi diri sendiri. Dari sanalah lahir Kakak Aman Indonesia.
Kakak Aman Indonesia, komunitas yang fokus pada pencegahan kekerasan seksual terhadap anak melalui metode edukasi yang menyenangkan dan interaktif
Membuka Tabu, Mengisi Ruang yang Kosong
Anak kecil seperti Aisyah tidak hanya butuh seseorang yang mendengar, mereka butuh seseorang yang mengajarkan bahwa suara mereka punya kekuatan; bahwa tubuh mereka punya hak untuk disayangi dan dilindungi. Di banyak kasus, yang seharusnya menjadi pelindung justru pelaku. Di sinilah peran edukasi sejak dini, interaktif dan menyenangkan, menjadi penting.
Keluarga dan guru seringkali tidak dilengkapi dengan pengetahuan atau keberanian untuk membahas topik ini. Kadang dianggap tabu, kadang dianggap tidak pantas, kadang takut dianggap provokatif. Padahal, pendidikan seksual yang benar bukan tentang “menimbulkan rasa ingin tahu yang salah”, melainkan memberikan perlindungan dan pengetahuan agar anak dapat mengatakan “tidak” jika ada yang melakukan sesuatu yang membuatnya tidak nyaman.
“Kakak Aman hadir untuk mengisi gap (jarak kosong) itu,” ujar Hana dalam wawancaranya bersama GNFI. Nama “Kakak Aman” sendiri punya makna mendalam. Kata kakak menggambarkan kedekatan dan kesetaraan, siapa pun yang terlibat dipandang sebagai kakak yang bisa merangkul dan melindungi. Sedangkan aman menggambarkan kondisi bebas bahaya, salah satu kebutuhan dasar manusia.
Gerakan Kakak Aman Indonesia memiliki tagline “Empower Children with Sexual Education in a Fun and Interactive Way”. Melalui berbagai kegiatan, Hana ingin anak-anak merasa bahwa membicarakan tentang tubuh dan perlindungan diri bukan hal menakutkan, tapi penting dan menyenangkan.
Visi dan Misi Kakak Aman
Gerakan ini memiliki visi untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak untuk tumbuh dan berkembang. Sementara misinya mencakup tiga hal utama:
1. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan anak agar mampu melindungi diri melalui pendidikan seksual yang mudah dipahami dan menyenangkan.
2. Menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya isu perlindungan anak, khususnya dalam mencegah dan menanggulangi kekerasan seksual.
3. Meningkatkan kapasitas orang dewasa baik orang tua, guru, maupun pendamping anak agar mampu memberikan edukasi perlindungan diri secara tepat dan penuh empati.
Namun, saat ini Kakak Aman lebih berfokus pada misi pertama, yaitu membekali anak-anak dengan pengetahuan dan kemampuan dasar untuk melindungi diri melalui pendidikan seksual yang interaktif, mudah, dan menyenangkan.
Metode yang Menyenangkan dan Interaktif
Kakak Aman mengubah hal yang dianggap tabu menjadi kegiatan yang mudah, menarik, dan menyenangkan. Prinsip yang digunakan adalah 3M: Mudah, Menarik, dan Menyenangkan agar siapa pun dapat menggunakannya tanpa kesulitan.
Kegiatan edukasi dilakukan lewat dongeng, lagu, gerakan, permainan, serta poster edukatif. Anak-anak belajar mengenal tubuh mereka dan memahami bahwa area pribadi harus dijaga. Mereka juga diajarkan untuk berani berkata “tidak”, berlari, dan melapor jika mengalami tindakan yang membuat tidak nyaman.
Dua Modul Edukasi Seksual
Untuk menjangkau lebih banyak anak, Kakak Aman memiliki dua modul utama:
1. Modul Pendidikan Seksual Umumnya, ditujukan untuk anak-anak usia sekolah dasar, disampaikan lewat kegiatan massal seperti pentas dongeng. Materinya meliputi dua konsep utama: pengenalan bagian tubuh pribadi dan cara menjadi anak yang berani menolak, lari dan melapor.
2. Modul Pendidikan Seksual Komprehensif, diperuntukkan bagi anak-anak usia pra-remaja. Disampaikan dalam empat pertemuan kecil dengan empat tema berbeda, dilengkapi dengan perangkat bantu seperti boneka, poster, dan alat visual edukatif.
Capaian Nyata di Lapangan
Apa yang awalnya hanya dilakukan di beberapa tempat di Serang sekarang menjalar ke berbagai daerah. Kini, Kakak Aman telah menjangkau 17 daerah di Indonesia. Di wilayah Banten saja, program ini telah diadaptasi oleh 8 kabupaten/kota. Hingga kini, tercatat lebih dari 4.000 anak telah mendapatkan edukasi, serta 200–300 guru dan orang tua telah mengikuti pelatihan.
Capaian ini menunjukkan bahwa pendidikan seksual bisa diterima luas bila disampaikan dengan cara yang tepat, penuh empati dan tanpa rasa canggung.
Rangkaian Penghargaan dan Apresiasi
Gerakan Kakak Aman mendapat berbagai penghargaan nasional dan internasional.
Pada Desember 2023, Kakak Aman terpilih mendapatkan pendanaan proyek dari Program terpilih Young South East Asia Leadership Initiatives (YSEALI) 2023. Sebuah kompetisi tingkat ASEAN dengan 800 peserta. Saat itu Kakak Aman berkesempatan mempresentasikan inisiatifnya di Bangkok, Thailand.
Tahun berikutnya, di 2024 Kakak Aman dinobatkan sebagai juara utama SATU Indonesia Awards 2024 bidang Pendidikan, dari total 18 ribu aplikasi yang masuk.
Di tingkat daerah, Hana juga meraih predikat ASN Terinovatif Kabupaten Serang, penghargaan yang diberikan langsung oleh Bupati Serang, serta di tahun 2025 Kakak Aman mendapat apresiasi dari Sekolah Kak Seto.
Penutup
Kakak Aman Indonesia menjadi bukti bahwa pendidikan seksual bisa menjadi sarana perlindungan, bukan ketakutan. Melalui pendekatan kreatif dan penuh empati, Hana Maulidia membuktikan bahwa topik yang dulu dianggap tabu kini bisa menjadi jembatan menuju keselamatan anak-anak Indonesia.
Di tangan para “kakak” yang peduli, anak-anak belajar bukan hanya tentang tubuh mereka, tapi juga tentang harga diri, keberanian, dan rasa aman bekal utama agar mereka tumbuh menjadi generasi yang kuat dan berdaya.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News