Bayer Indonesia menegaskan komitmennya untuk memperkuat ketahanan pangan nasional melalui inovasi berbasis sains. Hal ini diwujudkan dengan kehadiran Bayer JUARA (Juwiring Agriculture Research & Academy) di Klaten, Jawa Tengah.
Bayer JUARA (Juwiring Agriculture Research & Academy) menjadi pusat riset pertanian pertama Bayer di Indonesia sekaligus terbesar kedua di Asia Tenggara.
Kukuh Ambar Waluyo, Head of Field Solutions Bayer South East Asia & Pakistan mengatakan ketahanan pangan tak bisa lepas dari peran petani sebagai pelaku utama.
“Kami percaya ketahanan pangan harus berfokus pada petani. Melalui Bayer JUARA, mereka bisa mendapatkan akses terhadap pengetahuan dan teknologi terkini, sekaligus menyampaikan kebutuhan serta tantangan yang mereka hadapi di lapangan,” ujar Kukuh, Kamis (16/10/2025).
Diresmikan sejak 2023, Bayer JUARA berdiri di atas lahan seluas 9 hektar di Juwiring, Klaten. Fasilitas ini menjadi pusat riset yang mengembangkan perlindungan tanaman, benih unggul, teknologi presisi, serta analisis data pertanian.
Dalam setahun, Bayer JUARA melakukan lebih dari 120 uji coba teknologi dan benih yang hasilnya langsung diterapkan ke lahan petani. Pendekatan dua arah ini membuat Bayer JUARA tak hanya hadir sebagai lembaga riset, tapi juga mitra strategis petani.
“Kami tidak hanya memberikan solusi, tapi juga belajar dari petani. Dengan begitu, inovasi yang dihadirkan lebih relevan dan hasil panen bisa meningkat,” jelas Kukuh.
Ciptakan petani muda
Kukuh menjelaskan bahwa JUARA hadir sebagai inkubator bagi para pemuda tani. Di sini, jelas Kukuh mereka tidak hanya diajak mengenal, tetapi juga merasakan langsung bagaimana teknologi pertanian mutakhir.
Kukuh juga mengatakan para petani dapat beradaptasi dengan perubahan iklim yang kian tak terduga dan menjawab tuntutan pasar yang dinamis. Pengalaman ini, baginya, sangat krusial untuk membentuk mentalitas petani masa depan yang tangguh.
“Kami mencetak petani muda melalui teknologi, ” ujar Kukuh.
“Saat ini kami memiliki tujuh alat pendeteksi cuaca, dua diantaranya di Klaten, termasuk sensor hujan dan sistem pemantauan suhu, serta teknologi drone seperti phenotyping dan application drone.”
Dia menambahkan bahwa alat-alat ini bukan sekadar pajangan, melainkan instrumen vital yang memberdayakan petani untuk memahami kondisi lahan, tingkat kelembaban, hingga kebutuhan nutrisi tanaman secara presisi. Keputusan bertani kini tak lagi bergantung pada intuisi semata, melainkan terpatri pada data ilmiah yang akurat.
“Kami ingin terus menjadi mitra bagi petani Indonesia menghadirkan solusi nyata untuk produktivitas, efisiensi, dan masa depan pertanian nasional,” tutup Kukuh.
Lebih dari 900 petani mendapatkan manfaat
Kukuh mengungkapkan dengan diluncurkannya program Bayer JUARA sudah lebih dari 900 petani di berbagai wilayah mendapatkan manfaat. Salah satunya Awibowo, petani asal Juwiring, yang aktif mengikuti program pendampingan dan pelatihan di fasilitas tersebut
Awibowo mengungkapkan kini rata-rata hasil panennya meningkat menjadi 8–10 ton per hektar, bahkan bisa mencapai 12 ton di musim tertentu.
“Dulu lahan saya kurang produktif, tapi setelah pendampingan Bayer JUARA hasilnya naik signifikan,” ungkap.
Libatkan mahasiswa
Bayer JUARA juga menjadi menjadi pusat belajar bagi para petani di wilayah Jawa Tengah hingga Indonesia. Mereka sudah
sama dengan 8 universitas besar seperti UGM, IPB, Unpad, UNS, Unsoed, Undip, UMY, dan Politeknik Negeri Jember.
Sebanyak 25 mahasiswa magang ikut terlibat dalam riset dan proyek inovasi pertanian di sana. Salah satunya, M. Hafizh Firmansyah, mahasiswa Agroteknologi Universitas Padjadjaran, yang ikut mengembangkan sistem polinasi jagung.
“Pengalaman magang di sini membuka mata saya bahwa pertanian itu menjanjikan dan penuh peluang bisnis,” ujarnya.
Pemerintah pun mengapresiasi langkah Bayer JUARA. Dr. Prayudi Syamsuri, Staf Ahli Kemenko Bidang Pangan, menilai inisiatif ini sejalan dengan arah kebijakan nasional.
“Presiden Prabowo melalui Kemenko Pangan menegaskan bahwa Indonesia harus hadir dengan teknologi. Kita tidak boleh hanya jadi pasar, tapi harus jadi produsen pangan dunia,” tegasnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News