Bali selama ini dikenal dunia sebagai surga wisata, dengan pantai-pantai menawan, budaya luhur, dan masyarakat yang hidup harmonis dengan alam. Namun di balik pesona itu, Bali juga menghadapi tantangan serius akibat perkembangan pariwisata dan pertumbuhan penduduk yang pesat, seperti meningkatnya limbah plastik, menurunnya kualitas tanah dan air, serta berkurangnya lahan pertanian produktif. Di tengah tantangan tersebut, muncul semangat baru: mewujudkan Bali sebagai Pulau Organik — sebuah visi yang memadukan tradisi, lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
Konsep “Pulau Organik” sejatinya bukan sebatas tentang pertanian tanpa bahan kimia. Lebih dari itu, ia mencakup pola hidup menyeluruh yang ramah lingkungan dan berakar pada filosofi Tri Hita Karana, atau hubungan seimbang antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan manusia dengan alam. Dengan semangat ini, gerakan menuju Bali Pulau Organik menjadi langkah nyata dalam menjaga kesucian dan keseimbangan pulau yang dikenal dengan sebutan Pulau Dewata ini.
Salah satu sektor utama dalam gerakan ini adalah pertanian organik. Para petani di seperti di Tabanan, Gianyar, dan Bangli, mulai beralih dari penggunaan pupuk kimia ke pupuk alami. Mereka memanfaatkan kotoran ternak, kompos, dan bahan-bahan alami, seperti daun-daunan atau limbah organik rumah tangga untuk menyuburkan tanah.
Hasilnya, kualitas tanah semakin baik, keanekaragaman hayati meningkat, dan produk yang dihasilkan lebih sehat serta bernilai jual tinggi. Banyak kelompok tani dan koperasi kini punya sertifikasi organik, bahkan menjangkau pasar ekspor dan jaringan restoran ramah lingkungan di Bali dan luar negeri.
Tak hanya petani, sektor pariwisata pun turut serta. Beberapa hotel, vila, dan restoran di Bali mulai menyajikan makanan dari hasil kebun organik lokal. Langkah ini mendukung petani kecil, dan mengurangi jejak karbon karena bahan pangan tidak perlu diimpor dari jauh.
Desa wisata seperti Pemulan di Gianyar dan Plaga di Badung menjadi contoh nyata sinergi antara pariwisata berkelanjutan dan pertanian organik. Wisatawan dapat belajar langsung menanam, mengompos, hingga memasak bahan-bahan organik, sambil memahami nilai-nilai ekologis dan budaya Bali.
Selain sektor pertanian dan pariwisata, pendidikan berbasis lingkungan turut menjadi pilar penting, dalam mewujudkan konsep Bali Pulau Organik. Sekolah-sekolah dan komunitas lokal kini banyak mengadakan program edukasi tentang pentingnya menjaga lingkungan, mengurangi sampah plastik, dan menanam bahan pangan sendiri. Gerakan seperti Bye Bye Plastic Bags, Eco Bali Recycling, hingga berbagai eco community di Ubud dan Canggu menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk hidup lebih hijau.
Pemerintah Provinsi Bali juga menunjukkan komitmen nyata. Melalui Peraturan Gubernur Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai, Bali menjadi salah satu daerah pertama di Indonesia yang berani melarang penggunaan plastik sekali pakai. Kebijakan ini diikuti dengan program pengembangan Bali Clean Energy dan Pertanian Organik Terintegrasi, yang bertujuan menciptakan ekosistem ekonomi hijau di berbagai sektor.
Meski begitu, peralihan menuju sistem pertanian organik penuh tetap memerlukan waktu, pendampingan teknis, serta dukungan finansial. Petani perlu diyakinkan bahwa hasil organik bukan hanya ramah lingkungan, tetapi juga menguntungkan secara ekonomi. Maka, berbagai lembaga, baik pemerintah, swasta, maupun komunitas, terus memperkuat kolaborasi melalui pelatihan, penelitian, dan pemasaran bersama.
Menariknya, banyak desa adat di Bali justru sudah lama memiliki tradisi pertanian berprinsip organik. Misalnya, sistem subak, yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia UNESCO. Sistem ini mengatur pembagian air berdasarkan kesepakatan bersama yang adil, menghormati siklus alam, dan melibatkan upacara spiritual.
Tradisi ini mencerminkan kearifan lokal dari segi ekologis yang dapat menjadi dasar kokoh bagi gerakan Pulau Organik. Dengan menghidupkan kembali nilai-nilai seperti gotong royong, palemahan, dan penghormatan terhadap tanah, Bali sejatinya sedang kembali pada jati dirinya yang sejati: hidup selaras dengan alam.
Pada akhirnya, ide mewujudkan Bali sebagai Pulau Organik bukan hanya tentang mengubah cara bercocok tanam, tetapi tentang mengubah cara berpikir dan hidup. Ini adalah panggilan untuk kembali menghormati bumi yang memberi kehidupan, menjaga air yang mengalir di sawah, serta memastikan generasi mendatang dapat mewarisi Bali yang tetap hijau, bersih, dan suci. Dengan langkah kecil yang konsisten, semangat kolektif, dan cinta terhadap lingkungan, Bali sebagai Pulau Organik bukan sekadar slogan, karena menjadi satu kenyataan yang tumbuh, mekar, dan menginspirasi dunia.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News