kaliya penghubung tradisi dan modernitas di kutai - News | Good News From Indonesia 2025

KALIYA, Penghubung Tradisi dan Modernitas di Kutai

KALIYA, Penghubung Tradisi dan Modernitas di Kutai
images info

KALIYA, Penghubung Tradisi dan Modernitas di Kutai


Di tengah arus globalisasi yang semakin deras, menghubungkan tradisi supaya tetap relevan menjadi satu tantangan tersendiri. Di sinilah KALIYA hadir sebagai jembatan antara tradisi dan modernitas.

Alhasil, modernitas dan akar budaya lokal dapat berjalan bersama. KALIYA, atau Kutai Literasi dan Budaya Etam, menjadi wujud semangat masyarakat Kutai untuk menjaga warisan budaya sekaligus menumbuhkan kecintaan terhadap literasi di era modern.

Gerakan ini berangkat dari kesadaran, bahwa literasi lebih dari sekadar kemampuan membaca dan menulis. Literasi juga mencakup kemampuan memahami, mengkritisi, serta mengolah informasi untuk menciptakan karya dan gagasan baru.

Di Kutai sendiri, literasi mencakup literasi budaya, sejarah, hingga ekologi, yang semuanya bersumber dari kearifan lokal masyarakat Etam. Melalui KALIYA, nilai-nilai luhur budaya Kutai yang selama ini hidup dalam cerita rakyat, tari-tarian, musik tradisional, dan ritual adat, diangkat kembali dalam konteks kekinian agar tetap relevan dan dekat dengan generasi muda.

baca juga

Salah satu keunikan KALIYA adalah pendekatan kolaboratifnya. Gerakan ini bersinergi menggandeng berbagai pihak, antara lain pemerintah daerah, komunitas literasi, sekolah, sanggar seni, hingga pelaku ekonomi kreatif.

Sinergi inilah yang membuat KALIYA tumbuh menjadi gerakan masyarakat yang hidup. Melalui berbagai kegiatan seperti festival literasi, lomba menulis cerita rakyat, diskusi budaya, hingga pelatihan penulisan kreatif berbasis kearifan lokal, KALIYA menghidupkan kembali semangat membaca dan menulis di kalangan anak muda Kutai.

Salah satu kegiatan yang paling menarik perhatian publik adalah Festival Literasi dan Budaya Etam, yang setiap tahun menjadi ruang ekspresi dan pertemuan bagi pelajar, seniman, dan budayawan lokal. Dalam festival ini, peserta tidak hanya menampilkan karya tulis atau seni pertunjukan, tetapi juga belajar memahami nilai-nilai budaya yang menjadi inspirasi setiap karya. Sebagai contoh, kisah-kisah legenda lokal seperti Batu Menangis atau Legenda Aji Batara Agung Dewa Sakti bisa ditulis ulang dalam gaya sastra modern, atau bagaimana tarian tradisional disajikan dengan sentuhan koreografi kontemporer.

Selain itu, KALIYA juga aktif dalam membangun ekosistem literasi berkelanjutan di sekolah-sekolah. Program seperti “Sekolah Sahabat Literasi” dan “Ruang Baca Etam” menjadi contoh upaya KALIYA menanamkan kebiasaan membaca sejak dini. Buku-buku karya lokal, baik fiksi maupun nonfiksi, mulai dimasukkan dalam kegiatan literasi sekolah. Tidak sedikit pula siswa yang terdorong menulis cerita mereka sendiri.

 Topiknya pun beragam, seperti alam, budaya, dan kehidupan masyarakat Kutai. Aneka cerita ini lalu dipublikasikan melalui media sosial atau penerbit buku digital. Dari sini, muncul generasi penulis muda Kutai yang percaya diri membawa suara daerahnya ke tingkat nasional.

baca juga

Dari sisi budaya, KALIYA juga menjadi ruang bagi pelestarian seni-seni tradisional yang mulai jarang ditampilkan. Sanggar-sanggar binaan KALIYA rutin mengadakan workshop tari dan musik daerah, memperkenalkan alat musik tradisional seperti sampeq dan gendang Kutai kepada anak-anak muda. Inilah bentuk nyata dari filosofi KALIYA: menjaga akar budaya sambil bertumbuh mengikuti zaman.

Lebih jauh lagi, KALIYA tidak hanya bergerak di tingkat kabupaten, tetapi juga berjejaring dengan komunitas literasi dan budaya dari berbagai daerah di Kalimantan Timur. Melalui jejaring ini, pertukaran ide dan kegiatan lintas daerah semakin hidup. Misalnya, pertukaran buku antarkomunitas, residensi penulis, hingga kolaborasi karya seni lintas budaya. Semua itu memperkuat semangat “Etam Bersatu” dalam menumbuhkan literasi yang berakar pada nilai-nilai lokal namun berpandangan global.

Keberadaan KALIYA juga berdampak pada peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya identitas budaya dalam membentuk karakter bangsa. Dengan mengenal dan mencintai budaya sendiri, masyarakat Kutai menjadi lebih percaya diri menghadapi perubahan.

Literasi budaya yang kuat membuat mereka mampu memilah dan mengadaptasi hal-hal baru tanpa kehilangan jati diri. Inilah makna sejati dari pendidikan berbasis budaya: mencerdaskan manusia tanpa tercerabut dari akar tradisinya.

#kabarbaiksatuindonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

YR
FS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.