bukan tentang sisa tapi tentang rasa pelajaran hidup dari garda pangan - News | Good News From Indonesia 2025

Bukan Tentang Sisa, Tapi Tentang Rasa: Pelajaran Hidup dari Garda Pangan

Bukan Tentang Sisa, Tapi Tentang Rasa: Pelajaran Hidup dari Garda Pangan
images info

Bukan Tentang Sisa, Tapi Tentang Rasa: Pelajaran Hidup dari Garda Pangan


Kebanyakan dari kita jarang memikirkan ke mana perginya sisa makanan yang kita buang. Nasi yang masih tersisa di piring, lauk yang tak tersentuh saat pesta, atau sayur yang mulai layu di kulkas sering dianggap sepele. Padahal, di balik setiap suapan yang tak termakan, ada air, tenaga, lahan, dan kehidupan yang ikut terbuang percuma. Di sinilah Garda Pangan hadir, bukan cuma sebagai penyelamat makanan, tapi juga pengingat hati.

Berdiri di Surabaya sejak 2017, Garda Pangan bergerak sebagai food bank pertama di Indonesia yang fokus menyelamatkan makanan berlebih (food rescue) dari restoran, hotel, toko roti, hingga acara besar yang sering menyisakan banyak hidangan. Semua makanan yang masih layak dikonsumsi dikumpulkan dan dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan, seperti lansia, anak jalanan, dan penghuni panti asuhan.

Namun di balik kegiatan yang tampak sederhana ini, ada makna besar: sebuah gerakan moral untuk mengembalikan rasa syukur dan empati terhadap makanan.

baca juga

Dari Sisa Jadi Rasa

Kevin Gani, Ketua Yayasan Garda Pangan, dalam presentasinya pada Talkshow Good Movement yang diadakan GNFI pada Jumat, 26 September 2025 menyoroti fakta yang cukup menyedihkan: sekitar 40% isi tempat pembuangan akhir (TPA) di Indonesia adalah sisa makanan. Bahkan menurut Economic Intelligence Unit, satu orang Indonesia bisa membuang hingga 300 kilogram makanan per tahun, jumlah yang cukup untuk memberi makan satu keluarga kecil selama berbulan-bulan. Fakta ini membuat Garda Pangan ingin menegaskan satu hal: persoalan sampah makanan bukan sekadar soal kebersihan, tapi soal rasa kemanusiaan yang mulai memudar.

Melalui program Food Rescue dan Gleaning, mereka mengumpulkan makanan berlebih yang masih layak konsumsi dan menyalurkannya kepada orang yang membutuhkan. Sementara makanan yang sudah tak bisa dimakan manusia tetap dimanfaatkan dan diolah menjadi pupuk organik atau pakan ternak. Cara ini mengajarkan bahwa setiap hal, bahkan sisa makanan, tetap punya nilai kalau kita mau melihatnya dengan hati.

Mengubah Pola Pikir, Bukan Sekadar Pola Makan

Yang membuat Garda Pangan beda dari banyak gerakan sosial lain adalah cara mereka memandang masalah. Mereka tidak membuat orang merasa bersalah karena membuang makanan. Sebaliknya, Garda Pangan memilih menginspirasi lewat harapan.

Lewat slogan “Be Food Heroes”, mereka mengajak siapa pun untuk jadi pahlawan makanan, bukan dengan sumbangan besar, tapi lewat kebiasaan kecil di dapur: mengambil makanan secukupnya, menyimpannya dengan baik, dan berbagi jika berlebih.

Dalam panduan pemulihan makanan yang dijelaskan Kevin Gani, langkah pertama bukan memberi, tapi mengurangi sumber sampah makanan. Pesannya sederhana tapi kuat: kepedulian tidak harus selalu dimulai dari memberi, bisa juga dari memilih untuk tidak membuang.

Gerakan Sunyi yang Menggetarkan

Apa yang dilakukan Garda Pangan memang tidak heboh seperti proyek besar atau bagi-bagi sembako massal. Tapi dampaknya nyata. Dikutip dari web SDGs UB, hingga pertengahan 2024 mereka sudah menyelamatkan lebih dari 580.000 porsi makanan dari berbagai sumber dan menyalurkannya kepada ribuan penerima manfaat di Surabaya dan sekitarnya.

Setiap porsi yang terselamatkan bukan hanya mengenyangkan perut seseorang, tapi juga membantu bumi dari timbunan gas metana akibat pembusukan makanan. Namun, hal paling berharga dari perjuangan Garda Pangan bukan sekadar angka. Yang mereka bangun adalah kesadaran bersama bahwa makanan bukan cuma barang konsumsi, tapi jembatan antara manusia, alam, dan rasa peduli.

baca juga

Pelajaran dari Sebutir Nasi

Di setiap butir nasi yang kita buang, tersimpan perjalanan panjang: dari petani yang menanam, air yang mengalir dari hulu ke sawah, tenaga saat panen, transportasi, hingga energi untuk memasaknya. Garda Pangan mengingatkan kita bahwa menghargai makanan berarti menghargai seluruh rantai kehidupan yang membuatnya sampai di meja makan.

Mereka tidak hanya menyelamatkan makanan dari tong sampah, tapi juga menyelamatkan nurani kita dari sikap cuek. Karena sebenarnya, krisis pangan dunia bukan cuma karena kekurangan, tapi karena ketimpangan antara yang punya terlalu banyak dan yang tak punya sama sekali.

Menutup Piring, Membuka Hati

Gerakan Garda Pangan menjadi pengingat bahwa kebaikan tidak harus besar atau viral. Ia bisa dimulai dari meja makan sendiri. Setiap kali kita memilih untuk tidak membuang makanan, kita sedang berkata, “Aku peduli.”

Dan mungkin, kalau makin banyak orang menumbuhkan rasa itu, kita bisa menulis ulang kisah suram sampah makanan di negeri ini jadi kisah tentang syukur dan kasih yang sederhana, tapi sungguh nyata.

#kabarbaiksatuindonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AN
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.