dari ladang ke piring peran agroindustri dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional - News | Good News From Indonesia 2025

Dari Ladang ke Piring: Peran Agroindustri dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional

Dari Ladang ke Piring: Peran Agroindustri dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional
images info

Dari Ladang ke Piring: Peran Agroindustri dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional


Di tengah dinamika global yang penuh ketidakpastian dari krisis pangan, perubahan iklim, hingga disrupsi rantai pasok dunia Indonesia dihadapkan pada tantangan besar untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Dalam konteks ini, agroindustri memegang peranan vital sebagai penghubung antara sektor pertanian di hulu dan kebutuhan pangan masyarakat di hilir.

Ia memastikan bahwa hasil pertanian dari ladang tidak berhenti di gudang, tetapi benar-benar sampai di piring rakyat dengan aman, bergizi, dan bernilai ekonomi tinggi.

Agroindustri mencakup seluruh kegiatan pengolahan hasil pertanian menjadi produk bernilai tambah, seperti beras kemasan, minyak goreng, tepung, susu, hingga produk fermentasi seperti tempe dan kecap.

Melalui pengolahan yang efisien dan berkelanjutan, agroindustri tidak hanya memperpanjang umur simpan produk, tetapi juga membuka lapangan kerja, memperkuat ekonomi desa, dan meningkatkan daya saing komoditas lokal.

Penelitian yang dilakukan oleh Prabowo dan Wahyuni (2025) menunjukkan bahwa pengolahan kedelai di agroindustri “Saudara Jaya” mampu meningkatkan nilai jual hingga dua kali lipat dibandingkan bahan mentah. Kegiatan ini tidak hanya menguntungkan pelaku usaha, tetapi juga memberikan jaminan pasar bagi petani lokal. 

Sementara itu, Widada et al. (2017) berjudul “Determinant Factors of Food Security in Indonesia” menyebutkan bahwa peningkatan kapasitas agroindustri berbanding lurus dengan ketahanan pangan nasional. Pengolahan hasil pertanian membantu mengurangi kerugian pascapanen dan menstabilkan harga pangan, terutama untuk komoditas strategis seperti beras, jagung, dan kedelai.

Pemerintah Indonesia menempatkan sektor pangan dan pertanian sebagai prioritas pembangunan nasional. Berdasarkan data Kementerian Keuangan RI (2025), pemerintah mengalokasikan Rp155,5 triliun untuk program ketahanan pangan yang meliputi dukungan produksi, distribusi, dan cadangan pangan nasional. Anggaran ini juga digunakan untuk subsidi pupuk, alat dan mesin pertanian (alsintan), serta pembangunan infrastruktur seperti gudang penyimpanan, jalan usaha tani, dan fasilitas pengolahan hasil pertanian.

Kebijakan tersebut menunjukkan bahwa negara menyadari pentingnya sinergi antara sektor pertanian dan agroindustri. Tanpa pengolahan yang memadai, hasil pertanian berisiko rusak, terbuang, atau dijual dengan harga rendah. Sebaliknya, dengan sistem agroindustri yang kuat, produk pertanian bisa diproses menjadi bahan pangan olahan yang tahan lama, bergizi, dan kompetitif di pasar global.

“Agroindustri bukan sekadar soal produksi, tetapi tentang bagaimana pangan dari ladang bisa sampai ke piring masyarakat dengan nilai tambah dan keberlanjutan,” ujar Dekan Fakultas Teknologi Pertanian UGM dalam seminar nasional tentang ketahanan pangan (UGM, 2025).

Meski potensinya besar, pengembangan agroindustri di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Pertama, alih fungsi lahan pertanian terus meningkat. Menurut data Kantor Wakil Presiden RI (2024), sekitar 90 ribu hektare lahan pertanian setiap tahun beralih fungsi menjadi permukiman atau industri non-pertanian. Akibatnya, kapasitas produksi pangan menurun, sementara permintaan terus meningkat.

Kedua, perubahan iklim ekstrem juga mengganggu kestabilan produksi. Fenomena El Niño dan La Niña menyebabkan gagal panen di beberapa wilayah, terutama untuk padi dan jagung. Ketiga, keterbatasan infrastruktur distribusi dan penyimpanan masih menjadi masalah klasik, yang sering kali menyebabkan fluktuasi harga pangan di pasar.

Selain itu, digitalisasi dan inovasi teknologi dalam agroindustri belum sepenuhnya merata. Padahal, adopsi teknologi seperti sistem rantai dingin (cold chain), e-logistics, serta smart farming berpotensi besar meningkatkan efisiensi rantai pasok pangan nasional.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, beberapa langkah strategis dapat ditempuh. Pertama, penguatan agroindustri berbasis desa agar petani kecil dapat terlibat langsung dalam rantai nilai pangan.

Kedua, investasi dalam riset dan teknologi pertanian, termasuk inovasi pengolahan pascapanen, pengemasan ramah lingkungan, dan digitalisasi distribusi. Ketiga, kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi, dan sektor swasta dalam menciptakan ekosistem agroindustri yang berdaya saing dan berkelanjutan.

Langkah-langkah ini diharapkan mampu menciptakan sistem pangan yang tangguh, dari produksi hingga konsumsi. Karena pada akhirnya, ketahanan pangan bukan hanya tentang ketersediaan makanan, tetapi juga tentang kemampuan bangsa untuk mengolah, mendistribusikan, dan mengonsumsi pangan secara adil, sehat, dan berkelanjutan.

Agroindustri adalah tulang punggung transformasi pertanian Indonesia. Ia memastikan bahwa hasil bumi petani tidak hanya berhenti di ladang, tetapi terus bergerak melewati rantai pengolahan hingga menjadi sumber gizi di piring masyarakat. Dengan memperkuat sinergi antara petani, industri, pemerintah, dan inovasi teknologi, Indonesia bisa mewujudkan kemandirian pangan nasional dari ladang ke piring, dari desa ke dunia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SA
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.