Tahukah Kawan GNFI bahwa di balik sepiring nasi yang hangat ada rangkaian proses yang menentukan apakah petani mendapat untung atau justru merugi?
Agroindustri padi mencakup kegiatan pengolahan gabah menjadi beras dan produk turunannya dengan tujuan meningkatkan nilai tambah komoditas padi. Dalam konteks ini, penggilingan padi merupakan titik sentral agroindustri, di mana gabah diubah menjadi beras bermutu tinggi sekaligus menghasilkan produk samping (sekam, bekatul, dedak) yang bernilai ekonomi.
Agroindustri padi yang kompetitif ditandai kemampuan menghasilkan rendemen dan kualitas beras tinggi serta produk samping yang bernilai gizi dan ekonomi tinggi.
Dengan begitu, beras sebagai produk utama menjadi sumber utama keuntungan usaha giling padi, sementara biaya produksi ditekan melalui penjualan limbah bernilai tambah tinggi.
Peranan ini sangat penting karena melalui proses hilirisasi tersebut agroindustri padi mampu menyediakan beras kualitas unggul, menyerap tenaga kerja, dan menambah pendapatan petani, sehingga meningkatkan akses rumah tangga tani terhadap pangan (Sriningsih et al., 2012).
Agroindustri padi secara nyata meningkatkan nilai tambah produk padi/beras. Proses penggilingan menambah form utility, place utility, dan time utility komoditas padi, sehingga harga jual beras jauh lebih tinggi dibandingkan gabah asalnya.
Sebagai ilustrasi, menurut Sriningsih et al., pada jurnal pembangunan pedesaan yang menuliskan bahwa di Kecamatan Sumbang (Banyumas) menunjukkan nilai tambah agroindustri padi mencapai 79,23% atau sekitar Rp6.636.557 per unit agroindustri per bulan. Tenaga kerja yang terserap per unit mencapai 100 hari orang kerja (HOK) dengan gaji Rp3.186.800 per bulan.
Lebih jauh, pemanfaatan produk samping padi seperti sekam dan bekatul juga menambah aliran pendapatan. Misalnya, para peneliti mencatat keuntungan petani pengguna jasa penggilingan (yang memanfaatkan limbah) sekitar Rp142.174 per ton gabah.
Dengan demikian, hilirisasi hasil padi dan pemrosesan produk samping memberikan sumber nilai tambah signifikan bagi pelaku agroindustri dan petani.
Pengembangan agroindustri padi berdampak luas pada petani, konsumen, dan stabilitas pangan nasional. Bagi petani, terbukanya industri pengolahan beras berarti tersedianya pasar lokal yang memadai dan harga gabah lebih stabil.
Studi CGE menunjukkan bahwa peningkatan produksi beras berdampak positif pada pendapatan rumah tangga tani, sekaligus mengurangi beban pengeluaran rumah tangga konsumen (karena harga pangan cenderung lebih rendah).
Kenaikan produksi 2–6% bahkan meningkatkan kesejahteraan semua kelompok rumah tangga, dengan pengaruh paling besar bagi rumah tangga berpendapatan rendah di perkotaan. Bagi konsumen, agroindustri padi yang efisien dapat menstabilkan ketersediaan dan harga beras.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik bahwa konsumsi beras per kapita Indonesia relatif tinggi, penurunan produksi pada Januari-April 2024 turun 17,5%, hal ini dapat menimbulkan kelangkaan dan lonjakan harga.
Dengan adanya agroindustri yang kuat, produksi dalam negeri meningkat dan cadangan pangan nasional terpenuhi. Secara nasional, peningkatan hilirisasi padi selaras dengan upaya menjaga ketersediaan beras dalam negeri dan mengurangi ketergantungan impor.
Menurut Noer et al. (2025), ada beberapa rekomendasi strategis untuk memperkuat peran agroindustri padi. Pertama, perlu penguatan kemitraan antara petani dengan pelaku agroindustri (millers) dan distributor.
Sinergi yang baik dapat menekan biaya, meningkatkan efisiensi rantai pasok, serta meningkatkan margin pendapatan petani. Keterlibatan petani dalam pemasaran langsung ke pabrikan atau konsumen akhir misalnya dapat menambah nilai yang mereka terima.
Kedua, pengelolaan produk samping harus ditingkatkan dengan memanfaatkan limbah padi menjadi produk bernilai tinggi (misalnya briket bioenergi, pupuk biosilika, pangan fungsional).
Ketiga, perlu dorongan teknologi dan infrastruktur, modernisasi mesin giling (misalnya RMU dan pengering vertikal seperti yang didukung pemerintah), digitalisasi pemasaran, dan perluasan jaringan distribusi akan mendorong daya saing produk.
Keempat, peran lembaga pemerintah dan asosiasi petani sangat krusial. Komunikasi dan sinergi kebijakan antara pemerintah, pengusaha penggilingan, dan asosiasi petani harus diperkuat agar regulasi tidak membebani pelaku usaha dan petani.
Pemerintah juga disarankan mengaktifkan asosiasi penggilingan padi, memperluas kemitraan, serta memberikan insentif investasi untuk unit giling berkapasitas besar dan teknologi canggih.
Dengan menerapkan rekomendasi tersebut, agroindustri padi diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah produk sekaligus memperkokoh ketahanan pangan nasional. Memperbaiki teknologi giling, memanfaatkan seluruh produk padi, serta memastikan akses pasar yang lebih luas dan pengawasan kebijakan yang berpihak, akan mendorong keberlanjutan sektor ini.
Langkah-langkah tersebut mendukung tujuan ketahanan pangan Indonesia yang tidak hanya memenuhi ketersediaan beras yang cukup, tetapi juga meningkatkan nilai ekonomi bagi petani dan kualitas pangan bagi konsumen.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News