Pisang (Musa spp.) merupakan tanaman herba dari famili Musaceae yang memiliki peran penting secara ekonomi dan sosial di Indonesia. Hal ini dijelaskan oleh Zulfahmi et al. (2024) dalam Agrosains: Jurnal Penelitian Agronomi. Pisang telah lama dibudidayakan secara turun-temurun oleh masyarakat, tidak hanya sebagai sumber pangan, tetapi juga sebagai penopang pendapatan keluarga di pedesaan.
Tanaman ini tumbuh subur di berbagai daerah tropis dan memiliki keanekaragaman genetik yang luas, terdiri atas berbagai genom seperti AA, AAB, dan ABB yang berpengaruh terhadap rasa, tekstur, dan ketahanan terhadap penyakit.
Selain sebagai buah konsumsi, pisang juga berpotensi besar sebagai bahan baku agroindustri karena hampir seluruh bagian tanamannya dapat dimanfaatkan, mulai dari buah, batang, hingga daunnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS, 2024), produksi pisang nasional mencapai lebih dari 9,34 juta ton per tahun, menjadikannya sebagai komoditas buah dengan volume panen tertinggi di Indonesia. Provinsi Lampung dan Pulau Jawa menjadi sentra utama penghasil pisang karena kondisi agroklimatnya yang mendukung budidaya sepanjang tahun.
Meskipun produksinya melimpah, sebagian besar pisang masih dijual dalam bentuk segar dengan harga yang relatif rendah. Ketika waktu panen tiba, harga pisang bisa turun drastis karena pasokan berlebih dan masa simpan buah yang pendek.
Kondisi ini menyebabkan petani sering mengalami kerugian dan sulit meningkatkan pendapatannya. Berdasarkan hal tersebut, pengembangan agroindustri menjadi solusi dalam meningkatkan nilai jual dan daya saing produk pisang lokal.
Lalu, apa upaya yang dapat dilakukan agar petani pisang tidak terus merugi dan masyarakat semakin tertarik terhadap produk pisang?
Inovasi Olahan Pisang di Desa Cileunyi Kulon
Salah satu contoh nyata datang dari Desa Cileunyi Kulon, Kabupaten Bandung, yang menjadi lokasi kegiatan pengabdian masyarakat Universitas Padjadjaran (Cahyana et al., 2019). Melalui pelatihan dan pendampingan, masyarakat desa diberi pengetahuan mengenai cara mengolah pisang menjadi aneka produk pangan serta teknik pengemasan dan pelabelan yang menarik.
Kegiatan ini tidak hanya menumbuhkan kesadaran akan potensi lokal, tetapi juga meningkatkan keterampilan dan motivasi warga untuk mengembangkan usaha berbasis pisang.
Produk-produk yang dihasilkan beragam, mulai dari keripik pisang konvensional, stik pisang, kecimpring pisang, brownies, cookies, hingga tepung pisang yang dapat digunakan sebagai alternatif pengganti tepung terigu.
Menariknya, tepung pisang mengandung 70–80% pati berdasarkan berat kering dan memiliki keunggulan karena bebas gluten. Dengan demikian, bisa menjadi bahan baku potensial untuk produk bakery gluten-free yang kini sedang naik daun.
Melalui pelatihan tersebut, masyarakat tidak hanya diajarkan mengolah pisang, tetapi juga diberi wawasan tentang Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT) serta strategi pengemasan dan pelabelan yang sesuai dengan standar keamanan pangan.
Setelah kegiatan berlangsung, terjadi peningkatan signifikan dalam pengetahuan peserta: sebelum pelatihan, 80% peserta memiliki pemahaman rendah tentang pengolahan dan pengemasan. Namun, setelahnya lebih dari 80% mencapai tingkat pengetahuan tinggi.
Hasil kegiatan tersebut membuktikan bahwa inovasi sederhana dapat membawa dampak besar. Masyarakat yang sebelumnya hanya menjual pisang segar, saat ini mulai memproduksi olahan yang lebih tahan lama dan memiliki nilai jual yang lebih tinggi.
Contohnya, tepung pisang yang dikembangkan oleh kelompok usaha desa kini digunakan untuk membuat brownies pisang, bolu kukus pisang, hingga cookies pisang. Selain rasanya disukai konsumen, produk ini juga mampu bersaing di pasar oleh-oleh lokal.
Selain meningkatkan keterampilan, pelatihan tersebut juga menumbuhkan semangat wirausaha baru di kalangan ibu rumah tangga dan kelompok pemuda.
Dengan adanya inovasi produk dan dukungan pengemasan yang lebih menarik, daya saing produk pisang lokal meningkat pesat.
Beberapa peserta bahkan berhasil menjual produknya secara daring melalui media sosial dan pasar digital, membuka peluang baru bagi ekonomi desa.
Dengan begitu, inovasi pengolahan pisang menjadi berbagai produk inovatif, menjadikan petani tidak lagi bergantung pada harga pasar buah segar. Mereka bisa menentukan harga berdasarkan kualitas produk olahan yang dihasilkan.
Melalui pendekatan agroindustri desa seperti yang dilakukan di Cileunyi Kulon, pisang bukan hanya menjadi sumber pangan, tetapi juga sumber penghidupan yang berkelanjutan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News