mengenal syaikh abdul syakieb penyebar islam di banjaran kabupaten bandung - News | Good News From Indonesia 2025

Mengenal Syaikh Abdul Syakieb, Ulama Penyebar Islam di Banjaran Bandung

Mengenal Syaikh Abdul Syakieb, Ulama Penyebar Islam di Banjaran Bandung
images info

Mengenal Syaikh Abdul Syakieb, Ulama Penyebar Islam di Banjaran Bandung


Artikel ini saya tulis sebagai bentuk jejak digital dari hasil penelitian di makam Syekh Abdul Syakieb yang terletak di Banjaran, Kabupaten Bandung. Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi salah satu tugas kuliah yang saya jalani. Selama kegiatan tersebut, saya menemukan banyak informasi menarik mengenai sosok Syekh Abdul Syakieb dan bagaimana beliau menyebarkan ajaran Islam di wilayah Banjaran. Informasi ini saya peroleh melalui wawancara dengan salah satu keturunan beliau, yaitu Bapak Asep Ghozali.

Berdasarkan informasi yang saya peroleh dari Bapak Ghozali yang merupakan keturunan kesembilan dari Syekh Abdul Syakieb, diketahui bahwa Syekh Abdul Syakieb diperkirakan hidup sekitar tahun 1600 Masehi, atau pada abad ke-17. Menurut penuturan Bapak Asep, Syekh Abdul Syakieb adalah salah satu keturunan dari Syekh Abdul Muhyi dari Pamijahan, seorang ulama besar yang sangat berpengaruh dalam penyebaran agama Islam di wilayah Tatar Sunda. Syekh Abdul Syakieb pun dikenal sebagai salah satu tokoh ulama penyebar agama Islam yang berasal dari Cirebon, yang kemudian menyebarkan ajaran Islam di wilayah Banjaran, Bandung Selatan, sekitar 400 tahun yang lalu. 

Syekh Abdul Syakieb memiliki cara yang unik dan berbeda dalam menyebarkan ajaran Islam. Berbeda dengan kebanyakan ulama pada masanya yang umumnya mendirikan pesantren besar sebagai pusat pendidikan, beliau justru memilih pendekatan yang lebih sederhana dan dekat dengan masyarakat. Alih-alih membangun pesantren secara formal, Syekh Abdul Syakieb hanya mendirikan sebuah pondok kecil yang beratap sirap, yaitu kayu tipis yang disusun sebagai penutup atap.

Meskipun tampak sederhana, pondok itu memiliki makna yang mendalam karena menjadi tempat bagi masyarakat sekitar untuk belajar agama, berdiskusi, dan memperdalam pemahaman tentang Islam langsung dari beliau. Suasana pondok yang sederhana membuat hubungan antara guru dan murid terasa lebih hangat, tanpa jarak, dan penuh dengan nilai-nilai kebersamaan.

Seiring berjalannya waktu, pondok tersebut tidak hanya menjadi tempat menimba ilmu, tetapi juga menjadi pusat kehidupan masyarakat. Dari tempat itu lahirlah kebersamaan, gotong royong, dan semangat religius yang tinggi di kalangan penduduk sekitar. Lama-kelamaan, kawasan di sekitar pondok berkembang menjadi sebuah pemukiman yang kini dikenal sebagai Kampung Panyirapan.

Nama “Panyirapan” sendiri berasal dari ciri khas atap pondok yang terbuat dari sirap, yang menjadi simbol kesederhanaan dan ketulusan perjuangan Syekh Abdul Syakieb dalam menyebarkan ajaran Islam. Bagi masyarakat setempat, kisah tentang pondok sirap ini bukan hanya bagian dari sejarah, tetapi juga warisan nilai-nilai keikhlasan dan pengabdian yang terus hidup hingga sekarang.

Menurut Bapak Asep Ghozali, nama Banjaran berasal dari suatu peristiwa yang pernah dialami oleh Syekh Abdul Syakieb. Pada saat itu, Syekh Abdul Syakieb sedang menunggangi kuda menuju sebuah daerah. Namun, di tengah perjalanan, kudanya terpeleset dan terjatuh dalam bahasa Sunda disebut tibojaran.

Seiring waktu, istilah tibojaran dianggap kurang enak didengar atau sulit diucapkan oleh masyarakat. Karena itu, sesuai dengan kecenderungan orang Sunda yang menyukai kata-kata yang sederhana dan mudah diucapkan, nama tibojaran kemudian disederhanakan menjadi Banjaran, yang akhirnya menjadi nama daerah tersebut hingga sekarang.

Dalam proses wawancara dengan Bapak Asep Al Ghazali, beliau menyampaikan bahwa pada saat Syekh Abdul Syakieb memiliki keinginan untuk membangun sebuah susunan atau rumah. Karena kesalehan beliau, atas izin Allah, pembangunan rumah tersebut dapat diselesaikan hanya dalam waktu satu minggu. Hal ini dapat terwujud berkat partisipasi aktif masyarakat setempat yang mewakafkan tenaga dan sebagian harta mereka demi mendukung pembangunan tersebut. Rumah yang dibangun itu direncanakan sebagai tempat pengajian dan pusat kegiatan keagamaan bagi masyarakat sekitar.

Dalam kehidupan sehari-hari, Syekh Abdul Syakieb dikenal tidak hanya sebagai sosok ulama yang alim dan saleh, tetapi juga sebagai pribadi yang memegang teguh nilai-nilai luhur budaya lokal. Beliau senantiasa menjunjung tinggi falsafah hidup masyarakat Sunda yang sarat makna, yaitu silih asah, silih asih, dan silih asuh. Falsafah ini bukan sekadar ungkapan, melainkan prinsip hidup yang benar-benar beliau amalkan dalam setiap interaksi sosial maupun aktivitas dakwahnya.

Silih asah mencerminkan semangat untuk saling meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan wawasan, baik dalam urusan agama maupun kehidupan dunia. Beliau senantiasa mendorong murid-muridnya dan masyarakat sekitar untuk terus belajar, berpikir kritis, dan saling berbagi ilmu.

Silih asih menunjukkan pentingnya rasa kasih sayang, empati, dan kepedulian antarsesama. Beliau dikenal sangat lembut dalam tutur kata dan penuh kasih dalam menyampaikan ajaran agama, sehingga membuat orang-orang merasa dekat dan dihargai.

Sementara itu, silih asuh menekankan tanggung jawab sosial untuk saling membimbing, melindungi, dan membina, khususnya terhadap mereka yang lebih muda, lemah, atau belum memahami ajaran agama secara utuh.

Dalam hal ini, Syekh Abdul Syakieb menunjukkan keteladanan sebagai seorang guru dan pemimpin spiritual yang penuh keikhlasan serta perhatian. Dengan mengamalkan ketiga prinsip tersebut secara konsisten, beliau tidak hanya menjadi sosok yang dihormati secara keilmuan, tetapi juga dicintai oleh masyarakat karena kepribadiannya yang rendah hati, penuh kasih, dan peduli terhadap sesama.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AP
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.