Dalam wacana pendidikan tinggi di Indonesia, mahasiswa kerap disebut sebagai agen perubahan. Namun tak sedikit pula yang mempertanyakan bagaimana peran tersebut dapat dijalankan secara nyata, di luar teori dan retorika. Di Universitas Andalas, Sumatra Barat, muncul satu inisiatif menarik yang patut dicermati: gerakan mentoring mahasiswa yang digagas oleh seorang alumni saat masih aktif menjadi mahasiswa dulu bernama Herlambang Tinasih Gusti. Inisiatif ini dinamai Mahasiswa Dewa, singkatan dari "Dewantara", sebagai bentuk penghormatan terhadap tokoh pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantara.
Melalui Mahasiswa Dewa, ia membangun program mentoring informal yang berfokus pada peningkatan kapasitas mahasiswa secara menyeluruh, baik dari sisi akademik, pengembangan keterampilan, karakter, hingga spiritualitas. Program ini dirancang dengan pendekatan sesama mahasiswa (peer mentoring) yang lebih cair dan terbuka, menjadikan ruang diskusi lebih partisipatif dan memberdayakan.
Aktivitas mentoring ini telah dijalankan secara bertahap, mulai dari lingkup jurusan, fakultas, hingga universitas. Bentuknya beragam, mulai dari diskusi kelompok kecil, pelatihan soft skill, hingga pendampingan satu-satu. Dalam pelaksanaannya, pendekatan yang digunakan lebih menekankan pada penguatan kapasitas, bukan pengajaran satu arah. Mahasiswa diajak untuk menyadari potensi diri, belajar menetapkan tujuan personal, hingga mengelola stres dan tantangan perkuliahan yang kerap menjadi beban tersembunyi di balik prestasi akademik.
Menariknya, Mahasiswa Dewa tidak hanya terbatas pada aspek akademik. Ada pula sesi-sesi pembinaan keagamaan dan diskusi spiritual yang terbuka bagi siapa saja. Pendekatan ini dinilai penting karena sering kali kehidupan mahasiswa diwarnai dengan kegelisahan identitas dan kebutuhan akan bimbingan nilai. Alih-alih bersifat menggurui, pembinaan keagamaan dalam Mahasiswa Dewa dilakukan dalam suasana kolektif yang saling mendukung. Di sinilah nilai “pendidikan yang memanusiakan manusia” benar-benar diterapkan.
Dampak dari program ini cukup terasa di lingkungan kampus. Mahasiswa yang pernah mengikuti mentoring cenderung lebih percaya diri dalam menghadapi dinamika perkuliahan dan kehidupan organisasi. Beberapa di antaranya bahkan ikut terlibat dalam kegiatan mentoring berikutnya sebagai mentor baru. Pola regeneratif ini menciptakan efek bola salju: satu inisiatif kecil berkembang menjadi jejaring pendampingan yang lebih luas. Dalam ekosistem ini, mahasiswa tidak hanya berperan sebagai pembelajar, tetapi juga sebagai fasilitator bagi pertumbuhan mahasiswa lain.
Upaya ini kemudian mendapat pengakuan dalam bentuk penghargaan SATU Indonesia Awards tingkat provinsi dari Astra. Penghargaan tersebut diberikan kepada individu atau kelompok yang dinilai telah memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat di bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, wirausaha, dan teknologi. Melalui program Mahasiswa Dewa yang konsisten, Herlambang menunjukkan bahwa mahasiswa pun dapat menjadi motor penggerak perubahan melalui langkah-langkah kecil namun berdampak besar.
Di luar Mahasiswa Dewa sebagai inisiatif pribadi, Herlambang juga aktif sebagai pengisi materi dan trainer dalam berbagai kegiatan resmi kampus. Ia beberapa kali diundang oleh organisasi kemahasiswaan di tingkat jurusan, fakultas, maupun universitas untuk membawakan materi pengembangan diri. Topik-topik yang dibahas mencakup manajemen waktu, teknik komunikasi, kepemimpinan, serta penanaman nilai-nilai karakter mahasiswa. Peran ini menempatkannya sebagai figur yang tidak hanya hadir di balik layar, tetapi juga di panggung-panggung penguatan kapasitas generasi muda kampus.
Salah satu kontribusinya yang menonjol adalah keterlibatannya dalam kegiatan Training Andalasian Character (TAC), sebuah program orientasi mahasiswa baru Universitas Andalas. Dalam program ini, Herlambang dipercaya menjadi trainer resmi dalam salah satu sesi pembentukan karakter mahasiswa baru. Ini menjadi bukti bahwa gagasannya tentang penguatan kapasitas dan nilai mahasiswa tidak hanya diterapkan dalam program pribadinya, tetapi juga diakui dan dimanfaatkan dalam kegiatan institusional kampus. Dengan menjadi bagian dari TAC, ia turut membantu menanamkan nilai-nilai kepemimpinan, tanggung jawab, dan integritas sejak hari pertama mahasiswa baru menapakkan kaki di dunia kampus.
Tentunya perjalanan ini tidak sepenuhnya mulus. Keterbatasan waktu di tengah jadwal kuliah, minimnya dukungan struktural untuk program non-formal, serta tantangan menjaga kesinambungan menjadi hambatan yang harus dihadapi. Namun komitmen yang dipegang cukup jelas: bahwa pendidikan bukan hanya tentang menyerap pengetahuan, tetapi juga tentang berbagi dan menumbuhkan.
Di sinilah refleksi dari filosofi Ki Hajar Dewantara menemukan tempatnya. Herlambang memaknai prinsip "Tut Wuri Handayani" bukan sekadar sebagai slogan, melainkan sebagai landasan praktik mentoring. Ia tidak menempatkan dirinya sebagai pengajar, melainkan sebagai teman seperjalanan yang memberi semangat, inspirasi, dan dorongan dari belakang.
Lebih jauh, pendekatan ini menjadi contoh bagaimana program pemberdayaan mahasiswa bisa dimulai dari inisiatif pribadi. Tak harus menunggu dana besar atau program resmi kampus. Ketika mahasiswa mengambil peran sebagai penggerak, ruang perubahan bisa diciptakan dari lingkungan terkecil sekalipun. Mahasiswa Dewa menjadi bukti bahwa kontribusi sosial bisa hadir dari mahasiswa untuk mahasiswa, tanpa perlu menunggu instruksi atau jabatan formal.
Kawan GNFI, kisah seperti ini menunjukkan bahwa makna pendidikan tidak pernah lepas dari nilai-nilai kemanusiaan. Ketika seorang mahasiswa memilih untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan semangat, di situlah nilai sejati pendidikan hadir. Di saat dunia akademik sering kali hanya menilai keberhasilan dari angka dan indeks prestasi, inisiatif seperti Mahasiswa Dewa mengingatkan kita bahwa ada dimensi lain yang juga penting: empati, kepedulian, dan komitmen untuk membangun bersama.
Apa yang dilakukan Herlambang bukan sekadar aksi individual. Ia menjadi contoh bagaimana peran aktif dalam kehidupan kampus dapat menciptakan ekosistem yang lebih suportif, progresif, dan penuh nilai. Gerakannya tidak hanya menginspirasi mahasiswa lain untuk berani berkembang, tetapi juga membentuk budaya saling mendukung yang jarang terlihat dalam kehidupan akademik yang kompetitif.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News