Namanya Denica Riadini-Flesch, pendiri label SukkhaCitta. Denica baru saja meraih Pritzker Emerging Environmental Genius Award 2025 dari University of California Los Angeles (UCLA). Penghargaan bergengsi itu diberikan kepada individu muda dengan inovasi lingkungan paling berdampak.
Siapa Denica Riadini-Flesch dan Apa Kontribusinya?
Denica Riadini-Flesch awalnya adalah seorang ekonom dan akademisi. Ia menghabiskan tahun-tahun awal kariernya di dunia riset pembangunan. Akan tetapi, sebuah perjalanan ke desa mengubah jejak kariernya. Di sana, ia melihat langsung bagaimana perempuan pengrajin tradisional justru bergulat dengan bahan kimia pewarna sintetis.
“Saya melihat mereka menyentuh bahan kimia yang membakar kulit dan paru-parunya,” ungkap Denica dalam wawancara dengan UCLA Newsroom.
Dari situ, lahir tekad untuk membangun rantai produksi mode yang regenereatif, bukan merusak.
Tekad itu membawa Denica mendirikan SukkhaCitta pada 2016. SukkhaCitta adalah sebuah merek mode yang berfokus pada fashion berkelanjutan. Merek ini menghubungkan petani kapas, pengrajin kain, dan konsumen lewat sistem farm to closet. Artinya, proses pembuatan pakaian langsung dari lahan dan dirajut secara tradisional hingga ke lemari pakaian.
Prinsipnya, pakaian yang baik harus menyehatkan bumi dan manusia yang membuatnya.
SukkhaCitta berarti kebahagiaan dalam bahasa Indonesia. Berakar dari bahasa Sansekerta, nama ini mengingatkan bahwa hubungan dan kesadaran yang membuat hidup berharga.
“I think, for the first time in my life, I started asking questions about, what is it that really makes me happy?” kata Denica Riadini-Flesch, dikutip dari Wired.
Denica pun mulai bekerja dengan petani kecil untuk mengeksplorasi bagaimana mereka dapat mengubah praktik pertanian. Harapannya, praktik pertanian yang akan diterapkan beralih dari metode intensif bahan kimia dan kembali ke teknik regeneratif
“Dari para pengrajin kami langsung kepada Anda – dan kembali lagi ke komunitas mereka. Lingkaran yang utuh,” katanya.
Penerapan Polikultur di Balik Benang
Yang terpenting dari SukkhaCitta bukan dari desainnya yang unik dan terlihat mahal, melainkan inovasi ekologi di tingkat akar rumput. SukkhaCitta menerapkan sistem polikultur, yaitu metode menanam berbagai tanaman dalam satu lahan agar saling menguatkan.
Di lahan pertanian binaan SukkhaCitta, kapas ditanam bersama jagung, cabai, dan kacang hijau. Jagung berfungsi melindungi kapas dari angin, cabai menjadi tanaman pengusir hama alami, sementara kacang memperkaya nitrogen tanah. Cara ini membuat lahan lebih subur dan hasil panen meningkat hingga enam kali lipat dalam tiga tahun.
“Jagung adalah apa yang mereka sebut tanaman pelindung—melindungi tanaman komersial dari terlalu banyak sinar matahari. Cabai adalah tanaman perangkap—hama masuk ke sana, bukan ke kapas. Dan kacang hijau sebenarnya adalah pengikat nitrogen,” kata Denica.
Pendekatan ini bukan hanya mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia, tetapi juga memulihkan tanah terdegradasi yang sebelumnya tandus akibat praktik pertanian intensif. Hingga 2025, SukkhaCitta telah memulihkan lebih dari 120 hektar lahan di berbagai wilayah Indonesia.
Pewarna Tumbuhan dan Tantangan Musiman
Salah satu aspek menarik dari kerja Denica adalah pendekatannya terhadap warna alami. Ia tidak menggunakan pewarna sintetis yang mencemari air. SukkhaCitta mengembangkan teknik pewarnaan tumbuhan, menggunakan daun indigo, kulit kayu mahoni, dan akar mengkudu.
Proses ini jelas tidak mudah sebab pewarna alami bergantung pada musim. Daun indigo, misalnya, hanya bisa dipanen pada waktu tertentu. Artinya, koleksi pakaian pun ikut musiman sehingga berdampak pada sebuah tantangan yang membuat Denica dan timnya jadwal produksi.
Bagi Denica, hal ini bukan hambatan, melainkan bentuk penghormatan pada bumi. Ia ingin membuktikan bahwa mode bisa selaras dengan alam, bukan melawannya.
“Kita lupa bahwa pakaian yang kita kenakan setiap hari punya dampak besar pada dunia,” katanya dalam wawancara dengan Wired.
Menjahit Martabat Perempuan Desa
Dampak sosial dari program ini sama besarnya dengan dampak ekologinya. Melalui SukkhaCitta, lebih dari 1.400 perempuan di desa-desa penghasil kain kini mendapatkan akses ke pelatihan, peralatan, dan pendapatan yang layak.
UCLA melaporkan bahwa pendapatan perempuan di komunitas binaan SukkhaCitta meningkat rata-rata 60% dibanding sebelum mereka bergabung.
Salah satu kisah paling menyentuh datang dari Ibu Kasmini, petani yang dijuluki “Mama Kapas”. Ia sempat menjual tanah warisannya demi bertahan hidup. Melalui program kapas regeneratif, Kasmini kini kembali memiliki lahan dan menjadi pelatih bagi petani muda di desanya.
Penghargaan Dunia, Tantangan Baru
Sebagai penerima Pritzker Emerging Environmental Genius Award 2025, Denica mendapat hadiah sebesar US$100.000 (sekitar Rp1,6 miliar). Namun, baginya, penghargaan itu bukan akhir perjalanan.
“Penghargaan ini adalah pengingat bahwa perubahan dimulai dari hal kecil, dari satu benih, satu tangan, satu kain,” ujarnya dalam pidato penerimaan yang dikutip UCLA.
Sebenarnya, penghargaan ini bukan pertama kali ia terima. Pada tahun 2023, Riadini-Flesch dianugerahi Rolex Award. Penghargaan ini diberikan atas karya Sukkha Citta yang mendukung pertanian regeneratif dan mode berkelanjutan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News