Kanguru pohon wondiwoi (Dendrolagusmayri), satwa marsupial endemik yang sempat dianggap punah selama hampir 90 tahun ditemukan lagi pada 2018. Peneliti Inggris Michael Smith, menemukan wondiwoi di hutan pegunungan Papua Barat.
Kanguru pohon wondiwoi merupakan anggota dari genus Dendrolagus, yang dalam bahasa Yunani berarti "kelinci pohon". Spesies ini pertama kali dideskripsikan secara ilmiah pada tahun 1933 oleh Ernst Mayr, seorang ahli biologi evolusionis ternama, berdasarkan spesimen tunggal yang dikoleksi dari Semenanjung wondiwoi.
Nama ilmiahnya, Dendrolagus mayri, diberikan untuk menghormati sang penemu. Dalam klasifikasi ilmiah, hewan ini termasuk dalam famili Macropodidae, yang mencakup semua kanguru dan walabi.
Spesies ini dikenal dengan beberapa sebutan lokal, di antaranya "Wanggomo" oleh suku asli setempat. Yang membedakannya dari kerabat dekatnya adalah statusnya sebagai spesies monotipe, artinya tidak memiliki subspesies lain yang diakui.
Ekornya panjang dan berotot
Secara fisik, Kanguru pohon wondiwoi memiliki karakteristik yang membedakannya dari kanguru darat Australia. Tubuhnya lebih kecil, dengan panjang kepala dan badan sekitar 55-63 cm dan ekor yang dapat mencapai 65 cm.
Bulunya yang lebat berwarna coklat keemasan dengan bagian bawah yang lebih pucat, memberikan kamuflase sempurna di antara dedaunan hutan. Ciri yang paling mencolok adalah ekornya yang panjang dan berotot, berfungsi sebagai penyeimbang saat bergerak di kanopi hutan.
Kaki depan dan belakangnya hampir sama panjang, berbeda dengan kanguru darat yang memiliki kaki belakang lebih besar. Adaptasi ini memungkinkannya untuk memanjat dengan lincah dan melompat antar pepohonan dengan presisi. Cakarnya yang kuat dan melengkung membantu mencengkeram kulit kayu dengan erat.
Menurut laporan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), spesies ini menghabiskan sebagian besar waktunya di atas pohon, turun ke tanah hanya untuk berpindah antar pohon atau mengakses sumber air. Pola makannya terdiri dari daun, buah, dan terkadang kulit kayu tertentu.
Satwa Endemik Papua
Habitat Kanguru pohon wondiwoi terbatas secara eksklusif di kawasan Semenanjung wondiwoi, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat. Daerah ini merupakan bagian dari Pegunungan wondiwoi yang memiliki ketinggian antara 1.600 hingga 2.000 meter di atas permukaan laut. Spesies ini hidup di hutan hujan montana yang selalu diselimuti kabut, dengan kelembaban tinggi dan suhu relatif dingin.
Kondisi geografis yang unik ini menciptakan ekosistem mikro yang sangat spesifik. Hutan di wilayah ini didominasi oleh pohon-pohon tinggi berkanopi rapat, dengan lumut dan tumbuhan epifit yang menutupi setiap permukaan.
Menurut penelitian Conservation International, luas habitat yang sesuai untuk spesies ini diperkirakan tidak lebih dari 150 kilometer persegi, menjadikannya salah satu mamalia dengan persebaran terbatas di dunia.
Sempat Hilang, lalu Muncul Kembali
Selama 75 tahun setelah deskripsi pertamanya, Kanguru pohon wondiwoi tidak pernah terlihat lagi oleh ilmuwan. Banyak yang menduga spesies ini telah punah, terutama karena tidak ada spesimen baru yang berhasil dikoleksi atau difoto. Ancaman utama yang diduga menyebabkan kepunahannya adalah perburuan oleh masyarakat lokal dan hilangnya habitat akibat pembukaan hutan.
Namun pada tahun 2018, sebuah keajaiban terjadi. Seorang penjelajah dan botanis asal Inggris, Michael Smith, berhasil memotret seekor Kanguru pohon wondiwoi selama ekspedisinya di Pegunungan wondiwoi.
Penemuan ini langsung menggemparkan dunia konservasi internasional. Fotonya yang jelas, yang pertama dalam sejarah, membuktikan bahwa spesies ini masih bertahan meski dalam populasi yang sangat kecil.
Berdasarkan penilaian International Union for Conservation of Nature (IUCN), Kanguru pohon wondiwoi dikategorikan sebagai "Critically Endangered" atau Kritis, yang merupakan tingkat keterancaman tertinggi sebelum dinyatakan punah di alam. Para ahli memperkirakan populasi dewasa yang tersisa tidak lebih dari 50 individu.
Upaya Konservasi dan Tantangan ke Depan
Upaya konservasi untuk menyelamatkan spesies ini menghadapi banyak kendala. Lokasi habitatnya yang terpencil dan medan yang sulit dijangkau menjadi hambatan utama untuk melakukan penelitian dan pemantauan jangka panjang. Selain itu, kurangnya data tentang ekologi dan perilaku spesies ini menyulitkan penyusunan strategi konservasi yang efektif.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menetapkan kawasan Semenanjung wondiwoi sebagai kawasan konservasi, namun implementasi perlindungan di lapangan masih menghadapi tantangan.
Ancaman perburuan tradisional dan konversi hutan untuk pertanian masih menjadi risiko nyata. Organisasi seperti Conservation International dan WWF Indonesia telah melakukan berbagai upaya pendekatan kepada masyarakat lokal untuk mengurangi tekanan perburuan.
Kemunculan kembali kanguru pohon wondiwoi menjadi pengingat akan pentingnya konservasi. Masa depan spesies ini tergantung pada komitmen bersama untuk menjaga habitat terakhirnya di hutan Papua.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News