Di Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat, terdapat sebuah situs bersejarah yang menjadi saksi kejayaan masa lalu Kerajaan Minangkabau, yakni Prasasti Kubu Rajo I dan II.
Kedua prasasti ini ditemukan di Desa Kuburajo, Nagari Limo Kaum, sebuah wilayah yang dikenal sebagai pusat awal berkembangnya peradaban Minangkabau.
Tidak jauh dari lokasi prasasti tersebut, berdiri pula sebuah kompleks pemakaman kuno yang disebut Kubu Rajo, yang dipercaya sebagai kuburan raja atau bahkan benteng peninggalan Raja Adityawarman.
Keberadaan prasasti dan kuburan ini tidak hanya memperlihatkan kekayaan budaya masa lalu, tetapi juga merefleksikan bagaimana unsur politik, agama, dan tradisi berpadu dalam kehidupan masyarakat pada abad ke-14.
Prasasti Kubu Rajo I
Prasasti Kubu Rajo I memuat catatan penting mengenai garis keturunan Raja Adityawarman, seorang penguasa besar yang mendirikan Kerajaan Pagaruyung. Dalam prasasti ini disebutkan nama ayahnya, Adwayarman, sekaligus menegaskan gelar Adityawarman sebagai Kanakamedinindra, yang berarti “Penguasa Tanah Emas.”
Gelar ini tidak hanya mencerminkan kekayaan alam Sumatra, khususnya emas dari wilayah Minangkabau. Namun, juga simbol supremasi politik Adityawarman sebagai pengendali jalur perdagangan emas internasional.
Lebih jauh, prasasti ini menggambarkan Adityawarman sebagai keturunan wangsa Kulisadhara (Indra) serta sebagai manifestasi dari tokoh-tokoh suci dalam ajaran Hindu-Buddha, yaitu Lokeshvara dan Maitreya.
Hal tersebut menunjukkan bahwa Adityawarman tidak hanya dipandang sebagai raja duniawi, tetapi juga sebagai sosok yang memiliki legitimasi spiritual. Penyebutan dewa-dewa Hindu dan figur-figur Buddha dalam prasasti menjadi bukti nyata adanya sinkretisme agama di Minangkabau pada masa itu. Di mana pengaruh Hindu dan Buddha berjalan beriringan dalam kehidupan politik dan keagamaan.
Prasasti Kubu Rajo I tidak hanya berfungsi sebagai dokumen politik, tetapi juga alat legitimasi keagamaan. Pemujaan terhadap Dewa Indra misalnya, memperlihatkan bagaimana mitologi Hindu digunakan untuk memperkuat posisi raja. Sementara pengaitan dengan Lokeshvara dan Maitreya menunjukkan kuatnya pengaruh ajaran Buddha Mahayana.
Prasasti Kubu Rajo II
Berbeda dengan prasasti pertama, Prasasti Kubu Rajo II dalam kondisinya saat ini sebagian besar sudah aus dan sulit terbaca. Meskipun demikian, para ahli memperkirakan bahwa prasasti ini juga berisi pujian untuk Raja Adityawarman.
Hal yang menarik, prasasti ini ditulis dengan campuran bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno, mencerminkan luasnya jaringan budaya dan politik yang terhubung dengan kerajaan Pagaruyung.
Prasasti Kubu Rajo II sering disebut sebagai Prasasti Surya, karena di tengah batu tersebut terdapat ukiran matahari. Simbol tersebut bukan sekadar hiasan, melainkan melambangkan pemujaan terhadap Dewa Matahari atau Surya.
Dalam tradisi Hindu, Surya dipandang sebagai sumber kehidupan dan kekuatan, sehingga penempatannya dalam prasasti menunjukkan bagaimana Adityawarman menampilkan dirinya sebagai penguasa yang memiliki kekuasaan universal. Setara dengan simbol matahari yang menyinari seluruh jagat.
Prasasti ini juga menegaskan bahwa kekuasaan Adityawarman tidak hanya bersifat duniawi, tetapi memiliki dimensi kosmologis, di mana raja dipandang sebagai representasi kekuatan ilahi di bumi.
Hal tersebut memperlihatkan betapa kuatnya peran simbol dan agama dalam politik kerajaan Pagaruyung pada abad ke-14.
Kubu Rajo, Kuburan atau Benteng Raja?
Tak jauh dari lokasi kedua prasasti tersebut terdapat sebuah situs bersejarah lain, yaitu Kubu Rajo. Dalam tradisi lisan masyarakat setempat, istilah kubu berarti kuburan. Dengan demikian, Kubu Rajo sering dimaknai sebagai kuburan raja, tempat peristirahatan terakhir Raja Adityawarman atau tokoh penting dari kerajaannya.
Kompleks pemakaman ini dikelilingi pagar batu, menunjukkan penghormatan besar terhadap sosok yang dimakamkan di sana.
Namun, ada pula pendapat lain yang menyebutkan bahwa kata kubu berarti benteng. Dengan demikian, Kubu Rajo bisa juga dimaknai sebagai Benteng Raja, yakni benteng pertahanan Adityawarman.
Terlepas dari perbedaan penafsiran ini, situs Kubu Rajo jelas memiliki nilai historis tinggi karena terkait langsung dengan prasasti yang mencatat kejayaan Adityawarman.
Jika ditafsir sebagai kuburan raja, maka Kubu Rajo menjadi simbol keabadian warisan kepemimpinan, tempat di mana rakyat memberi penghormatan terakhir kepada penguasa mereka.
Namun, jika ditafsir sebagai benteng, maka Kubu Rajo mencerminkan sisi militer dan strategi pertahanan Adityawarman dalam mengamankan kerajaan Pagaruyung.
Makna Historis dan Budaya
Keberadaan Prasasti Kubu Rajo I dan II, beserta situs Kubu Rajo, memberikan gambaran utuh mengenai kejayaan kerajaan Pagaruyung pada masa Adityawarman. Ada beberapa makna penting yang bisa ditarik:
1. Legitimasi Politik dan Keagamaan
Prasasti Kubu Rajo I menegaskan garis keturunan dan kedudukan Adityawarman sebagai penguasa sah Minangkabau. Dengan menyebut dirinya sebagai keturunan dewa dan tokoh suci, Adityawarman memperkuat posisi politiknya melalui legitimasi keagamaan.
2. Simbol Kosmologis Kekuasaan
Prasasti Kubu Rajo II dengan simbol matahari memperlihatkan bagaimana kekuasaan raja dikaitkan dengan alam semesta. Raja tidak hanya pemimpin politik, tetapi juga representasi kekuatan kosmis.
3. Sinkretisme Agama Hindu-Buddha
Penyebutan Indra, Lokeshvara, dan Maitreya dalam prasasti menegaskan bahwa kerajaan Pagaruyung pada abad ke-14 merupakan wilayah dengan budaya sinkretik. Nilai Hindu dan Buddha menyatu dalam kehidupan politik, spiritual, dan sosial masyarakat.
4. Identitas Minangkabau
Kubu Rajo, baik sebagai kuburan maupun benteng, menjadi simbol penting bagi masyarakat Minangkabau. Ia menunjukkan bahwa Tanah Datar bukan sekadar wilayah geografis, tetapi pusat peradaban dan pemerintahan yang pernah berpengaruh luas di Nusantara.
Prasasti Kubu Rajo I dan II adalah warisan sejarah yang merekam kejayaan Adityawarman dan kerajaan Pagaruyung di Minangkabau.
Prasasti pertama menekankan garis keturunan, legitimasi spiritual, dan pujian terhadap raja, sementara prasasti kedua menampilkan simbol matahari sebagai lambang kosmologis kekuasaan.
Sementara itu, situs Kubu Rajo memperkuat nilai historis keduanya, baik sebagai kuburan raja yang dihormati maupun sebagai benteng pertahanan yang melambangkan kekuatan militer.
Keseluruhan situs ini bukan hanya artefak masa lalu, tetapi juga sumber inspirasi bagi masyarakat modern tentang kepemimpinan, spiritualitas, dan pentingnya menjaga warisan budaya.
Dengan memahami dan melestarikan prasasti serta situs Kubu Rajo, kita tidak hanya merawat peninggalan sejarah, tetapi juga memperkokoh identitas Minangkabau sebagai bagian penting dari mosaik kebudayaan Indonesia.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News