Pustaka Kampung Impian merupakan salah satu bagian dari program belajar alternatif Rumah Relawan Remaja (3R). Program ini dipelopori oleh Rahmiana Rahman sejak tahun 2016 sampai sekarang. Berkembang di berbagai desa terpencil bahkan daerah terdampak bencana, seperti di Bah dan Serempah (Kab. Aceh Tengah), Lapeng (Pulo Aceh, Kab. Aceh Besar), Klieng Cot Aron (Kab. Aceh Besar), Sarah Baru (Kab. Aceh Selatan) dan Balingkarang (Kab. Aceh Tengah), Meuke Beurabo.
Pustaka Kampung Impian juga menyediakan fasilitas belajar berupa perpustakaan kecil yang dilengkapi dengan berbagai bahan bacaan dan guru impian (relawan program Pustaka Kampung Impian) sebagai penghubung berbagai kelas edukatif dan interaktif. Di antara kelas-kelas yang tersedia adalah kelas Membaca Dasar, Membaca Lanjut, Menulis, Kesenian Tradisional, Prakarya, dan juga kelas fotografi. Selain kelas untuk anak-anak, terdapat pula kelas untuk pemuda-pemudi seperti kelas fotografi dan menjahit serta kelas bersama ibu-ibu.
Konsistensi dari program Pustaka Kampung Impian sejak 2016, ternyata mendatangkan berbagai pencapaian yang luar biasa dan semangat anak-anak dalam belajar. Sehingga pada tahun 2020 silam, Pustaka Kampung Impian mendapatkan penghargaan sebagai Penerima Apresiasi SIA Provinsi 2021 tingkat Provinsi Aceh bidang pendidikan.
Baca juga: Mencetak Generasi Muda Berkualitas bersama Rendy Arista dan Rumah Cahaya Indonesia
Prestasi Pustaka Kampung Impian semakin memukau ketika mereka berhasil membawa karya anak-anak Lapeng ke panggung nasional. Karya tersebut dipamerkan sebagai bagian dari Forum Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dalam ajang Pekan Kebudayaan Nasional tahun 2023 yang sangat bergengsi.

Sumber: Festival Pustaka Kampung Impian - @pustakakampungimpian
Keterlibatan anak-anak dalam penggarapan produk seni budaya yang dikembangkan oleh Pustaka Kampung Impian ini sangat tepat. Metode ini secara penuh sejalan dengan kerangka kuratorial yang diusung, yaitu "Pendidikan yang Berkebudayaan."
Program ini berhasil memenuhi kriteria penting yang ditetapkan, antara lain harus kontekstual (relevan dengan lingkungan sekitar), menjunjung kesetaraan dalam pembelajaran, berbasis media seni-budaya lokal sebagai sarana utama berkreasi, dan yang paling utama, harus berpusat pada anak (pembelajar). Dengan pendekatan ini, anak-anak tidak hanya menjadi penerima materi, tetapi juga subjek aktif yang mengembangkan seni dan budaya mereka sendiri, sesuai dengan kebutuhan dan konteks daerahnya.
Menariknya, dari sudut pandang para pengamat seni, terlihat jelas bahwa anak-anak di sana tidak terpaku pada permainan modern berbasis elektronik seperti PlayStation, game board, atau Tamiya. Sebaliknya, mereka menunjukkan kecenderungan yang kuat untuk menciptakan permainan mereka sendiri dan secara aktif melestarikan permainan tradisional daerah mereka. Hal ini menunjukkan bahwa fokus mereka terhadap budaya lokal lebih mendominasi daripada hiburan digital.
Baca juga: Ciptakan Inovasi Emas, Alan Sahroni Sulap Limbah Daun Nanas menjadi Kain Serat Berkualitas
Dalam keterangannya pada sesi wawancara virtual dengan RRI Banda Aceh menggunakan platform Zoom meeting, Rahmi berhasil menjawab poin penting dari keresahan generasi saat ini. Pertanyaan itu mengenai adanya pergeseran minat yang signifikan pada generasi muda. Fenomena bahwa anak-anak yang dulu tertarik pada buku fisik kini mulai beralih ke gawai atau gadget.
"Jika melihat kondisi sekarang yang sebenarnya, ini adalah sebuah perubahan yang harus kita hadapi. Dari Gen Z, Gen Alpha atau tidak lama lagi dengan Gen Beta, dst. Mereka sudah terpapar sejak lahir, bahkan mulai dari Gen Z, generasi pertama yang kita kenal sebagai digital native. Teknologi gawai salah satu media yang sudah pasti ketika mereka lahir itu hadir. Jadi pergerseran ini harus kita transformasikan. Makanya program-program literasi juga harus disesuaikan dengan perubahan zaman tersebut. Misalnya sekarang banyak anak-anak yang terpapar oleh gawai, kita harus menilai bahwa gawai sesuatu yang tidak bisa kita elakkan tapi bisa kita kelola. Jadi, untuk orang tua yang memiiki anak di bawah dua tahun jangan terlebih dahulu diberikan screen time, selanjutnya untuk di atas tiga tahun harus ada batas-batasan tertentu." jelasnya.
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, banyak orang tua merasa khawatir. Kecanduan terhadap hal-hal negatif kadang memengaruhi cara berpikir dan kepribadian seseorang. Karena itu, kehadiran program Pustaka Kampung Impian diharapkan bisa membawa dampak positif, tidak hanya bagi masyarakat Aceh, tetapi juga dalam membentuk generasi emas Indonesia.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News