Setiap mendengar sebutan gatot, tentu kita sudah tidak asing lagi. Namun, gatot yang dimaksud disini bukanlah nama orang, ya. Gatot merupakan makanan khas daerah Gunung Kidul, Provinsi DIY.
Masyarakat Jogja tentu sudah tidak asing lagi dengan camilan ini. Gatot biasa dinikmati sebagai jajanan yang banyak tersedia di pasar tradisional dengan harga yang pas di kantong.
Hanya dengan membawa uang Rp3000 sampai Rp50.000, kita bisa menyantap gatot sepuasnya. Bahkan, karena kandungan gizinya, gatot mampu dijadikan makanan pokok pengganti nasi.
Konon, makanan tradisional yang dikenal dengan sebutan "Gatot" ini diambil dari singkatan "gagal total" akibat gagalnya panen padi masyarakat Gunung Kidul. Gatot juga dibuat dari bahan-bahan sisa pembuatan tiwul (atau bisa dikatakan sisa bahan-bahan dasar yang gagal untuk dibuat makanan tiwul).
Selain itu, banyak juga yang menyebut bahwa gatot termasuk makanan khas perjuangan karena sudah dikenal sejak kemerdekaan Indonesia tahun 1945, ketika terjadi krisis pangan. Saat itu, masyarakat mengolah singkong menjadi gatot, sebagai makanan pokok. Nah, penasaran kan bagaimana cara pengolahan gatot?
Menelisik Proses Pembuatan Gatot
Gatot merupakan makanan fermentasi yang dioalah dari bahan dasar singkong atau ubi kayau. Masyarakat biasanya membuat gatot dengan cara yang cukup sederhana, yakni dengan dibuat gaplek terlebih dahulu.
Gaplek adalah singkong yang sudah dikeringkan. Gaplek putih biasanya dibuat tepung sebagai bahan membuat tiwul. Sementara, gaplek yang menghitam adalah gaplek yang dibuat gatot.
Secara ilmiah, warna hitam ini terjadi karena fermentasi gaplek dari bakteri yang telah tumbuh pada proses penjemuran selama berhari-hari. Bakteri itu adalah bakteri asam laktat. Pada proses penjemuran terjadi perombakan pati oleh bakteri asam laktat mengubah pati menjadi struktur yang lebih sederhana, sehingga menjadikan tekstur gatot nantinya akan lebih kenyal.
Wah, ternyata bakteri pun bisa baik ya, karena mampu menguraikan struktur menjadi lebih sederhana? Dengan demikian, dapat dicerna dengan mudah oleh tubuh kita. Nah, berikut ini detail proses pengolahan makanan gatot, Kawan!
Pertama-tama, kita bisa memilih singkong yang berkualitas (orang Jawa, baca: mempur). Singkong itu dikeringkan, kemudian dikupas dan dibelah menjadi potongan lebih kecil atau bisa dibiarkan utuh sesuai selera.
Selanjutnya, dijemur selama 24 jam hingga terlihat singkong mulai menghitam. Setelah melewati tahap penjemuran, singkong direndam dengan air kapur sirih selama 1—2 hari. Air rendaman dibuang, kemudian singkongnya dibilas bersih dan dipotong kecil-kecil sesuai keinginan.
Setelah itu, dikukus hingga matang (selama 2 jam) sembari ditanak, seperti menanak nasi. Jika sudah matang, singkong diangkat dan ditiriskan dengan tampah supaya cepat dingin.
Nah, hasilnya gatot akan berwarna hitam kecoklatan dengan tekstur kenyal nan lezat. Gatot pun sudah bisa dihidangkan.
Biasanya disajikan menggunakan daun pisang dengan dibubuhi gula pasir atau garam sesuai selera, serta parutan kelapa. Sebagian orang menikmati gatot bersama tiwul supaya lebih maknyos.
Apa Khasiat Gatot?
Gatot selalu dengan khas perpaduan rasanya yang manis dan asin, tetapi juga lezat di lidah dengan taburan parutan kelapa yang menambah cita rasa gatot. Bahkan, gatot ini dapat dikonsumsi sebagai pengganti nasi.
Mengapa demikian? Ternyata gatot memiliki kandungan karbohidrat yang lebih tinggi daripada nasi. Singkong sebagai bahan dasar pembuatan gatot ini termasuk sumber karbohidrat lokal Indonesia.
Kandungan gizi dalam ubi kayu atau singkong terdiri dari air sebanyak 60%, pati 35%, protein 1%, serat 2,5%, dan lemak 0,5%.
Oleh karena itu, gatot cocok sebagai pengganti nasi atau tepung sekaligus penunjang ketahanan pangan Indonesia.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News