legenda aji saka dan sejarah aksara jawa - News | Good News From Indonesia 2025

Legenda Aji Saka dan Sejarah Aksara Jawa

Legenda Aji Saka dan Sejarah Aksara Jawa
images info

Legenda Aji Saka dan Sejarah Aksara Jawa


Aksara Jawa merupakan salah satu warisan budaya yang memiliki nilai sejarah dan filosofi mendalam. Sistem tulisan ini tidak hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga menyimpan jejak peradaban yang panjang.

Di balik lahirnya aksara Jawa, terdapat kisah populer mengenai Aji Saka yang diwariskan secara turun-temurun melalui legenda. Masyarakat Jawa meyakini legenda ini sebagai cerita asal-usul aksara Jawa, meskipun dari sisi sejarah terdapat bukti lain yang menjelaskan perkembangan aksara tersebut.

Legenda Aji Saka

Dilansir dari laman Indonesia kaya.com, legenda Aji Saka menceritakan sosok sakti yang datang dari tanah Majethi. Ia digambarkan sebagai tokoh bijak yang membawa peradaban, ilmu, dan tata aturan baru. Nama “Saka” sering dihubungkan dengan makna “pangkal” atau “permulaan”, yang melambangkan awal mula perubahan besar di tanah Jawa.

Aji Saka melakukan perjalanan bersama dua abdinya, yaitu Dora dan Sembada. Sebelum berangkat, ia menitipkan pusaka kepada Sembada dengan pesan hanya dirinya yang boleh mengambil kembali pusaka itu. Dora menyertainya dalam perjalanan, sedangkan Sembada tetap tinggal menjaga amanat tersebut.

Saat tiba di Pulau Jawa, Aji Saka mendapati wilayah tersebut diperintah raja kejam bernama Dewata Cengkar. Sang raja dikenal gemar memangsa manusia. Dengan kesaktiannya, Aji Saka berhasil mengalahkan Dewata Cengkar dalam pertarungan sengit. Konon, raja tersebut berubah menjadi buaya putih raksasa yang kemudian lenyap di lautan. Setelah peristiwa itu, Aji Saka dinobatkan sebagai penguasa Kerajaan Medang Kamulan.

Setelah menjadi raja, Aji Saka mengutus Dora untuk mengambil pusaka yang dijaga Sembada. Namun, Sembada berpegang teguh pada pesan bahwa hanya Aji Saka sendiri yang berhak mengambilnya.

Dora bersikeras melaksanakan perintah sang majikan. Pertentangan keduanya tidak menemukan jalan keluar hingga berujung pada perkelahian. Baik Dora maupun Sembada akhirnya tewas dalam pertarungan tersebut. Sebagai penghormatan kepada pengabdian Dora dan Sembada, Aji Saka menciptakan susunan aksara yang dikenal dengan hanacaraka. Susunan huruf tersebut disusun dalam bentuk sajak:

Hana caraka, data sawala, padha jayanya, maga bathanga

Makna sajak ini adalah:

1. Hana caraka = Ada dua utusan

2. Data sawala = Saling berselisih

3. Padha jayanya = Sama kuatnya

4. Maga bathanga = Sama-sama menjadi mayat

Sajak ini diyakini menjadi cikal bakal aksara Jawa, yang sekaligus menyimpan pesan moral tentang kesetiaan, pengabdian, dan konsekuensi dari sebuah konflik.

Perjalanan Historis Aksara Jawa

Dari sisi sejarah seperti dilansir dari laman detik.com, aksara Jawa berakar pada aksara Brahmi dari India. Melalui jalur perdagangan dan penyebaran agama Hindu-Buddha, aksara Pallawa dari India Selatan masuk ke Nusantara. Bukti keberadaannya dapat ditemukan pada sejumlah prasasti, seperti Prasasti Kutai di Kalimantan Timur dan Prasasti Tarumanegara di Jawa Barat. Kedua prasasti ini menggunakan bahasa Sanskerta dengan aksara Pallawa yang berkembang sekitar abad ke-4 hingga ke-8 Masehi.

Setelah periode penggunaan aksara Pallawa, muncullah aksara Kawi yang digunakan antara abad ke-8 hingga abad ke-15. Aksara Kawi tidak hanya dipakai untuk menulis bahasa Sanskerta, tetapi juga bahasa Jawa Kuno. Melalui aksara Kawi, terlihat penyesuaian lokal yang lebih kuat terhadap kebutuhan bahasa dan tradisi tulis masyarakat Jawa.

Prasasti-prasasti peninggalan dari era ini membuktikan peran aksara Kawi sebagai jembatan menuju lahirnya aksara Jawa modern. Bentuk aksara mulai menyesuaikan media tulis seperti batu, logam, hingga daun lontar. Dari sinilah aksara Jawa berkembang menjadi lebih khas.

Pada sekitar abad ke-15, aksara Jawa dalam bentuk hanacaraka mulai dikenal luas. Sistem ini terdiri dari 20 huruf pokok yang masing-masing mewakili suku kata. Keunikan aksara Jawa tidak hanya terletak pada bentuknya yang estetis, tetapi juga pada nilai filosofis yang terkandung di dalamnya.

Susunan hanacaraka sering dipahami bukan sekadar urutan huruf, melainkan juga simbol perjuangan dan filosofi hidup. Perpaduan antara legenda dan perkembangan historis menunjukkan betapa eratnya hubungan antara mitos dan realitas sejarah dalam membentuk identitas budaya Jawa.

Hubungan Legenda dan Fakta Sejarah

Legenda Aji Saka tidak dapat dianggap sebagai catatan sejarah literal. Namun, kisah tersebut memiliki makna simbolis yang menggambarkan masuknya kebudayaan baru ke tanah Jawa, termasuk sistem tulisan dan peradaban Hindu-Buddha.

Dari sisi faktual, evolusi aksara Jawa berlangsung bertahap. Bentuk huruf mengalami perubahan seiring pergantian zaman, kebutuhan bahasa, serta media tulis. Hal ini dapat dilacak melalui penelitian epigrafi dan filologi yang mengungkap jejak dari aksara Pallawa, Kawi, hingga Jawa modern.

Dengan demikian, legenda Aji Saka dan bukti sejarah memiliki keterkaitan meskipun tidak sama. Legenda berfungsi sebagai narasi budaya yang mudah dipahami masyarakat, sedangkan sejarah memberikan penjelasan akademis mengenai perjalanan aksara. Keduanya bersatu membentuk pemahaman menyeluruh tentang asal-usul aksara Jawa.

Makna Budaya Aksara Jawa

Aksara Jawa tidak sekadar sistem tulisan, melainkan simbol identitas dan kebanggaan masyarakat Jawa. Hingga kini, aksara ini masih dipelajari di sekolah-sekolah, digunakan dalam penulisan karya sastra, hiasan seni rupa, hingga simbol resmi di berbagai daerah Jawa.

Selain itu, aksara Jawa mengandung nilai filosofis yang berhubungan dengan kehidupan, kesetiaan, dan keteguhan prinsip. Legenda Aji Saka yang menjadi dasar lahirnya hanacaraka memperkuat pemahaman bahwa setiap huruf memiliki makna moral yang dapat dijadikan teladan.

Aksara Jawa adalah perpaduan antara fakta sejarah dan legenda. Dari sisi sejarah, aksara ini lahir melalui pengaruh aksara Pallawa dan berkembang menjadi Kawi hingga mencapai bentuk modern. Dari sisi legenda, kisah Aji Saka dan pengorbanan Dora serta Sembada menjadi narasi populer yang melambangkan kelahiran hanacaraka.

Keduanya menghadirkan gambaran utuh mengenai perjalanan panjang aksara Jawa. Warisan ini bukan hanya bagian dari masa lalu, tetapi juga simbol jati diri budaya yang patut dijaga, dipelajari, dan diwariskan kepada generasi berikutnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

YP
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.