di balik stigma kelinci dianggap hewan yang gampang mati benarkah demikian - News | Good News From Indonesia 2025

Di Balik Stigma Kelinci Dianggap Hewan yang Gampang Mati, Benarkah Demikian?

Di Balik Stigma Kelinci Dianggap Hewan yang Gampang Mati, Benarkah Demikian?
images info

Di Balik Stigma Kelinci Dianggap Hewan yang Gampang Mati, Benarkah Demikian?


Di Indonesia, stigma “kelinci gampang mati” sudah terlanjur melekat. Banyak orang percaya kelinci memang seolah ditakdirkan rapuh dan berumur pendek. Faktanya? Tidak, yang sering membuat kelinci cepat mati justru kesalahan cara merawatnya.

Dengan perawatan yang tepat, menurut artikel di International Journal of Preventive Medicine, kelinci bisa hidup cukup lama dengan rata-rata 8–12 tahun. Bahkan, CNN Indonesia pernah melaporkan kisah seekor kelinci bernama Mick dari Amerika Serikat yang dinobatkan Guinness World Records sebagai kelinci tertua di dunia. Mick hidup hingga 16 tahun, jauh melampaui usia rata-rata kelinci peliharaan.

Fakta ini jelas membantah stigma bahwa kelinci adalah hewan “gampang mati”. Lalu, mengapa banyak kelinci di Indonesia tidak bertahan lama, bahkan ada yang mati hanya dalam hitungan minggu? Jawabannya sederhana: bukan kelincinya yang lemah, melainkan cara kita merawatnya yang keliru.

Sejalan dengan artikel dari Mojok.co, Indonesia disebut sebagai salah satu negara dengan tingkat penyiksaan hewan tertinggi. Penyiksaan tidak selalu berupa kekerasan fisik, tetapi juga terjadi ketika hewan dipelihara tanpa pakan sesuai, lingkungan sehat, dan perhatian layak.

baca juga

Di titik inilah kelinci sering jadi korban. Ironisnya, saat mereka mati, yang disalahkan justru kelincinya, seolah memang lemah sejak awal. Mari, kita lihat pola salah rawat yang paling sering terjadi di Indonesia!

Tidak Riset

Banyak orang membeli kelinci hanya karena lucu, padahal merawatnya bukan sekadar memberi pakan. Kelinci butuh serat dari hay atau rumput, kandang yang kering dan nyaman, serta perhatian kesehatan. Tanpa itu, mereka mudah sakit.

Sayangnya, karena minim literasi, banyak pemilik asal beli dulu lalu belajar belakangan. Saat kelinci sakit atau mati, mereka kebingungan.

Padahal, di era digital informasi perawatan sangat mudah dicari. Rasa gemas sering kali lebih dominan ketimbang kesadaran bahwa memelihara kelinci adalah tanggung jawab jangka panjang.

Dijadikan Hewan Anak-anak

Tubuh mungil dan wajah imut membuat kelinci jadi incaran anak-anak. Banyak orang tua akhirnya menuruti rengekan tanpa pikir panjang, dan kelinci hanya berakhir sebagai mainan sementara.

Masalahnya, anak-anak sering memperlakukan kelinci dengan salah: menarik telinga, menggendong sembarangan, atau mengejar hingga stres. Mirisnya, sebagian orang tua membiarkan dengan alasan: “Namanya juga anak-anak.”

Padahal, perlakuan itu bisa melukai fisik maupun mental kelinci. Ketika mati, lagi-lagi hewannya yang disalahkan.

Inilah pentingnya peran orang tua: bukan sekadar memenuhi permintaan anak, tetapi juga mengajarkan konsekuensi dari memelihara hewan. Anak hanya bisa belajar tanggung jawab bila orang tua mencontohkan sejak awal.

Dibeli pada Usia Terlalu Muda

Di pasar hewan, banyak kelinci dijual saat usianya belum genap dua bulan. Padahal, di usia itu mereka masih butuh susu induk dan tubuhnya belum siap menerima pakan padat maupun lingkungan baru. Tak heran jika kelinci terlalu muda mudah sakit dan mati mendadak.

Kondisi ini terjadi karena pedagang tahu kelinci kecil lebih cepat laku, sementara pembeli tergoda wajah imutnya.

Yang jarang disadari, membeli kelinci terlalu muda justru memperbesar risiko kematiannya, apalagi bagi pemula yang belum berpengalaman.

baca juga

Karena itu, pemula sebaiknya memilih kelinci berumur di atas dua bulan. Pastikan bertanya soal usia ke penjual dan pelajari ciri fisik kelinci yang sudah disapih, sebab ada yang masih tampak kecil meski usianya cukup.

Pakan yang Salah dan Tidak Diberi Minum

Banyak pemilik keliru memberi kelinci sayur-sayuran, terutama kangkung dan wortel, sebagai pakan utama. Padahal, kebutuhan utama mereka adalah serat dari hay atau rumput.

Tanpa serat, sistem pencernaan terganggu, gigi tumbuh tidak terkendali, bahkan bisa berujung kematian.

Makanan lain seperti pelet kelinci dapat diberikan sebagai tambahan dan sayuran sebaiknya dijadikan sebagai camilan sesekali, bukan pakan utama. Selain itu, air minum sering diremehkan. Banyak kelinci diberi pakan tanpa akses air bersih, padahal mereka sangat bergantung pada air. Kekurangan air dapat menyebabkan dehidrasi, stres, hilang nafsu makan, hingga sakit.

Lingkungan yang Tidak Nyaman

Kelinci tidak bisa sekadar ditaruh di kandang sempit dan lembap. Mereka butuh ruang gerak, tempat bersembunyi, serta kandang yang kering dan selalu bersih, karena kandang kotor mudah memicu penyakit.

Lebih dari itu, kelinci juga memiliki kebutuhan emosional. Sebagai hewan sosial, mereka bisa stres jika dibiarkan sendirian tanpa interaksi, yang akhirnya menurunkan daya tahan tubuh.

Sesekali, kelinci perlu diajak berinteraksi, misalnya saat diberi makan sambil dibelai. Jika sudah terbiasa dengan kandangnya, mereka bahkan bisa diumbar keluar dan kembali sendiri.

Jika Kawan GNFI masih percaya kelinci gampang mati, sebenarnya itu bukan karena sifat alaminya, melainkan karena kita belum jujur mengakui kelalaian sendiri. Stigma itu lahir dari manusia yang enggan belajar dan berintrospeksi.

Kelinci bukan pajangan untuk dipandangi lalu diabaikan, melainkan makhluk hidup yang menuntut perawatan, perhatian, dan tanggung jawab.

Sudah saatnya Kawan GNFI berhenti menyalahkan hewan mungil ini, dan mulai memperlakukannya dengan layak. Jika dirawat dengan benar, kelinci tidak akan menjadi hewan yang “gampang mati”, melainkan sahabat kecil yang bisa hidup sehat dan panjang umur.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AN
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.