Indonesia adalah negara yang dibangun atas dasar keberagaman budaya, suku, agama, dan bahasa. Keberagaman ini menjadi kekuatan sekaligus tantangan bagi bangsa dalam mempertahankan persatuan dan kesatuan.
Dalam konteks inilah Pancasila, sebagai ideologi negara, memiliki peranan yang sangat vital. Namun, di era globalisasi dan modernisasi yang semakin cepat, penguatan ideologi Pancasila menjadi sebuah keniscayaan agar bangsa ini tetap kokoh dan tidak terpecah oleh berbagai arus dan pengaruh yang masuk dari dalam dan luar negeri.
Oleh sebab itu, penting untuk memahami mengapa Pancasila tetap sakti dan perlu terus diperkuat di zaman kontemporer.
Pancasila sebagai Fondasi Bangsa yang Sakti
Pancasila yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa pada tahun 1945 bukan hanya sekedar ideologi politis, tetapi merupakan fondasi moral, sosial, dan budaya yang mengikat seluruh elemen bangsa Indonesia. Seperti yang dikatakan oleh Prof. Dr. Y.B. Mangunwijaya, seorang tokoh intelektual dan budayawan Indonesia, Pancasila adalah "jiwa bangsa" yang harus terus dihayati dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pancasila sakti bukan berarti tak bisa diuji atau dipertanyakan, melainkan ia adalah ideologi yang mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan nilai dasarnya. Dalam kondisi global yang penuh persaingan dan berbagai ideologi yang saling bertentangan, Pancasila memberikan titik temu yang mempersatukan seluruh warga negara Indonesia dengan nilai-nilai seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial.
Tantangan di Era Globalisasi
Era globalisasi membawa pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Arus informasi yang cepat, kemudahan komunikasi, serta interaksi dengan budaya asing membuat ideologi nasional terkadang tersisih oleh ideologi dan budaya luar yang kurang sesuai dengan nilai-nilai lokal.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, sebanyak 60% masyarakat Indonesia mengakses informasi melalui media sosial setiap hari. Media sosial ini menjadi pedang bermata dua, di satu sisi mempercepat penyebaran informasi positif, namun di sisi lain juga menjadi sarana penyebaran berita hoaks, radikalisme, dan intoleransi yang dapat mengancam persatuan bangsa.
Dalam laporan bertajuk "Radikalisme di Indonesia" yang dirilis oleh Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) pada 2022, tercatat peningkatan paham radikal dan intoleran yang menargetkan kelompok minoritas dan merusak kerukunan sosial. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa tanpa penguatan ideologi Pancasila, Indonesia rentan terpecah oleh perbedaan dan konflik.
Nilai-nilai dalam Pancasila sangat relevan untuk meredam potensi konflik yang bisa muncul dari perbedaan suku, agama, dan budaya. Misalnya, sila ketiga “Persatuan Indonesia” menegaskan bahwa meskipun berbeda-beda, bangsa ini harus tetap satu. Sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” menumbuhkan sikap saling menghormati antar pemeluk agama yang berbeda, sedangkan sila kedua “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” mengajarkan rasa kemanusiaan dan keadilan sosial.
Dalam studi yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2023, sebanyak 75% responden menyatakan bahwa nilai-nilai Pancasila sangat penting dalam menjaga keharmonisan sosial di lingkungan mereka. Ini menunjukkan bahwa masyarakat masih menganggap Pancasila relevan sebagai panduan dalam interaksi sosial.
Pentingnya Pendidikan Pancasila yang Memadai
Penguatan ideologi Pancasila harus dimulai dari pendidikan. Pemerintah Indonesia telah mengintegrasikan materi Pancasila dalam kurikulum pendidikan nasional. Namun, efektivitasnya masih menjadi tantangan. Data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2024 menunjukkan bahwa masih ada 40% pelajar yang belum sepenuhnya memahami makna dan penerapan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Prof. Dr. Haris Azhar, seorang pakar pendidikan dan HAM, pengajaran Pancasila perlu dibuat lebih kontekstual dan aplikatif, tidak hanya berupa hafalan teks, tapi juga pemahaman nilai-nilai yang hidup dan bagaimana mengimplementasikannya di masyarakat. Pendidikan Pancasila harus membentuk karakter dan bukan hanya menjadi bahan ujian.
Di zaman digital ini, media dan teknologi memegang peranan penting dalam penyebaran nilai-nilai Pancasila. Pemerintah bersama berbagai elemen masyarakat harus memanfaatkan platform digital sebagai sarana edukasi dan kampanye nilai-nilai Pancasila yang sesuai dengan bahasa dan gaya anak muda.
Misalnya, program literasi digital yang mengedepankan nilai-nilai toleransi dan persatuan harus diperluas. Juga, konten kreatif berupa video, podcast, dan media sosial yang membahas pentingnya Pancasila dalam kehidupan sehari-hari sangat diperlukan untuk menjangkau generasi milenial dan Gen Z yang lebih banyak menghabiskan waktu di dunia maya.
Penguatan Pancasila bukan hanya tanggung jawab pendidikan atau masyarakat sipil, tetapi juga kebijakan negara. Pemerintah harus mengeluarkan regulasi dan program yang memperkuat nilai-nilai Pancasila dalam berbagai bidang seperti politik, hukum, ekonomi, dan sosial.
Misalnya, dalam bidang politik, semua partai politik wajib mengadopsi prinsip Pancasila sebagai dasar perjuangan. Dalam bidang hukum, aturan yang diskriminatif atau bertentangan dengan nilai Pancasila harus direvisi. Dalam bidang ekonomi, pembangunan harus berorientasi pada keadilan sosial agar tidak terjadi kesenjangan yang melebar.
Pancasila Sakti sebagai Pilar Keutuhan Bangsa
Di tengah berbagai tantangan zaman kontemporer, Pancasila tetap menjadi ideologi sakti yang mampu menjaga keutuhan bangsa Indonesia. Penguatan Pancasila melalui pendidikan yang kontekstual, pemanfaatan teknologi, kebijakan yang konsisten, dan partisipasi aktif masyarakat adalah kunci agar nilai-nilai Pancasila tidak sekadar menjadi teks sejarah, melainkan hidup dan diimplementasikan dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai bangsa yang besar dan majemuk, kita harus terus mengingat dan mengamalkan Pancasila agar Indonesia tetap menjadi negara yang damai, adil, dan makmur. Pancasila bukan hanya sakti karena sejarahnya, tetapi karena nilai-nilai kemanusiaan dan persatuan yang terkandung di dalamnya relevan untuk sepanjang masa.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News