psikologi mengungkap kebiasaan makan disertai penggunaan gawai - News | Good News From Indonesia 2025

Psikologi Mengungkap Kebiasaan Makan Disertai Penggunaan Gawai

Psikologi Mengungkap Kebiasaan Makan Disertai Penggunaan Gawai
images info

Psikologi Mengungkap Kebiasaan Makan Disertai Penggunaan Gawai


Seberapa sering kawan menyantap makanan tanpa ditemani layar gawai, misalnya menonton YouTube, menggulir TikTok, atau sekadar memeriksa pesan yang sebenarnya tidak terlalu penting?

Di era digital, makan tanpa gawai kini terasa semakin jarang. Aktivitas makan yang sebelumnya identik dengan percakapan santai dan menikmati makanan, kini hampir selalu disertai penggunaan gawai.

Meskipun fenomena ini tampak sepele, sejumlah fakta menunjukkan bahwa kebiasaan ini perlu mendapat perhatian lebih. Dari perspektif psikologi, ada mekanisme yang menjelaskan mengapa kebiasaan ini terbentuk serta dampaknya terhadap pola dan interaksi sosial

Untuk memberikan pemahaman yang sistematis, mari kita telaah fenomena ini melalui beberapa fakta yang ada. Dengan pendekatan ini, tiap subtopik yang akan dibahas menjadi bagian dari alur cerita yang logis dan runtut, bukan sekadar potongan fakta yang berdiri sendiri.

1. Tren Penggunaan Gawai dan Media Sosial Media di Indonesia

Laporan We Are Social (2024) menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia rata-rata menggunakan gawai dengan selama 7 jam 22 menit dan menghabiskan 3 jam 11 menit per hari di media sosial. Angka ini berada di atas rata-rata global dan menempatkan Indonesia sebagai salah satu pengguna media sosial terlama di dunia.

Tidak mengherankan jika kebiasaan tersebut terbawa ke ruang makan, sehingga layar gawai hampir selalu hadir di meja makan. Fenomena ini menjadi konteks penting untuk memahami mengapa makan sambil menatap gawai kini begitu umum.

2. Perspektif Psikologi: Mengapa Kita Terdistraksi

Fenomena ini memiliki dasar psikologis yang kuat. Sebuah riset yang dimuat dalam Frontiers in Psychology (2019) menemukan bahwa makan sambil terdistraksi oleh layar membuat orang cenderung mengonsumsi lebih banyak makanan, karena sinyal kenyang tidak diproses dengan optimal.

Fenomena itu juga dikenal sebagai distracted eating yaitu penurunan kualitas pengalaman makan akibat perhatian terbagi. Kita tidak benar-benar merasakan tekstur, aroma, maupun cita rasa makanan. Aktivitas makan jadi cuma rutinitas biasa, tanpa benar-benar merasakan setiap suapannya

Beberapa teori menjelaskan hal ini:

  • Teori Atensi Terbatas (Kahneman, 1997): Kapasitas perhatian manusia itu terbatas. Jika sebagian fokus digunakan untuk menonton video atau menggulir media sosial, perhatian terhadap rasa kenyang akan berkurang.
  • Habit loop (Duhigg, 2012): Otak membentuk pola kebiasaan sederhana, makan (cue), membuka ponsel (routine), mendapatkan hiburan (reward). Pola ini lama-kelamaan membuat makan terasa tidak lengkap tanpa gawai.

Dari perspektif psikologi sosial, kebiasaan ini juga dimediasi oleh interaksi sosial. Konsep social proof membuat kita meniru perilaku sekitar. Jika semua orang di meja menatap layar, kita pun ikut tanpa sadar.

Sementara deindividuasi muncul ketika identitas sosial “tersembunyi”, sehingga interaksi sosial menurun dan keterhubungan emosional melemah. Selain itu, keterhubungan emosional (ingroup cohesion) melemah karena komunikasi verbal dan non-verbal tergantikan layar.

Selain itu, reward acak dari konten yang muncul di beranda kita tidak bisa ditebak terkadang bisa muncul konten lucu, cerita singkat, sampai konten menjengkelkan. Pola reward ini memicu dopamin, yang mendorong otak untuk terus mencari sehingga reward sehingga scroll menjadi sulit dihentikan bahkan saat makan.

3. Dampak Psikologis dan Sosial

Fenomena makan sambil menatap layar membawa sejumlah konsekuensi:

  • Menurunnya kesadaran diri (self-awareness): Mkarena perhatian terbagi antara makanan dan layar. Hal ini berkaitan dengan konsep mindfulness dalam psikologi.
  • Meningkatkan kecenderungan adiktif: Mebiasaan tersebut memperkuat pola habit loop yang melibatkan dopamin. Lama-kelamaan otak mengasosiasikan makan dengan kebutuhan membuka gawai, sehingga makin sulit dipisahkan
  • Mengurangi kualitas relasi emosional: Makan yang disertai bermain gawai dapat menimbulkan rasa keterasingan antar individu.
  • Munculnya ketergantungan psikologis: Makan tanpa gawai terasa “hampa”, menandakan adanya keterikatan psikologis yang kurang sehat.

4. Solusi: Mindful Eating

Psikologi menawarkan solusi sederhana namun cukup efektif, yaitu mindful eating. Pendekatannya adalah makan dengan penuh kesadaran, tanpa distraksi layar. Caranya bisa sesederhana mematikan notifikasi, menyimpan HP jauh-jauh, dan fokus menikmati rasa, tekstur, serta aroma makanan.

Saat makan bersama keluarga atau teman, komunikasi langsung sangat dianjurkan. Tatap mata, komentari rasa makanan, rasakan kebersamaannya. Latihan ini mengajarkan otak bahwa makan adalah kebutuhan tubuh sekaligus momen sosial, bukan sekadar hiburan.

5. Menjadikan Makan Sebagai Momen Penuh Kesadaran

Makan disertai bermain gawai adalah cerminan gaya hidup digital yang semakin melekat. Dari sisi psikologi, kebiasaan ini tidak muncul tiba-tiba, melainkan hasil dari mekanisme perhatian terbatas, pembentukan kebiasaan, dan dorongan reward acak dari media sosial.

Meskipun sudah menjadi fenomena umum, bukan berarti tidak bisa diubah. Dengan memulai dari satu kali makan tanpa penggunaan gawai bisa menjadi langkah pertama untuk mengembalikan meja makan sebagai ruang sederhana namun bermakna baik untuk tubuh, pikiran, dan hubungan sosial.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AS
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.