Kemapamanan ekonomi menjadi program prioritas banyak orang tua, tetapi hal itu tidak menjadi jaminan anak terlepas dari ganguan mental. Kemapanan kasih sayang seharusnya menjadi prioritas pertama dan utama untuk tumbuh kembang mental anak yang lebih baik.
Beberapa hari terakhir, saya mendapat banyak cerita dari istri tentang tumbuh kembang anak para kawan-kawannya yang amat sulit diatur. Khususnya anak usia 0—6 tahun. Bahwa anak-anak itu akan tantrum dan marah besar ketika tidak mendapat gawai dan internet.
Ketika saya coba teliti dengan menelisik cerita-cerita itu lebih dalam, rupanya kasuistik sekali. Namun, jika boleh digeneralisir, sebab utamanya adalah salah kaprah dalam menafsiri “kasih sayang” untuk anak.
Gambaran Pengetahuan Ibu Terhadap Masalah Gizi Kronis pada Status Gizi Anak dan Upaya Pencegahannya
Paparan Gawai dan Internet
Salah tafsir kasih sayang yang jamak dilakukan oleh orang tua adalah pemberian gawai pada anak-anak mereka. Setiap anak menangis dan menginginkan sesuatu misal jajanan atau semacamnya, tetapi tidak kesampaian, maka gawai dan internet adalah solusinya.
Dengan gawai dan internet semua jenis tantrum teratasi. Seperti obat mujarab yang bisa menyembuhkan segala macam penyakit. Namun, apakah betul, gawai itu obat yang berdampak bagus bagi tumbuh kembang anak atau justru bius sementara yang berbahaya bagi anak?
Tak bisa dipungkiri bahwa internet adalah sarana vital yang dipakai oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Mengutip laporan dari We Are Social and Meltwater, berjudul “Digital 2023: Indonesia”, jumlah pengguna internet di Indonesia hingga Januari 2023 telah mencapai 212,9 juta jiwa. Di tahun 2023 jumlah penduduk Indonesia mencapai 278,7 juta jiwa. Artinya 77% penduduk Indonesia memakai gawai atau internet.
Masih dari laporan yang sama, “Digital 2023: Indonesia”, menyebut bahwa pada tahun 2022 kepemilikan ponsel pintar penduduk Indonesia mencapai 99,4%, yaitu penduduk berusia 16—64 tahun setidaknya memiliki satu ponsel pintar.
Jumlah-jumlah itu akan bertambah secara eksponen seiring berjalannya waktu dan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia itu sendiri. Tentu amat tidak mungkin anak-anak dini tidak terpapar gawai dan internet sejak lahir di Bumi Pertiwi Indonesia.
UU Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan Disahkan
Mari kita lihat dari dari BPS tentang anak usia dini yang sudah bisa menggunakan gawai dan internet pada tahun 2022. Secara total, ada 33,44% anak usia dini di Indonesia menggunakan gawai. Dan 24,96% anak usia dini bisa mengakses internet.
Dalam laporannya BPS menambahkan catatan menarik, bahwa gawai untuk balita sebaiknya tidak diberikan akses sama sekali atau jika benar-benar diperlukan dibatasi hanya kurang dari 1 jam per hari.
Hal ini selaras dengan himbauan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menganjurkan pemakaian gawai untuk anak usia 2-4 tahun tidak lebih dari satu jam. Untuk anak yang lebih besar, disarankan tidak lebih dari dua jam. Dan untuk anak-anak usia di bawah 2 tahun seharusnya tidak memiliki waktu layar.
Mari kita lihat lingkungan di sekitar kita, betapa banyak anak usia dini mendapat akses gawai dan internet melampaui batas yang direkomendasikan para pakar. Apakah itu bentuk kasih sayang terhadap tumbuh kembang anak atau justru sebaliknya?
Salah Tafsir
Menurut Piprim Basarah Yanuarso, Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), pemakaian gawai berhubungan dengan mental atau emosional anak. Kecanduan gawai atau gim daring akan membuat anak mengalami sulit konsentrasi dan fokus, pengendalian diri buruk, penrunan kapasitas memori, serta kognisi sosial negatif.
Ditambah lagi ada sejumlah riset yang menunjukkan bahwa kecanduan gawai berdampak pada meningkatnya depresi, cemas, hingga bunuh diri. Apakah dengan memberikan gawai dan akses internet adalah wujud kasih sayang atau justru salah tafsir tentang kasih sayang yang terus berlanjut?
Saya tidak hendak memberikan nasihat atau semacamnya tentang teori mendidik anak yang baik dan benar. Namun, mari kita kembali membuka wawasan tentang bentuk kasih sayang seperti apa yang seharusnya diberikan kepada anak usia dini.
Bahwa salah satu upaya para orang tua untuk bekerja keras untuk meraih kemapanan ekonomi dengan harapan agar keluarga kecilnya kelak menjadi bahagia dan sejahtera adalah hal yang mulia. Namun harapan itu akan menjadi sia-sia apabila dalam praktiknya tidak selaras dan koheren dengan pandangan berkelanjutan tumbuh kembang mental anak.
Peran Penting Gizi Ibu dan Pola Asuh Anak dalam Mencegah Stunting di Daerah Lahan Basah
Saya dan istri punya komitmen terkait konsumsi gawai dan internet untuk anak kami yang masih berusia dini. Bahwa anak diperbolehkan melihat YouTube tidak lebih dari satu jam. Lalu apakah anak kami tidak tantrum? Tentu saja tantrum dengan menangis sekeras-kerasnya.
Apa yang kami lakukan? Ya, kita biarkan saja. Malah kami arahkan untuk menangis sekeras-kerasnya untuk melepas emosi si kecil karena tidak mendapat gawai dan internet. Setelah tangisnya reda baru kita berikan penjelasan tentang kenapa aturan tidak lebih dari satu jam dalam pemakaian gawai atau internet kami terapkan padanya.
Mungkin terkesan tega sekali karena membiarkan anak menangis. faktanya di lingkungan saya bahkan di keluarga besar hal itu dianggap sebagai sebuah “kekejaman”. Namun faktanya “kekejaman” itu berbuah baik.
Setiap kali diberi kesempatan untuk menggunakan gawai dan waktunya sudah habis, anak saya dengan senang hati dan legowo untuk selesai. Bahkan mengucapkan terima kasih.
Tentu trik ini tidak harus Kawan GNFI tiru. Masih banyak trik atau tips lain yang bisa diterapkan. Titik tekannya adalah jangan sampai kita salah tafsir tentang terapan pemberian kasih sayang itu kepada anak usia dini.
Maksud saya begini, pemberian fasilitas yang berlebihan kepada anak dengan upaya meraih kemampanan ekonomi justru sering kali berbanding terbalik dengan upaya orang tua untuk menciptakan kemapanan kasih sayang pada anak-anak mereka.
Ini soal urutan saja, bahwa priotas utama dan pertama adalah kemapanan kasih sayang, setelah tercapai bolehlah kita meraih kekayaan sebanyak-banyaknya. Hal itu, bisa kita terapkan dalam pemberian gawai dan internet pada anak-anak kita.
Sumber:
https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/pola-penggunaan-internet-pada-anak
https://databoks.katadata.co.id/demografi/statistik/f561c07efa4d0ce/hampir-separuh-anak-usia-dini-sudah-gunakan-hp-dan-mengakses-internet-pada-2022
https://databoks.katadata.co.id/demografi/statistik/f561c07efa4d0ce/hampir-separuh-anak-usia-dini-sudah-gunakan-hp-dan-mengakses-internet-pada-2022
https://goodstats.id/article/tingkat-kepemilikan-gawai-di-indonesia-terus-meningkat-tiap-tahunnya-bagaimana-catatannya-bTThL
https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/pola-penggunaan-internet-pada-anak
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News