ketika bahasa tak lagi membatasi ahmad yusuf dan misi silang id mewujudkan kesetaraan - News | Good News From Indonesia 2025

Ketika Bahasa Tak Lagi Membatasi : Ahmad Yusuf dan Misi SIlang, id mewujudkan Kesetaraan

Ketika Bahasa Tak Lagi Membatasi : Ahmad Yusuf dan Misi SIlang, id mewujudkan Kesetaraan
images info

Ketika Bahasa Tak Lagi Membatasi : Ahmad Yusuf dan Misi SIlang, id mewujudkan Kesetaraan


“Ayo masuk ke dunia tuli, coba aktif di dunia tuli karena kalian akan menemukan perspektif yang baru, unik, keren, dan menyenangkan. Bahasa isyarat itu indah dan keren loh,” ujar Ahmad Yusuf, CEO dan Founder Silang.id.

Ajakan itu disampaikan pada saat Ahmad Yusuf atau yang sering disapa dengan Mamang Ucup menjadi narasumber pada program Sign Talk melalui kanal Silang Youtube yang berada di bawah naungan Silang.id.

Dalam kehidupan sehari-hari kita hidup berdampingan dengan teman tuli, tetapi kita masih awam mengenai cara berinteraksi maupun memahami mereka. Sebagian ingin berinteraksi tetapi merasa kikuk. Sebagian ingin berkolaborasi tetapi takut mengusik ruang aman. Sebagian menganggap komunikasi dengan teman tuli hanya kewajiban keluarga, urusan komunitas tertentu. Ahmad Yusuf, anak dengar yang tumbuh di tengah keluarga tuli pun pernah merasakan keresahan tersebut.

Identitas sebagai CODA dan Keinginan Membangun Ruang

© Silang.id | Dokumentasi Tim Silang.id
info gambar

© Silang.id | Dokumentasi Tim Silang.id


Ahmad Yusuf lahir dan besar di Lampung. Ia seorang anak dengar yang tumbuh dengan seorang ibu, kakak, dua bibi, dan dua sepupu penyandang tuli. Namun kondisi tersebut tidak serta merta membuatnya fasih berbahasa isyarat, tinggal di daerah dan keterbatasan akses membuat ia dan keluarganya terbiasa berbicara hanya dengan gestur-gestur. Hal ini menyebabkan, sepanjang masa pertumbuhannya, Yusuf banyak mengalami kesulitan atas identitasnya sebagai CODA (Children of Deaf Adult). Salah satunya karena ia merasa terbebani oleh peran yang harus ia jalani, yaitu sebagai jembatan untuk ibunya berkomunikasi sehari-hari, kemudian tekanan akibat perbedaan cara berkomunikasi keluarganya yang berbeda dengan cara berkomunikasi umum sehingga menciptakan stigma—Yusuf merasa terjebak di dua dunia dan tidak punya ruang untuk diri sendiri.

Kesulitan itu berkembang menjadi jarak emosional. Ia sempat memilih meninggalkan rumah dan merantau, berharap bisa hidup sebagai 'orang pada umumnya' tanpa harus memikul tanggung jawab dan rasa bersalah karena menutup informasi bahwa ia memiliki keluarga penyandang tuli. Namun, dunia perantauan yang seharusnya menjadi agenda pelarian malah membuat Yusuf mulai menerima identitasnya sebagai CODA. Hal itu dimulai dari passion dalam berorganisasi menciptakan keinginan berkontribusi dan berdampak. Yusuf akhirnya menyatukan passion dan kegelisahannya selama ini bahwa jarak emosional yang terjadi antara ia dan keluarganya disebabkan oleh kurangnya aksesibilitas. Ia akhirnya membangun komunitas kecil yang menjadi wadah untuk teman tuli berkespresi.

Titik balik paling krusial dalam hidupnya terjadi ketika Yusuf harus menyaksikan kesulitan kakaknya sebagai penyandang tuli mengalami keterbatasan akses setelah menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi: penolakan di dunia kerja, informasi sulit, ruang ekspresi dan eksplorasi terasa sempit—hingga kakaknya mengidap masalah sikologis. Dari situ, Yusuf semakin meyakini bahwa masalah terbesar bukan terletak pada komunitas tuli, tetapi pada lingkungan sosial yang masih awam akibat belum tersedianya akses.

Bahasa Isyarat menjadi Gerbang Awal untuk Aksesisibilitas.

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), bahasa isyarat adalah bahasa yang tidak menggunakan bunyi ucapan manusia atau tulisan dalam sistem perlambangannya, melainkan menggunakan gerakan tangan, kepala, tubuh, dan ekspresi wajah untuk menyampaikan pesan dan berkomunikasi, terutama digunakan oleh teman tuli.

Perjalanan Yusuf fasih berbahasa isyarat dimulai ketika ia ingin menemani kakaknya dalam pencarian akses serta ruang untuk bisa berkespresi. Yusuf memilih keluar dari dunia perkuliahan dan bersama kakaknya, ia tinggal di sebuah sekolah asrama yang mengajarkan bahasa isyarat. Tempat tersebut mempertemukan keduanya dengan lebih banyak teman tuli yang mengalami persoalan serupa: minim akses komunikasi, keterbatasan dunia kerja, dan kurangnya ruang setara dengan masyarakat umum. Dua tahun ia habiskan, dari tidak tahu berisyarat kemudian belajar berisyarat sehari-hari hingga ia dan kakaknya fasih dan menjadi tenaga pengajar di sekolah tersebut. Tahun-tahun yang mengubah perspektif kakaknya bahwa kondisinya bukan sebuah keterbatasan pun mengubah perspektif Yusuf bahwa terlahir sebagai CODA adalah panggilan jiwa untuknya agar ia bisa menjadi jembatan—menjadi pencipta ruang untuk aksesibilitas.

Keresahan personal yang ia alami sebagai seorang CODA telah bertransformasi menjadi keinginan untuk memberikan solusi sosial, agar teman dengar dan teman tuli bisa setara, memahami, dan berkolaborasi.

Dari Komunitas menjadi Start Up

Ambisi Yusuf untuk bisa memberikan aksesibilitas membawanya membentuk Youth For Difabel (YFD), sebuah komunitas yang mempertemukan teman tuli dan teman dengar dalam ruang belajar bersama. Namun seiring berjalan waktu, Yusuf menyadari bahwa komunitas saja tidak cukup untuk menjawab kebutuhan jangka panjang, sebab komunitas hanya berdasarkan keinginan sosial membuat anggotanya tidak punya komitmen kuat. Ia sadar diperlukan wadah yang lebih sistematis, mandiri, dan berkelanjutan agar interaksi tidak berhenti sebagai kegiatan insidental. Dari titik itulah, gagasan merubah komunitas tersebut menjadi sebuah start up hadir. Yusuf kemudian menghubungi beberapa teman yang ia yakini memiliki visi dan misi sejalan untuk membentuk Silang.id.

Penghargaan SATU Indonesia Awards 2022

Platform Silang.id lahir dari keyakinan bahwa aksesisibilitas adalah jembatan memutus stigma dan merupakan tanggung jawab bersama, bukan orang atau komunitas tertentu saja. Bersama dua rekannya, Hady Ismawan dan Bagja prawira sebagai co-founder. Yusuf membangun Silang.id sebagai ekosistem kolaboratif yang menjadi ruang setara bagi teman dengan dan teman tuli. Atas kontribusinya dalam inovasi platform edukasi dan aksesibilitas Bahasa Isyarrat Indonesia, ia dianugerahi SATU Indonesia Awards di tahun 2022 pada kategori bidang teknologi dan perwakilan daerah DKI Jakarta.

Dampak Silang.id bagi Teman Tuli, CODA, hingga Teman Dengar

Melalui pelatihan BISINDO, layanan juru bahasa, pemberdayaan SDM teman tuli, hingga penyaluran kerja, Silang.id berhasil membawa perubahan nyata. Teman tuli kini memiliki ruang eksplorasi dan ekspresi. Teman tuli merasa bisa mengerti dan dimengerti sehingga mulai merubah ruang-ruang yang sebelumnya tidak ramah untuk mereka. Seorang CODA seperti Yusuf lebih mudah memahami identitas diri dan menemukan keberanian untuk mengakui identitas karena mereka bisa memahami tidak menebak-nebak. Disisi lain semakin banyak teman dengar yang ikut belajar dan terlibat di dunia teman tuli dan menyadari bahwa teman tuli dan teman dengar dapat setara dan berkolaborasi.

Perjalanan Ahmad Yusuf menjadi bukti bahwa proses dan bertumbuh dapat terjadi jika ada keberanian mengakui kesulitan dan keinginan menemukan penyelesaian. Penciptaan Silang.id menjadi bukti bahwa perbedaan bahasa tidak menjadi dinding pembatas, jika ada keberanian mengakui ketidaktahuan dan keberanian untuk memahami. Di tangan seorang CODA yang pernah merasa asing di rumahnya sendiri, kolaborasi antara tuli dan dengar menemukan bentuk yang setara—tanpa jarak, tanpa belas kasihan, dan tanpa batas. Inisiatif ini bukan hanya tentang aksesibilitas, tetapi tentang bagaimana kita sebagai masyarakat membuka ruang belajar, mendengar, dan berjalan bersama.

#kabarbaiksatuindonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AL
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.