Kopi, cairan berwarna hitam pekat dan memiliki rasa pahit yang berasal dari biji-bijian. Butiran biji kopi ini ternyata dapat menghidupi manusia. Dari situ lah mereka dapat mengakses pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan pokok lainnya.
Kopi menjadi komoditas yang dapat menggerakkan roda perekonomian di Desa Rendenao, Kecamatan Poco Ranaka Timur, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kopi menjadi sumber kehidupan bagi penduduk desa tersebut. Bahkan 90% masyarakatnya bermata pencaharian menjadi petani.
Melihat adanya potensi yang besar pada perkembangan komoditas kopi, PT Astra melalui Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) berkomitmen untuk mengembangkannya. Melalui yayasan ini Astra berfokus pada program pembinaan dan berupaya untuk perkembangan UMKM di Indonesia. Melalui pembinaan ini, petani lokal dibekali ilmu budidaya untuk meningkatkan kualitas panen.
Petani Kopi sebagai Mata Pencarian
Bukan tren baru bahwa masyarakat Desa Rendenao bergantung asa pada kopi untuk menghidupi mereka. Ketua Komunitas UMKM Kopi, Ferdinandus Gusti Bagung, mengungkapkan bahwa sudah sejak 1936 masyarakat Rendenao bermata pencarian sebagai petani kopi. Ada beberapa jenis kopi yang tumbuh di wilayah ini. Ada arabika, robusta, yellow, jurria, dan caturra.
Pekerjaan ini diwariskan secara turun-temurun, generasi ke generasi. Hanya saja, tidak ada ilmu atau pengetahuan khusus dalam prosesnya. Masyarakat hanya perlu memetiknya apabila sudah waktunya dan tidak butuh dipupuk.
Pembinaan kepada Para Petani Kopi
Potensi kopi di wilayah Desa Rendenao, Manggarai Timur, membuat PT Astra tergugah untuk melakukan program binaan. Desa ini juga menjadi salah satu dalam daftar Desa Sejahtera Astra (DSA) dengan melalui Yayasan Dharma Bhakti Astra.
Mulai Juni 2023, YDBA mempunyai misi untuk mendukung penguatan komitmen dan konsistensi petani kopi di Kabupaten Manggarai Timur, NTT. Melalui kontribusi ini, para petani diberikan bekal untuk menumbuhkan mentalitas pengusaha.
Sebelumnya, pihak Astra sudah melakukan riset terlebih dahulu sehingga memudahkan keberlangsungan program binaan. Beruntungnya, program ini juga diterima oleh para petani. Selama program berlangsung, mereka diberi bekal dari proses budidaya hingga paska panen dan pemasaran. Tercatat ada 21 petani yang ikut serta dalam program ini.
“Nanti Tuhan Tolong” adalah pola pikir yang dipegang oleh para petani pada awalnya dalam membudidayakan kopi. Mentalitas ini lambat laun berubah seiring berjalannya program pembinaan.
Bahkan, petani juga diberi kesempatan untuk melakukan benchmark terkait teknis budidaya dan manajemen produksi ke koperasi produsen kopi di Subang, Jawa Barat. Melalui hal ini, semangat dan mentalitas berwirausaha terbentuk di kalangan petani kopi Rendenao.
Komitmen dan Konsistensi adalah Kunci
Seperti ungkapan usaha tidak akan menghianati hasil, komitmen dan konsistensi para petani juga menghasilkan hasil produksi yang memuaskan. Kopi yang dihasilkan sekarang sudah memiliki kualitas yang terstandar. Selain itu, harga jual kopi pun sudah ideal tanpa ditetapkan oleh para tengkulak.
Hal yang paling penting dari program binaan ini adalah perubahan mentalitas para petani kopi. Petani tidak hanya tahu tentang menanam dan memanen, tetapi mereka juga harus memiliki jiwa wirausaha.
Meskipun masih ada banyak hal yang dapat dikembangkan dari seluruh program binaan tersebut, upaya ini sudah memberikan hasil yang cukup memuaskan.
Bertani tidak hanya bergantung pada alam saja. Pada proses budidaya juga diperlukan pengetahuan manajemen produksi untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Dari petani kopi Desa Rendenao kita belajar bahwa komitmen dan konsistensi dalam belajar dan bekerja dapat membawa kita menuju kehidupan yang lebih baik.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News