rumah pintar kampung berseri astra - News | Good News From Indonesia 2025

Rumah Pintar Sumatera Barat: Cerita Kebersamaan dari Kampung Berseri Astra

Rumah Pintar Sumatera Barat: Cerita Kebersamaan dari Kampung Berseri Astra
images info

Rumah Pintar Sumatera Barat: Cerita Kebersamaan dari Kampung Berseri Astra


Ada sebuah rumah panggung di Jorong Tabek, Solok, Sumatra Barat. Ukurannya tak besar, hanya 4x20 meter. Lantainya dari papan, tiangnya dari kayu. Dari luar, ia terlihat biasa saja, seperti rumah-rumah lain di kampung itu. Tapi siapa sangka, rumah ini adalah tempat di mana limbah disulap jadi anugerah, dan masa depan sebuah kampung diletakkan di atas meja-meja kayu sederhana.

Sebuah tempat yang barangkali terlalu sederhana untuk kerja-kerja besar yang ia lahirkan. Namun dengan semangat kebersamaan, tempat ini kini menjadi pusat inspirasi pengembangan ekonomi sirkuler di daerah setempat.

Jorong Tabek sendiri telah ditetapkan sebagai kampung binaan PT Astra International Tbk. Kehadiran Rumah Pintar ini tak lepas dari aliran dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan tersebut. Melalui program Kampung Berseri Astra (KBA), Astra mendorong lahirnya ruang bersama yang mengintegrasikan empat pilar pengembangan masyarakat: Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, dan Kewirausahaan.

Visi KBA sederhana sekaligus besar: mewujudkan wilayah yang bersih, sehat, cerdas, dan produktif. Ia lahir dengan semangat kolaborasi lintas sektor, menjangkau akar rumput, dan menumbuhkan kemandirian warga. Dengan filosofi yang senantiasa membersamai perjalanannya: memberdayakan, bukan mengambil alih peran masyarakat.

Dari Nira ke Gula, dari Limbah ke Kehidupan

Semua bermula dari pohon enau. Dari bunga yang dipukul pelan, meneteslah nira ke bambu penampung. Cairan manis itu kemudian dimasak hingga mengental, mengering, dan menjadi bubuk gula semut yang harum.

Dari dapur-dapur kecil milik 20 keluarga, lahir 10 sampai 20 kilogram gula setiap harinya. Jika pasar lebih ramah, jumlah itu bisa naik dua kali lipat. Gula semut Jorong Tabek punya ciri khas: berasal dari ketinggian lebih dari 1.500 mdpl, dengan suhu sejuk yang membuat kadar gulanya tinggi dan teksturnya halus.

Tapi yang menarik bukan hanya soal manisnya gula. Melainkan bagaimana mereka memperlakukan limbahnya. Limbah yang dulu dianggap sampah, kini jadi sumber daya.

Alih-alih dibuang percuma, ampas dan sisa nira dimanfaatkan untuk membudidayakan maggot. Larva-larva kecil ini kemudian dipakai sebagai pakan ikan di kolam milik desa. Bagi penikmat olahraga pancing, wisatawan dari luar daerah bahkan dikenakan biaya masuk. Dari kolam tersebut, warga bukan hanya memperoleh penghasilan sekitar Rp5 juta per bulan, tetapi juga menghadirkan keceriaan bagi anak-anak, menjadi hiburan bagi masyarakat, sekaligus membantu mereka yang membutuhkan biaya pendidikan maupun kesehatan.

Warga menabung bukan dengan rupiah, melainkan dengan limbah. Plastik, botol, dan sampah non-organik lain masuk ke bank sampah, dicatat dalam catatan sederhana dalam buku tabungan yang memastikan bahwa sampah bisa berubah jadi simpanan yang bisa diuangkan kapan saja.

Perempuan-perempuan yang Menjaga

Tak mungkin bicara soal Rumah Pintar tanpa menyebut ibu-ibu Jorong Tabek. Ada sekitar 90 orang penggiat ekonomi di sini, yang sebagian besar merupakan perempuan.

Di ruang yang dulunya hanya rak buku, mereka berkumpul. Membicarakan ide, mencoba resep, menghitung keuntungan, merencanakan wisata, bahkan sekadar saling menguatkan. Mereka bukan sekadar pengikut arus, melainkan motor yang menjaga roda ekonomi kampung tetap berputar.

Mungkin di kota orang membicarakan “circular economy” dengan istilah akademis yang rumit. Di Jorong Tabek, ibu-ibu itu sudah melakukannya tanpa banyak teori. Mereka mempraktikkan daur hidup yang adil: apa yang jatuh kembali diolah, apa yang tersisa kembali memberi makan.

Desa yang Membuka Pintu

Rumah Panggung itu lahir dari gotong royong pada 2019. Kini, ia bukan sekadar rumah pintar. Ia adalah pintu masuk ke dunia luar.

Ada 45 homestay yang siap menampung wisatawan. Ada perpustakaan budaya tempat anak-anak membaca cerita Minang. Ada diskusi-diskusi tentang ekonomi kerakyatan yang lebih mirip obrolan panjang di serambi rumah.

Jorong Tabek yang dulu relatif terisolasi kini terbuka. Bukan sekadar terbuka untuk turis, tetapi juga terbuka pada gagasan baru.

Dari keterbukaan itu, lahir dampak yang nyata: 20 anak muda dari desa ini bisa menempuh pendidikan hingga ke Jepang, berkat beasiswa yang sebagian dibiayai dari hasil ekonomi sirkular.

“Apa Bisa Kampung Kecil Mengubah Dunia?”

Ada yang mungkin sinis: apa gunanya semua ini? Hanya satu kampung kecil di lereng bukit, satu rumah panggung sederhana, beberapa kolam ikan, tabungan sampah, gula semut yang manis.

Bisakah itu menandingi derasnya arus pasar global, polusi industri, atau kesenjangan ekonomi yang menganga?

Kasri Satra, Ketua KBA Jorong Tabek sekaligus inisiator utama, punya jawabannya. “Kami mulai dari apa yang kami punya,” katanya. “Dari nira enau, dari limbah rumah tangga, dari botol bekas. Semua bisa jadi nilai ekonomi baru.”

Itu mungkin tak terdengar heroik. Tapi bukankah perubahan besar sering kali dimulai dari langkah kecil?

Rumah yang Menyala

Jika malam tiba, Rumah Pintar itu masih ramai: anak-anak membaca, ibu-ibu berdiskusi, bapak-bapak bercanda sambil menimbang hasil panen. Di luar, pohon-pohon enau berdiri tegak, seolah menjaga. Di dalam, cahaya lampu sederhana membuat papan-papan tua berkilau.

Rumah itu memang panggung—tempat masyarakat memainkan lakon baru: tentang ekonomi yang lebih bijak, gotong royong yang menemukan bentuk modern, dan harapan yang disulam dari limbah.

Di Jorong Tabek, limbah bukan akhir, melainkan awal menuju kehidupan yang lebih sejahtera. Perubahan pun tak selalu lahir dari gedung tinggi atau modal besar, tapi bisa berawal dari sebuah desa, dari sebatang enau, dan dari segenggam limbah yang diberi makna baru.

#kabarbaiksatuindonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

FM
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.