Namanya Friedrich Wendt, bocah kelahiran 2013 keturunan Indonesia-Jerman yang mencatatkan sejarah di dunia akademik Jerman. Saat masih berumur 10 tahun, Friedrich resmi menjadi mahasiswa jurusan Matematika di University of Muenster. Ia juga tercatat sebagai mahasiswa termuda dalam sejarah Jerman.
Saking ‘ajaibnya’, kampusnya menjuluki Friedrich sebagai “Our own Young Sheldon”—merujuk pada seseorang yang sangat pandai di bidang akademik. Ia juga anggota resmi Mensa Germany, sebuah komunias global individu dengan IQ tertinggi 2% di dunia.
Melalui asesmen yang dilakukan oleh ICBF (pusat riset internasional untuk anak jenius), Friedrich mampu mengungguli 100 persen anak seusianya dalam hal kecerdasan logis dan analitis.
Friedrich memperoleh darah Indonesia dari ibunya, Sylvia Wendt. Ibunya mengungkap, Friedrich selalu mendapat rekomendasi percepatan akademik tiap tahun, melompati dua sampai tiga tingkat sekaligus dalam setahun.
Terakhir, ia menyelesaikan tiga jenjang SMA dalam waktu kurang dari satu tahun. Young Sheldon ini juga langsung lolos di kelas pra-universitas dengan nilai sangat baik.
Bakat Alamiah Sejak Dini
Sylvia mengungkap ketertarikan Friedrich pada angka, alfabet, dan peta dunia mulai muncul sejak umur 18 bulan. Jika anak di usia tersebut umumnya akan lebih suka melihat mainan warna-warni yang menarik mata, Friedrich justru sebaliknya.
“Sejak Friedrich berusia 18 bulan, kami menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda dari Friedrich. Ia begitu tertarik dengan angka-angka, alfabet, dan peta dunia. Ia tidak begitu suka dengan mainan, tapi kalau ke toko, ia selalu minta dibelikan kartu-kartu alfabet atau angka-angka,” papar Sylvia pada GNFI.
Sylvia juga menjelaskan jika sang anak adalah seorang self-learner, di mana semua hal dipelajari oleh Friedrich seorang diri. Di umur dua tahun, Friedrich sudah mampu membaca buku dan membacanya di depan orang tuanya.
Sebagai orang tua, Sylvia dan suaminya memberi kebebasan apa pun yang diinginkan anak-anaknya. Tak ada paksaan, hanya dukungan dan kasih sayang penuh dari keluarga yang harmonis.
“Yang kami perhatikan, yang paling ia butuhkan hanyalah lingkungan keluarga yang tenang dan harmonis, situasi di rumah yang menyenangkan. Jika itu ia dapatkan, kemampuan kognitifnya bekerja sepenuhnya,” kata Sylvia.
Siswa SMA sekaligus Mahasiswa di University of Muenster
Kawan GNFI, meskipun sudah berkuliah di University of Muenster, Friedrich juga masih menjadi siswa sekolah menengah atas (SMA) di Schloß Buldern, Jerman. Saat ini, ia tengah mempersiapkan Abitur pra-universitas—persiapan ujian kelulusan.
Sylvia menjelaskan, Friedrich tengah mengambil kelas-kelas pilihan, tetapi essential atau penting di kampusnya, karena ada keterbatasan jadwal. Sistem pendidikan Jerman yang ketat mengharuskan Friedrich untuk tetap mengikuti beberapa mata pelajaran wajib.
Uniknya, meskipun harus membagi waktu antara kuliah dan sekolah, nilai akademik Friedrich di dua jenjang ini sangat memuaskan. Ini menunjukkan bahwa ia memiliki kemampuan akademik di atas rata-rata.
Semangat dan ketertarikannya di bidang matematika membuat guru, dosen, sampai profesornya kagum. Sang ibu juga menyatakan kemungkinan Friedrich untuk melanjukan pendidikannya ke jenjang magister setelah mendapatkan gelar sarjana nanti.
Gifted Child yang Pandai Linguistik
Selain pandai matematika, Friedrich juga memiliki kecerdasan linguistik. Friedrich dan keluarganya sempat tinggal di Amerika Serikat sebelum menetap di Jerman pada 2020. Bahasa Inggris menjadi bahasa yang ia pakai sehari-hari.
Pindah ke Jerman tentu mengharuskannya belajar bahasa baru. Namun, Friedrich tidak mengalami kendala dalam belajar bahasa. Ia bisa beradaptasi dengan sistem sekolah barunya dengan baik.
Tak berhenti di sana, Stefan Schrade, Kepala Sekolah Schloß Buldern, menyadari bakat alamiahnya di bidang bahasa. Schrade menawarkan program belajar bahasa Latin pada Friedrich. Saat ini, dua hingga tiga kali dalam seminggu, Friedrich mendapatkan kelas bahasa intensif dengan Schrade di ruang kepala sekolah.
“Sebenarnya waktu kami di Amerika Serikat, anak-anak hanya terekspos dengan bahasa Inggris dan sangat jarang sekali, hampir tidak pernah menggunakan bahasa Jerman, karena tidak ada yang berbicara bahasa Jerman di sana,” ungkap Sylvia.
Kisah Friedrich menunjukkan bahwa talenta muda bisa berkembang dengan baik saat mendapatkan dukungan dari keluarga dan lingkungan yang tepat. Sebagai anak keturunan Indonesia, perjalanan ciamiknya membawa harapan agar makin banyak generasi muda dengan ‘akar’ Indonesia bisa terus berkontribusi di dunia akademik internasional.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News