inilah kisah eko cahyono dan perpustakaan kelilingnya yang mengubah masa depan - News | Good News From Indonesia 2025

Inilah Kisah Eko Cahyono dan Perpustakaan Kelilingnya yang Mengubah Masa Depan

Inilah Kisah Eko Cahyono dan Perpustakaan Kelilingnya yang Mengubah Masa Depan
images info

Inilah Kisah Eko Cahyono dan Perpustakaan Kelilingnya yang Mengubah Masa Depan


Di tengah hiruk-pikuk modernisasi dan derasnya arus digital, masih ada sudut-sudut negeri yang bergulat dengan persoalan mendasar, yakni buta aksara. Namun, di Kabupaten Malang, harapan itu datang dalam wujud sederhana, seorang pria dengan semangat tak tergoyahkan dan rak-rak buku yang berpindah dari desa ke desa. Namanya Eko Cahyono.

Selama lebih dari 13 tahun, Eko telah mengabdikan dirinya untuk membangun dan mengembangkan Pustaka Anak Bangsa, sebuah gerakan literasi yang kini memiliki 26 perpustakaan tersebar di 35 desa di tujuh kecamatan. Ia bukan hanya membawa buku, tetapi juga membawa harapan, membuka pintu masa depan bagi anak-anak yang sebelumnya tak mengenal huruf.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), angka buta aksara nasional pada penduduk usia 15–59 tahun menurun dari 1,71% di tahun 2020 menjadi 0,92% di tahun 2024. Di Kabupaten Malang sendiri, angka buta aksara turun dari 1,54% menjadi 1,43% dalam periode yang sama. Penurunan ini tentu tidak lepas dari peran komunitas literasi seperti Pustaka Anak Bangsa yang bergerak langsung di akar rumput.

Apa yang dilakukan pria pegiat literasi tersebut bukan sekadar aktivitas sosial. Ini adalah bentuk cinta terhadap pendidikan, bentuk perlawanan terhadap ketidakpedulian, dan bentuk keyakinan bahwa setiap anak berhak untuk bisa membaca dunia. Meski sempat diremehkan dan dianggap membaca itu tidak penting, Eko tetap melangkah. Ia percaya bahwa literasi bukan hanya soal huruf, tapi tentang keberdayaan, tentang kemampuan seseorang untuk memahami, berkomunikasi, dan membuat keputusan yang bijak.

baca juga

Kini, buah dari kegigihannya mulai tampak. Anak-anak yang dulu tak mengenal huruf, kini bisa membaca buku cerita dengan lancar. Perubahan itu nyata, dan dampaknya meluas. Eko bukan hanya membebaskan buta aksara, ia sedang membebaskan generasi dari keterbatasan.

Melalui Pustaka Anak Bangsa, Eko telah menanam benih masa depan yang cerah. Generasi yang literat bukan hanya pandai membaca, tetapi juga mampu berpikir kritis, berdaya saing, dan menjadi agen perubahan. Inilah investasi paling berharga yang ia lakukan untuk bangsanya. Dengan membaca, anak-anak desa belajar berimajinasi, menulis mimpi, dan membangun kepercayaan diri.

Menurut penelitian Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2023, anak-anak yang terbiasa membaca sejak dini memiliki kemampuan kognitif dan bahasa yang lebih baik dibandingkan anak-anak yang jarang membaca. Mereka juga cenderung memiliki rasa percaya diri yang lebih tinggi dan kemampuan menyelesaikan masalah yang lebih baik di masa depan. Fakta ini sejalan dengan temuan di lapangan, di mana anak-anak binaan Pustaka Anak Bangsa mampu membaca lancar, berpikir kritis, dan lebih percaya diri berinteraksi dengan teman sebaya.

Penelitian lain yang dilakukan oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) mencatat bahwa sekitar 40% masyarakat Indonesia jarang membaca buku, dan minat baca masih rendah dibandingkan negara tetangga. Meskipun akses digital semakin luas, tidak semua wilayah memiliki infrastruktur teknologi yang memadai. Inilah yang membuat keberadaan pustaka keliling atau perpustakaan komunitas seperti yang dilakukan oleh Eko menjadi sangat vital.

Gerakan ini seolah mengingatkan kita bahwa literasi bukan hanya milik kota besar atau kalangan beruntung. Literasi adalah hak setiap anak bangsa. Saat akses membaca diperluas, maka jalan menuju kesetaraan pendidikan semakin terbuka. Inilah semangat yang ingin terus dijaga oleh Eko Cahyono dan para relawan di belakangnya.

Kisah hidup Eko Cahyono menjadi bukti bahwa perubahan besar bisa dimulai dari tindakan kecil. Dari satu buku, satu anak, dan satu desa, ia menunjukkan bahwa ketika hati terpanggil dan aksi dilakukan secara konsisten, maka literasi bukan lagi sekadar impian, melainkan kenyataan yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.

#kabarbaiksatuindonesia

baca juga

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NA
FA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.