Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada hari Selasa (23/9), secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2026 menjadi Undang-Undang. Pengesahan ini menjadi tonggak penting dalam arah kebijakan fiskal pemerintah, yang akan menjadi instrumen utama dalam menggerakkan roda perekonomian nasional di tahun mendatang.
Dalam proses pengesahan yang dipimpin oleh Ketua DPR RI, UU APBN 2026 disepakati dengan sejumlah postur makro, di antaranya pendapatan negara sebesar Rp3.153,58 triliun dan belanja negara mencapai Rp3.842,73 triliun. Anggaran ini dirancang tidak hanya untuk menjaga stabilitas fiskal, tetapi juga sebagai katalisator untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang kuat dan inklusif.
APBN disusun berdasarkan asumsi-asumsi dasar ekonomi makro yang mencerminkan optimisme dan kehati-hatian pemerintah terhadap kondisi ekonomi global dan domestik di tahun 2026. Pertumbuhan ekonomi dipatok pada kisaran 5,3 persen hingga 5,6 persen, sementara inflasi ditargetkan pada 2,5 persen.
Selain itu, nilai tukar rupiah diperkirakan stabil di Rp16.000 per dolar AS, dan harga minyak mentah Indonesia (ICP) dipatok US$77 per barel. Seluruh asumsi ini menjadi landasan bagi pemerintah untuk mengimplementasikan strategi pembangunan ekonomi yang bersarkan konsep 'Sumitronomics' yang fokus pada 3 pilar utama, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerataan manfaat pembangunan, dan stabilitas nasional yang dinamis.
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, dalam paparannya di hadapan sidang Paripurna DPR RI menjelaskan, pemerintah akan mengimplementasikan strategi pembangunan ekonomi yang disebut "Sumitronomics." Konsep ini terinspirasi dari pemikiran ekonom legendaris Indonesia, Sumitro Djojohadikusumo, yang menekankan pada pembangunan ekonomi yang seimbang dan berlandaskan pada tiga pilar utama.
"Untuk jadi negara maju strategi pembangunan Indonesia berbasis pada Sumitronomics yang berbasiskan 3 pilar utama yakni pertumbuhan ekonomi tinggi, pemerataan pembangunan dan stabilitas nasional yang dinamis," jelas Menkeu saat berpidato di rapat Paripurna DPR RI yang ditayangkan di YouTube DPR RI.
Pilar-pilar utama 'Sumitronomics' tersebut adalah:
1. Pertumbuhan Ekonomi yang Tinggi
Pilar pertama ini difokuskan pada upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi yang ambisius. Pemerintah menegaskan bahwa APBN 2026 akan berperan sebagai katalis bagi sektor swasta, yang menjadi motor utama penggerak ekonomi.
Dukungan ini diwujudkan melalui penguatan peran Danantara untuk investasi bernilai tambah tinggi, reformasi perizinan berusaha melalui PP Nomor 28 Tahun 2025, dan penempatan kas negara sebesar Rp200 triliun di bank Himbara untuk mendorong pertumbuhan kredit.
2. Pemerataan Manfaat Pembangunan
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak akan berarti tanpa adanya pemerataan yang adil. Oleh karena itu, pilar kedua menekankan pada distribusi manfaat pembangunan secara merata ke seluruh lapisan masyarakat.
Hal ini diwujudkan melalui delapan agenda prioritas yang menjadi fokus utama belanja APBN 2026, salah satunya adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan alokasi sebesar Rp335 triliun. Selain itu, pemerintah juga berkomitmen untuk meningkatkan transfer ke daerah (TKD), dari yang sebelumnya diusulkan sekitar Rp650 triliun menjadi Rp693 triliun, guna mendukung pembangunan yang merata.
3. Stabilitas Nasional yang Dinamis
Pilar ketiga menitikberatkan pada menjaga stabilitas ekonomi dan politik agar pembangunan dapat berjalan lancar. Stabilitas ini ditempuh dengan memperkuat sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter untuk meredam berbagai gejolak yang mungkin terjadi.
Sebagai kebijakan nyata untuk menjaga stabilitas fiskal, pemerintah berkomitmen untuk menurunkan target defisit APBN 2026 menjadi 2,29% dari PDB, jauh di bawah ambang batas yang ditetapkan dalam undang-undang. Tujuannya adalah menciptakan iklim usaha yang kondusif dan memberikan kepastian bagi investor untuk berinvestasi.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News