Pulau Pramuka yang merupakan bagian dari gugusan Kepulauan Seribu, kini hadir dengan wajah baru. Tidak hanya dikenal sebagai destinasi wisata bahari, pulau ini bertransformasi menjadi Kampung Berseri Astra (KBA), sebuah konsep pengembangan kawasan yang menggabungkan pelestarian lingkungan, pemberdayaan masyarakat, dan wisata berkelanjutan atau ekowisata. Terletak sekitar 40 kilometer dari Ancol, Jakarta Utara, Pulau Pramuka dapat diakses dengan dua moda transportasi laut: kapal tradisional dengan waktu tempuh kurang lebih dua setengah jam atau kapal cepat (speedboat) dari Muara Angke, maupun Dermaga Marina Ancol dengan waktu perjalanan sekitar satu jam.
Transformasi Sejak 2003
Perubahan wajah Pulau Pramuka dimulai sejak awal tahun 2000-an, khususnya sekitar 2003, ketika masyarakat bersama program KBA mulai serius menangani permasalahan lingkungan. Sebelum adanya program tersebut, kondisi pulau cukup memprihatinkan akibat praktik penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, buruknya sistem sanitasi, serta pengelolaan sampah yang belum teratur. Kesadaran kolektif terhadap kerusakan ini mendorong lahirnya inisiatif perbaikan melalui kegiatan konservasi, ekowisata, serta berbagai program sosial dalam bingkai KBA.
Sebagai informasi bagi kawan GNFI, Kampung Berseri Astra merupakan program berbasis komunitas yang digagas oleh Astra dengan tujuan menciptakan lingkungan tempat tinggal yang bersih, sehat, sejahtera, dan berkelanjutan. Program ini tidak hanya dijalankan di Pulau Pramuka, tetapi juga di berbagai wilayah Indonesia, dan terbukti memberikan dampak nyata bagi masyarakat.
Dampak Program KBA di Pulau Pramuka
Pelestarian Lingkungan dan Ekosistem Laut
Salah satu fokus utama program KBA adalah memperbaiki ekosistem laut dan pesisir. Upaya tersebut dilakukan melalui rehabilitasi terumbu karang dan penanaman mangrove. Penanaman mangrove berfungsi menahan abrasi, sedangkan pemulihan terumbu karang membuat kawasan bawah laut lebih sehat dan menarik bagi wisatawan yang gemar snorkeling ataupun menyelam. Selain itu, terdapat program konservasi penyu yang dikelola melalui penangkaran penyu sisik dan penyu hijau di wilayah Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Penyu-penyu tersebut dirawat hingga siap dilepas kembali ke laut. Keberhasilan program ini tidak hanya menjaga populasi penyu, tetapi juga menjadi indikator penting dari kesehatan ekosistem laut di kawasan tersebut.
Penanganan Sampah dan Pengelolaan Limbah
Masalah sampah yang sebelumnya menjadi tantangan besar kini perlahan mendapat solusi melalui kehadiran bank sampah dan penerapan teknologi modern. Misalnya, Lab Plastik dan Teknologi Pirolisis mengolah sampah plastik menjadi eco-brick dan bahan bakar solar. Program ini memungkinkan nelayan menukar 3 kilogram plastik dengan 1 liter solar untuk kebutuhan perahu mereka. Selain itu, sistem bank sampah sudah terdigitalisasi sehingga setiap transaksi dapat dipantau secara real time. Hal ini menciptakan efisiensi sekaligus transparansi dalam pengelolaan sampah di tingkat komunitas.
Peningkatan Kesadaran dan Literasi Lingkungan
KBA Pulau Pramuka juga mengembangkan wisata edukasi. Melalui program ini, wisatawan tidak hanya menikmati keindahan alam, tetapi juga ikut serta dalam kegiatan konservasi, seperti menanam mangrove, merawat terumbu karang, atau mengunjungi penangkaran penyu. Kegiatan semacam ini memberikan pengalaman langsung tentang pentingnya menjaga lingkungan laut. Selain wisata edukasi, telah hadir pula Rumah Literasi yang ditujukan bagi anak-anak dan komunitas setempat. Di sini, warga didorong untuk membaca, mendokumentasikan perubahan lingkungan, serta menciptakan konten berupa foto maupun video. Aktivitas ini sekaligus memperkuat identitas lokal masyarakat Pulau Pramuka.
Dampak Ekonomi Lokal
Dari sisi ekonomi, KBA membuka peluang baru bagi warga. Wisata konservasi menghadirkan sumber penghasilan tambahan, misalnya sebagai pemandu snorkeling, penyelam, atau pemandu tur mangrove. Selain itu, adanya program pertukaran sampah menjadi solar membantu nelayan mengurangi biaya bahan bakar sekaligus menjaga kebersihan lingkungan laut.
Tantangan yang Masih Dihadapi
Meskipun manfaat program KBA sangat besar, Pulau Pramuka masih menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah penanganan sampah yang belum sepenuhnya optimal. Dari estimasi sekitar 7 ton sampah yang ada, baru 2–3 ton yang berhasil dikumpulkan dan dikelola melalui sistem bank sampah. Selain itu, masalah sampah kiriman dari laut juga cukup pelik. Sampah ini biasanya datang bersamaan dengan arus atau banjir, sehingga sulit dipilah dan diolah. Hal ini menuntut kerja sama lebih luas, tidak hanya dari masyarakat Pulau Pramuka, tetapi juga dari wilayah sekitar.
Kesimpulan
Kawan GNFI, transformasi Pulau Pramuka menjadi Kampung Berseri Astra menunjukkan bahwa konservasi lingkungan dapat berjalan beriringan dengan pemberdayaan masyarakat serta pariwisata. Program-program yang telah dijalankan mulai dari rehabilitasi mangrove dan terumbu karang, konservasi penyu, pengelolaan sampah melalui bank sampah digital dan teknologi pirolisis, hingga literasi lingkungan bukan hanya menjaga kelestarian alam, tetapi juga membawa peningkatan kesejahteraan bagi warga setempat.
Harapannya, Pulau Pramuka dapat menjadi contoh inspiratif bagi pulau-pulau lain di Kepulauan Seribu maupun kawasan pesisir lainnya di Indonesia. Dengan mengedepankan wisata yang lestari dan masyarakat yang mandiri, pulau-pulau kecil di Nusantara bisa terus tumbuh menjadi ruang hidup yang sehat, produktif, dan tetap harmonis dengan alam.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News