Ada anak yang enggan berbicara, tetapi mulut mungilnya fokus merapalkan angka-angka pada plat kendaraan bermotor. Ada anak yang meluapkan amarah karena mengerjakan sesuatu yang rumit, tetapi ia menjadi tenang ketika melipat baju. Masih banyak keunikan pada anak yang kerap sulit kita pahami. Bahkan kita cenderung melewatkan karakteristik autisme yang mereka miliki, sehingga kita tidak mampu membersamai mereka.
Apa yang terjadi bila kita benar-benar mengabaikan mereka?
Ratih Hadiwinoto bersama Alvinia Christiany memutuskan untuk tidak mengabaikan situasi yang terjadi dan melibatkan anak-anak autis. Mereka sepakat untuk menyebarkan kesadaran akan pentingnya mengenali karakteristik autisme. Pada tahun 2017, Teman Autis resmi berdiri untuk memulai perjalanan edukasi kepada masyarakat demi menciptakan Indonesia ramah autisme.
Edukasi Autisme oleh Komunitas Teman Autis
Mengenal Teman Autis Lebih Dekat
Teman Autis tidak sekadar hadir menjadi komunitas. Melalui situs resmi temanautis.com, mereka membagikan informasi seputar autisme, termasuk kriteria umum pada anak-anak dan bagaimana orang tua dapat mengenali kriteria tersebut. Pentingnya mendeteksi ini bukan untuk merasa waspada. Setiap anak dengan autisme memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga cara penanganan pun juga bisa berbeda.
Pada usia perkembangannya, anak-anak autis secara umum memiliki kesulitan berkonsentrasi, menunjukkan perilaku repetitif atau melakukan sesuatu secara berulang-ulang, hingga memiliki masalah sensori tertentu. Ketidaktahuan orang tua akan ciri-ciri dasar ini memungkinkan anak tumbuh tana pendampingan yang tepat serta memperparah kondisi autisme.
Meskipun begitu, autisme bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan sepenuhnya. Kondisi ini menjelaskan gangguan neurologis seseorang yang diatasi dengan terapi sesuai tingkatan autismenya.
Berdirinya komunitas Teman Autis ini memberikan akses bagi para orang tua untuk mendapat informasi yang relevan dengan kondisi sang anak. Melalui situs resminya, orang tua tidak hanya mampu mengakses informasi seputar autisme, tetapi juga menerima fasilitas serta mengikuti program yang tersedia.
Dengan hadirnya Teman Autis di antara masyarakat, Ratih berharap adanya perubahan pola pikir yang melahirkan stereotip pada anak-anak autis.
Lahirnya Teman Autis sebagai Kegelisahan Terhadap Stigma
Stigma selalu berkaitan erat dengan pemikiran negatif terhadap sesuatu, seseorang, dan/atau kelompok masyarakat. Anak-anak autis pun tidak luput dari stigma yang menempel di kepala banyak orang. Bentuk pola pikir ini memancing kegelisahan dalam diri Ratih, sehingga ia menginginkan adanya ruang aman bagi anak-anak autis untuk berkembang selayaknya anak-anak lain.
Alvinia, co-founder Teman Autis, ikut menyoroti fenomena perundungan yang melibatkan anak-anak autis. Ia tidak hanya melihat mereka dikucilkan dan diabaikan, tetapi juga mendapati kata autis ikut menjadi cemoohan, seolah-olah autisme bisa dijadikan topik bercanda. Fenomena ini mendorong Ratih, Alvinia, serta rekan-rekan lain untuk menggeser stigma yang telah tersemat pada anak-anak autis.

Komunitas Teman Autis (Foto: instagram.com/temanautis)
Pada awal komunitas ini berdiri, mereka menamainya dengan Light It Up Project. Proyek ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat tentang kondisi autisme. Mereka menggaungkan suara melalui car free day dan seminar, mengingatkan masyarakat bahwa kondisi ini tidak pantas menjadi olok-olok. Kemudian, nama Light It Up Project bertransformasi menjadi Teman Autis.
"Kondisi autisme di Indonesia yang belum banyak diketahui membuat kita pengin sebarkan kesadarannya. Dengan mereka tahu apa itu autisme, individu autis jadi tidak dirundung lagi. Tujuan awal Light It Up adalah untuk meningkatkan kesadaran autisme," ujar Alvinia, seperti dilansir IDN Times pada Sabtu (26/11/2022).
Ragam Program dan Fasilitas Teman Autis
Berangkat dari keinginan mengedukasi, Teman Autis berkembang menjadi wadah yang memberikan manfaat melalui program dan fasilitasnya. Komunitas ini menjalani hubungan kemitraan bersama banyak pihak, seperti klinik, tempat terapi, hingga sekolah. Hal ini dilakukan demi mendukung perkembangan anak-anak autis serta menciptakan lingkungan inklusi bagi mereka.
Seperti yang diwartakan oleh Tempo, Mutiara Harapan Islamic School menjadi salah satu mitra yang berkolaborasi bersama Teman Autis dalam memberikan ruang bagi anak berkebutuhan khusus. Perwakilan-perwakilan dari sekolah juga turut hadir dalam berbagai agenda bersama komunitas ini, seperti seminar atau IG live.
Teman Autis meyakini bahwa edukasi yang baik untuk para orang tua akan mendukung perkembangan anak. Selain itu, anak-anak dengan autisme juga berkesempatan untuk memiliki lingkungan yang baik bagi tumbuh kembangnya bersama keluarga.
Komunitas yang telah berdiri selama 8 tahun ini juga menyediakan program Autis Berdaya bagi keluarga bertempat tinggal di Malang, Probolinggo, dan Blitar. Lewat program ini, Teman Autis akan menghubungkan orang tua dengan ahli profesional untuk berkonsultasi seputar autisme. Mereka tidak hanya menghubungkan keluarga dari kelas menengah ke atas, tetapi juga menjadi jembatan bagi para keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah.
Orang tua dengan anak autis juga bisa memanfaatkan fasilitas yang tersedia pada website temanautis.com. Salah satunya adalah Tes M-Chat. Tes ini dapat dilakukan secara daring dan gratis untuk mendeteksi kriteria autisme pada anak, terutama pada rentang usia 16-30 bulan. Namun gambaran risiko autisme pada anak bukan menjadi acuan utama dalam mendiagnosa kondisi ini.
Niat baik Teman Autis untuk merangkul keluarga-keluarga dengan anak autis mendapatkan apresiasi dari Semangat Astra Terpadu atau SATU Indonesia Awards 2022. Komunitas ini menerima penghargaan kategori kelompok di bidang kesehatan.
Penghargaan ini tentunya menjadi pemantik semangat bagi Teman Autis untuk tidak berhenti mengedukasi serta menghubungkan antara orang tua dan ahli profesional. Dengan begitu, orang tua mampu membersamai anak-anak dalam mendukung potensi mereka. “Ada anak autis yang lukisannya sudah dipamerkan di luar negeri. Orang tua harus melihat bakat anaknya, itulah pentingnya bertemu ahli,” kata Ratih, dilansir oleh Tempo.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News