Limbah makanan, baik berupa food waste maupun food loss, telah berkembang menjadi permasalahan global yang memengaruhi keberlanjutan hidup manusia. Setiap tahun, FAO melaporkan sepertiga pangan dunia berakhir sebagai sampah, termasuk lebih dari 20 juta ton dihasilkan Indonesia.
Timbunan limbah ini tidak hanya menekan kapasitas TPA, tetapi juga menghasilkan gas metana yang mencemari lingkungan. Kawan GNFI oleh karena itu, mengubah sisa makanan menjadi biogas menjadi pilihan strategis selain mengurangi limbah organik, juga menghadirkan peluang energi terbarukan yang lebih ramah bagi bumi.
Biogas adalah energi alternatif ramah lingkungan yang bisa membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Proses produksi biogas berlangsung melalui anaerobic digestion, sebuah mekanisme biokimia yang memanfaatkan bakteri anaerob fakultatif untuk menguraikan bahan organik dalam ketiadaan oksigen.
Desain penelitian ini berbentuk studi literatur dengan mengumpulkan dan menganalisis berbagai hasil penelitian terkait pemanfaatan sampah organik sebagai biogas. Serta di salah satu jurnal melalui beberapa tahapan yaitu persiapan bahan, pengolahan llimbah, fermentasi dalam kondisi anaerob, serta pengukuran volume yang dihasilkan, digunakan metode digester skala laboratorium, penelitia ini dilakukan pada suhu kamar dan pH netral. Volume biogas diukur setiap dua hari sekali menggunakan metode water displacement. Data produksi biogas ini difitkan menggunakan model linier, ekspnensial dan Gaussian (Shitophyta LM 2020).
Model kinetika produksi biogas dengan persamaan linier menunjukkan bahwa laju pembentukan biogas bertambah seiring bertambahnya waktu, kemudian mencapai titik maksimum, dan selanjutnya menurun secara linier hingga mencapai nol. Persamaan eksponensial menggambarkan bahwa laju produksi biogas meningkat secara eksponensial seiring bertambahnya waktu. Setelah mencapai puncaknya, produksi biogas berkurang secara eksponensial terhadap waktu hingga mencapai nol. Persamaan Gaussian diterapkan pada kenaikan dan penurunan produksi biogas (Shitophyta LM 2020).
Metode penelitian yang dilakukan Agustin L et al. 2024 menggunakan pendekatan kuantitatif dengan eksperimen sederhana. Sampel yang digunakan dibagi ke dalam dua kategori, yaitu food waste dan food loss.
Kategori food waste mencakup sisa makanan yang masih layak konsumsi dengan komposisi berupa 65% buah, 20% sayur, dan 15% makanan basah. Sementara itu, kategori food loss terdiri atas makanan yang sudah basi atau busuk dengan proporsi 25% buah, 55% sayur, dan 20% makanan basah.
Reaktor dibuat dari botol plastik 1,5 L yang dihubungkan dengan balon sebagai indikator gas yang dihasilkan. Proses degradasi berlangsung selama 4 hari di kondisi anaerob, dan hasil biogas diuji melalui pengamatan inflasi balon dan percobaan nyala api.
Dalam digester, proses penguraian bahan organik berlangsung melalui tiga tahap, yaitu hidrolisis, pengasaman (asidifikasi), dan metanogenesis.
Semua penelitian menunjukkan bahwa limbah makanan berpotensi menghasilkan energi terbarukan. Kemudian, bisa menjadi solusi pengelolaan sampah organik bekas makanan yang dapat mencemarkan lingkungan, bahkan berbahaya karena mengandung gas metana yang dapat meledak kapan saja.
Eksperimen memperlihatkan bahwa melalui degradasi bahan organik dalam kondisi anaerob, mikroorganisme menghasilkan gas metana sebagai sisa metabolisme utama yang berpotensi dijadikan energi ramah lingkungan.
Kehadiran mikroorganisme anaerobik mempercepat proses pemecahan substrat, yang kemudian bertransformasi menjadi biogas.
Penelitian membuktikan bahwa pemanfaatan sampah organik menjadi biogas memberikan berbagai manfaat. Biogas memiliki banyak kegunaan, dan para petani yang mengaplikasikannya dalam budidaya tanaman organik dapat meningkatkan produktivitas sekaligus pendapatannya.
Biogas ini sangat menguntungkan karena dapat digunakan sebagai pupuk organik, serta dapat diaplikasikan dalam industri energi seperti bahan bakar fosil, pembangkit listrik dan bisa juga sebagai bahan gas LPG untuk memasak.
Biogas memiliki berbagai potensi aplikasi di lingkungan juga, misalnya dapat membantu mengendalikan pertumbuhan gulma sehingga mengurangi penggunaan herbisida, mengurangi emisi bau tidak sedap, serta dimanfaatkan sebagai sumber energi.
Ayo, Kawan GNFI! Kita ubah limbah makanan menjadi hal yang lebih berguna menjadi zat yang sudah dijelaskan artikel di atas.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News