Haris Franky adalah pekerja industri kreatif Indonesia. Sebagai creator content, sejumlah konten menarik telah diciptakannya yang membuatnya dikenal di dunia media sosial.
Meskipun namanya tidak senyaring kreator konten kebanyakan, Haris Franky memiliki peran vital di balik layar dan panggung acara independen. Ia dikenal mahir memainkan musik dan pernah menjadi bagian dari berbagai proyek musik dengan sejumlah musisi.
Dengan ketekunan, ia mengembangkan kemampuannya di bidang lain, terutama videografi dan fotografi. Keterampilan ini membawanya ke posisi sebagai content manager di Froyonion, sebuah platform media kreatif. Di sana, ia bertanggung jawab mengelola kampanye untuk beberapa merek besar, menunjukkan bahwa ia mampu mengaplikasikan kreativitasnya ke dalam ranah yang lebih luas.
Bagi Haris Franky sendiri berkarya tidak bisa sembarang dan menuruti algoritma semata. Ia merasa penting menjadi pembeda dengan mengusung Autentisitas di atas segalanya.
Autentisitas di Atas Segalanya
Perang konten pada era internet sekarang ini begitu marak. Supaya bisa disaksikan banyak orang, banyak kreator konten menuruti algoritma internet agar kontennya bisa muncul otomatis dalam mesin pencarian.
Imbasnya, konten menjadi kurang autentik dan jauh dari nilai kekhasan. Hal seperti ini pun disayangkan oleh Haris Franky karena kebanyakan konten menjadi sama, tidak ada bedanya satu sama lain.
“Ngapain semuanya berwarna sama, kayak enggak seru sih. Jadi harus ngomong, harus vokal, harus autentik. Jalannya mungkin enggak cepat naiknya, tapi orang gampang ingat,” ucap Haris Franky kepada Good News From Indonesia dalam segmen GoodTalk.
Sebagai kreator konten, Haris Franky sendiri sadar dengan sisi keterbatasan para kreator dalam menciptakan konten. Namun, jika diminta memilih manut dengan algoritma atau autentisitas, ia lebih memilih jawaban yang terakhir.
“Autentisitas sih di atas segalanya kalau gue. Gue baca buku Rick Rubin judulnya The Creative Act. Dia selalu menyarankan apapun platform berkesenian lu, mulailah dari dalam jiwa lu, apa yang mau lu pantulkan ke dunia berisik ini,” ungkap pemuda berdarah Batak tersebut.
Band AI Bikin Gelisah
Adapun sebelumnya Haris gelisah dengan kemunculan musik gubahan dari band AI. Perkembangan kecerdasan buatan atau AI memang semakin di luar nalar. Semula hanya sebagai asisten mencari informasi, tetapi pelan-pelan AI mampu dalam segala hal dari menyusun teks, membuat gambar, sampai menggubah lagu. Tinggal beri perintah dalam kolom prompt pun simsalabim langsung jadi!
Bagi para pekerja industri kreatif yang memegang teguh proses kreatif secara mandiri pun mempertanyakan kualitas karya buatan AI. Tak jarang di antara mereka merasa pemakaian AI seperti menggeser nilai-nilai kemanusiaan saat berkarya.
Haris Franky sendiri tampak merasakan kegelisahan serupa setelah ia mendengarkan band AI. Menurutnya ada rasa kehampaan karena ia tidak menemukan isi sebenarnya dari lirik yang digubah oleh kecerdasan buatan tersebut.
“Pas gue dengerin tuh kayak lirik generik gitulah, enggak ada arti sama sekali. Kayak lo suruh satu perusahaan AI untuk mendeskripsikan sesuatu pasti seumum mungkin kan. Kalau bisa tidak menyinggung siapapun yang jadinya tidak ada pijakan standapoint moral dan nilai-nilai yang lo percaya. Jadinya hampa aja gitu,” ucap Haris Franky.
Musik karya band AI memang tetap bisa didengar dengan layak. Akan tetapi, Haris Franky menilai hasil musik dari bantuan AI fungsinya hanya untuk memecah kesunyian belaka.
“Jadinya buat suara bising doang, enggak menggerakkan sesuatu untuk melakukan sesuatu yang lu yakini,” ungkapnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News