acara perayaan masyarakat depok tempo dulu - News | Good News From Indonesia 2025

Acara Perayaan Masyarakat Depok Tempo Dulu dari Buku "Potret Kehidupan Sosial & budaya Masyarakat Depok Tempo Doeloe"

Acara Perayaan Masyarakat Depok Tempo Dulu dari Buku "Potret Kehidupan Sosial & budaya Masyarakat Depok Tempo Doeloe"
images info

Acara Perayaan Masyarakat Depok Tempo Dulu dari Buku "Potret Kehidupan Sosial & budaya Masyarakat Depok Tempo Doeloe"


Masyarakat Depok tempo dulu memiliki berbagai macam tradisi dan perayaan yang tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga memperkuat ikatan sosial antarkaum Depok. Tradisi tersebut mencerminkan kehidupan agraris, religius, serta akulturasi budaya yang berkembang di wilayah Depok.

Ada beberapa perayaan yang dicatat sekitar tahun 1934, yang dianggap cukup meriah karena acara perayaan ini diikuti oleh seluruh masyarakat di wilayah Depok dan sekitarnya. Mengutip dari buku berjudul "Potret Kehidupan Sosial & budaya Masyarakat Depok Tempo Doeloe" karya Yano Jonathans, berikut beberapa di antaranya: 

Sinterklaas

Perayaan sinterklaas diperingati setiap tanggal 5 Desember di Europeesche Lagere School. Hanya di sekolah inilah perayaan tersebut diadakan, karena di sekolah ini merupakan sekolah untuk bangsa Eropa dan gelijkgesteld (orang-orang yang statusnya disamakan dengan bangsa Eropa). 

Perayaan kedatangan Sinterklaas bagi anak-anak membawa perasaan gembira sekaligus takut. Sinterklaas hadir dengan janggut panjang, berpakaian merah, ditemani Zwarte Piet (pit hitam) yang berwajah dan berpakaian hitam, membawa sapu lidi serta karung berisi hadiah dan kacang.

baca juga

Dalam acara, Sinterklaas membagikan hadiah yang disiapkan orangtua dan membacakan nama anak nakal untuk ditegur, sementara Zwarte Piet menambah suasana menegangkan dengan sapunya.

Anak-anak tetap menyambut perayaan dengan antusias, yang biasanya dilanjutkan dengan lomba dan karnaval berhadiah. Menjelang perayaan, anak-anak meletakkan rumput di sepatu sebagai “makanan kuda Sinterklaas,” dan sebagai gantinya mereka menemukan hadiah di sana.

Pada akhirnya, ketika dewasa, anak-anak menyadari bahwa hadiah itu sebenarnya diberikan oleh orangtua mereka sebagai cara untuk memotivasi agar rajin belajar dan berperilaku baik.

Cornelis Chastelein dag

Salah satu perayaan penting bagi masyarakat Depok adalah peringatan hari Cornelis Chastelein yang diadakan pada 28 Juni, yang akrab disebut Chasteleindag atau Depokschdag. Kini, perayaan tersebut dikenal sebagai hari peringatan Jemaat Masehi Depok.

Dalam acara ini, hampir seluruh warga Depok dan sekitarnya turut serta. Upacara sederhana biasanya digelar di sekitar tugu peringatan Cornelis Chastelein di depan Gedung Gemeente Bestuur (Pemerintah Kota), yang bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan sekaligus mengenang jasa Chastelein bagi masyarakat Depok.

Perayaan ini tidak berhenti pada upacara saja, melainkan juga dipenuhi dengan berbagai hiburan rakyat. Masyarakat dapat menikmati acara panjat pinang, beragam perlombaan, hingga pagelaran seni seperti gamelan, pertunjukan band, musik keong, dan orkes keroncong.

Selain itu, suasana semakin semarak dengan hadirnya pedagang yang menjajakan aneka makanan khas Depok. Di antaranya terdapat ketan urap, nasi uduk, kue lapis, iwel, geplak, getuk, kue mangkok, uli singkong, sagon, hingga kue celorot yang dibungkus daun kelapa berbentuk keong.

Salah satu jajanan yang unik adalah kacang “gledek,” kacang goreng kering yang sangat keras sehingga ketika digigit menimbulkan suara seperti petir di kepala, membuatnya sulit dinikmati oleh orang tua yang ompong.

Selain kacang, makanan populer lainnya adalah keripik yang dibungkus daun pisang kering atau daun kelaras, dikenal sebagai kripik jaro. Nama ini berasal dari bentuk irisan keripik yang menyerupai pagar bambu (pager jaro). Keripik tersebut terkenal renyah, meskipun terkadang keras bila singkong yang digunakan kurang baik atau proses penjemurannya tidak sempurna.

Hingga tahun 1960-an, keripik ini masih dijajakan pada acara pernikahan, khitanan, maupun hiburan rakyat seperti lenong dan layar tancap di sekitar Depok, meskipun kini hanya dapat ditemukan di pasar tradisional dalam bentuk mentah.

baca juga

Perayaan Chasteleindag juga menjadi ajang berkumpulnya para kemit atau pekerja irigasi, yang dijamu bersama keluarga dalam tradisi makan bersama di meja panjang di sisi barat Gedung Gemeente sebagai bentuk penghormatan atas jasa mereka.

Ngubek Rawa

Ngubek Rawa merupakan tradisi tahunan masyarakat Depok yang selalu meriah dan dinantikan. Tradisi ini berupa kegiatan menangkap ikan di sekitar area pembakaran bata Lio.

Rawa tersebut menyimpan beragam jenis ikan, mulai dari gurame, tawes, gabus, lele, mujair, sepat, benter, hingga udang dalam berbagai ukuran, bahkan ada ikan yang sebesar paha orang dewasa. Menjelang hari pelaksanaan, warga Depok biasanya sudah mempersiapkan jala buatan sendiri dari benang katun nomor 24 bermerek “Kambing” atau “Gajah” yang dikenal kuat.

Jala tersebut dibuat dengan telaten menggunakan jarum bambu bernama “coban” dan kemudian direndam dalam rebusan kulit pohon salam agar lebih tahan lama.

Pengumuman mengenai pelaksanaan acara dilakukan Gemeente Bestuur dengan cara unik. Seorang pesuruh berkeliling pasar sambil memukul-mukul kaleng sebagai tanda, sembari mengumumkan waktu berlangsungnya Ngubek Rawa. Pada hari yang telah ditentukan, warga dari berbagai penjuru Depok berbondong-bondong menuju Rawa Besar dengan membawa perlengkapan masing-masing.

Semua kalangan, baik tua maupun muda, laki-laki maupun perempuan, turut serta. Mereka membawa berbagai alat tangkap tradisional, seperti jala lempar, tanggok, umbing (jaring berbentuk kerangka bambu), dan cerucuk.

Dalam pelaksanaannya, Rawa Besar dibagi menjadi beberapa petak yang dibatasi kisi-kisi bambu atau keré. Para peserta harus tetap berada di area petakan yang disewa sesuai jumlahnya.

Pihak Gemeente pun menetapkan tarif berbeda berdasarkan jenis alat tangkap yang digunakan, dan tersedia pula getek bambu untuk disewa guna memudahkan menangkap ikan di tengah rawa. Setelah kegiatan selesai, malam harinya diadakan hiburan rakyat berupa pertunjukan lenong atau topeng yang menambah kemeriahan suasana hingga larut malam.

Panen Raya

Panen padi menjadi momen besar bagi masyarakat Depok karena saat itulah lumbung-lumbung yang kosong kembali terisi dengan bahan pangan pokok. Panen biasanya berlangsung dua kali dalam setahun, yakni pada bulan April dan Oktober.

Suasana panen terlihat semarak sejak pagi, ketika pedati sapi beriringan menuju sawah yang hamparannya menguning siap dituai. Beberapa hari sebelumnya, aliran air sawah telah dikeringkan melalui pematang untuk memudahkan proses penuaian.

Proses panen dimulai ketika pemilik sawah hadir di lokasi dan memberi aba-aba. Pekerjaan ini umumnya dilakukan oleh kaum perempuan dengan menggunakan ani-ani untuk memotong padi. Mereka berusaha bekerja secepat mungkin karena hasil potongan akan menentukan besarnya bagian yang diterima.

Padi yang sudah dipanen diikat dalam bentuk gedengan lalu diangkut dengan pedati menuju Gedung Gemeente Bestuur. Sebelum ke sana, penggarap biasanya menjamu pemilik sawah dengan hidangan dari hasil pertanian sendiri, sekaligus membicarakan rencana musim tanam berikutnya, termasuk pola tanam padi dan palawija.

Setelah jamuan selesai, penggarap dan pemilik sawah berangkat bersama ke Gedung Gemeente Bestuur Depok di Kerkstraat. Berdasarkan aturan Gemeente, setiap pemilik sawah wajib membayar pajak atau tjoeke dalam bentuk padi, sedangkan hasil tanaman lain seperti buah-buahan, palawija, dan ikan tidak dikenai pajak. Aturan ini umumnya dipatuhi oleh masyarakat Depok, meskipun tetap ada sebagian kecil yang berusaha menghindarinya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MS
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.