bahasa pecok bahasa rendahan yang mencampur kosa kata belanda dengan melayu sampai jawa - News | Good News From Indonesia 2025

Bahasa Pecok, Bahasa ‘Rendahan’ yang Mencampur Kosa Kata Belanda dengan Melayu sampai Jawa

Bahasa Pecok, Bahasa ‘Rendahan’ yang Mencampur Kosa Kata Belanda dengan Melayu sampai Jawa
images info

Adakah Kawan GNFI yang pernah mendengar tentang bahasa Pecok? Bahasa Pecok yang disebut juga dengan Pece, Pecoh, Pecuk, Pecu, Petjoh, atau Petjoek, merupakan variasi bahasa Belanda yang kosa kata, pengucapan, dan aturan tata bahasanya dipengaruhi oleh bahasa Melayu, Jawa, atau bahasa lokal lain.

Bahasa ini digunakan di abad ke-19 sampai paruh pertama abad ke-20 di Hindia Belanda. Saat ini, bahasa Pecok sudah sangat langka dan terancam punah karena penuturnya semakin sedikit.

Melalui ethnologue, penggunaan bahasa Pecok sekarang kemungkinan hanya dipakai oleh para lansia keturunan Belanda. Bahasa ini juga tidak diajarkan di sekolah.

Apa Itu Bahasa Pecok?

Menyadur dari buku Toponimi Jakarta Barat, bahasa Pecok adalah bahasa Melayu-Belanda yang berkembang di komunitas keturunan Belanda. Bahasa ini ditandai dengan dua hal, yaitu penuturnya yang berbahasa Belanda dengan struktur bahasa Melayu dan percampuran kata dalam bahasa Belanda-Melayu pada satu kalimat.

Dituliskan jika tokoh yang dikenal mengembangkan bahasa Pecok adalah Jan Johannes Theodorus Boon alias Tjalie Robinson, orang Indo (Eropa-Hindia Belanda) yang pernah tinggal di Indonesia. Ia juga merupakan sosok di balik festival tahunan kultur Indo di Belanda—Pasar Malam Tongtong.

Sebagai seorang penulis, ia banyak menerbitkan tulisan yang dimuat di berbagai surat kabar dan majalah. Salah satu karangannya yang menyelipkan banyak bahasa Pecok adalah Piekeraans van een straatlijper yang berarti Pikiran Seorang Tukang Kluyuran.

Secara keseluruhan, tulisan itu berisikan tentang situasi ekonomi, politik, dan posisi sosial masyarakat Indo di Batavia.

Bahasa Pecok termasuk dalam bahasa kelompok. Artinya, bahasa ini hanya dituturkan oleh orang Indo dalam kelompok mereka saja. Uniknya, bahasa Pecok dulu lebih sering dituturkan oleh anak laki-laki di jalanan dan jarang dipakai anak perempuan. Ini dikarenakan anak perempuan umumnya dididik lebih ketat.

Mengapa Banyak Diaspora Maluku di Belanda?

Bahasa ‘Rendahan’ Orang Indo

Kawan GNFI, dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Bakti Supriadi dari Universitas Indonesia, bentuk tertua dari bahasa Pecok adalah variasi Betawi dari Melayu-Belanda. Lalu, ada juga jenis lain yang dipakai di Semarang yang disebut Javindo serta percampuran bahasa Belanda-Jawa di Surabaya yang disebut Petjo.

Konon, kata pecok didefinisikan sebagai petjoescheldnaam voor de minste soort van kleurlingen. Istilah ini mengacu pada orang Indo yang berasal dari lingkungan miskin dan pendidikan rendah. Bahasa Pecok juga digunakan sebagai bahasa pergaulan tentara Belanda dengan penduduk asli.

Lebih lanjut, terdapat literatur yang mengatakan bahwa istilah pecok adalah kata dalam bahasa Jawa yang mengacu pada burung. Hewan ini dianggap membawa malapetaka.

Kata pecok juga digunakan oleh orang Eropa untuk mengejek keturunan Indo, seperti hé petjoh yang berarti anak nakal. Di zaman kolonial, istilah ini turut dipakai rakyat Indonesia untuk memanggil orang Indo dari kelas rendah dengan sebutan Landa Pecuk atau Indo jelata.

Artikel ilmiah milik Annisa Nurani Fatimah dan Pradipto Niwandhon dalam jurnal Verleden menjelaskan, orang Belanda memandang bahasa Pecok sebagai bahasa rendahan karena melanggar kaidah bahasa Belanda. Kaum Indo yang memakai bahasa Pecok nampak sangat pribumi karena dialek dan logatnya cenderung mirip dengan bahasa Jawa dan Melayu.

Bahasa Pecok umumnya diucapkan oleh anak-anak keturunan Indo yang tidak mengenyam pendidikan Barat. Namun, ada juga anak-anak Belanda totok (asli) yang berbicara bahasa Pecok karena dipengaruhi oleh pola pengasuhan pembantu pribumi mereka.

Demi mencegah anak-anak Belanda totok makin fasih berbahasa Pecok, orang tua mereka mulai enggan memakai jasa pengasuh pribumi. Orang tua cenderung memilih untuk memberikan les bahasa Belanda dan bahasa lain, seperti Jerman, Inggris, dan Prancis. Bahkan, gurunya pun didatangkan jauh-jauh dari Eropa.

Sejarah Gelar Haji di Indonesia, Warisan Kolonialisme Belanda?

Contoh Bahasa Pecok

Mengambil dari tulisan milik Bakti Supriadi, berikut adalah contoh bahasa Pecok yang ada di karya sastra zaman dahulu:

  • Fanwaar rokok-nja Ntiet?: Dari mana rokoknya Ntiet?
  • Kleren njang di-wassen door die frouw: Pakaian yang dicuci oleh wanita itu
  • De water, njang stromen sachjes: Air, yang mengalir perlahan

Kawan GNFI, bahasa Pecok bisa ditemukan di karya sastra lawas, terutama puisi dan pantun. Lebih dari itu, ada juga lagu yang menggunakan bahasa Pecok.

Salah satu karya populer dengan bahasa Pecok di dalamnya adalah lagu geef mij maar nasi goreng yang dipopulerkan oleh Wieteke van dort, aktris dan penyanyi keturunan Indo yang lahir di Surabaya dan tinggal di Belanda.

Kawan GNFI, berakhirnya kekuasaan Belanda yang kemudian digantikan oleh Jepang membuat penggunaan bahasa Pecok semakin tergerus. Besar kemungkinan jika bahasa ini sudah sangat jarang diucapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh keturunan Indo di Belanda maupun Indonesia.

Multatuli, Penulis Belanda yang Membuka Mata Dunia tentang Penjajahan di Indonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Firda Aulia Rachmasari lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Firda Aulia Rachmasari.

FA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.