Nama Adi Soemarmo Wiryokusumo mungkin tidak sepopuler tokoh pahlawan lain dalam buku sejarah, tapi kiprahnya sangat penting dalam dunia penerbangan Indonesia. Dikutip dari laman Wikipedia.org, beliau lahir pada 31 Maret 1921 di Blora, Jawa Tengah. Sejak muda, Adi Soemarmo tertarik dengan dunia teknik dan komunikasi, yang pada akhirnya membawanya terjun dalam bidang penerbangan.
Pada masa Revolusi Kemerdekaan, keberadaan komunikasi udara sangat vital. Pesawat membutuhkan jalur komunikasi yang andal untuk bisa menjalankan misi perang maupun diplomasi. Adi Soemarmo tampil sebagai sosok yang menguasai bidang ini.
Ia berperan besar dalam merintis Sekolah Radio Telegrafis Udara, sebuah lembaga pendidikan yang menjadi cikal bakal komunikasi udara militer Indonesia. Dari sinilah lahir banyak tenaga terlatih yang membantu memperkuat Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI).
Selain sebagai pendidik, Adi Soemarmo juga aktif terlibat dalam misi penting. Salah satunya adalah menjadi operator radio pesawat Dakota VT-CLA, pesawat legendaris yang digunakan untuk mengangkut bantuan internasional. Sayangnya, misi tersebut berakhir tragis.
Gugur dalam Misi Kemanusiaan
Tanggal 29 Juli 1947 menjadi hari yang tak terlupakan dalam sejarah penerbangan Indonesia. Pesawat Dakota VT-CLA yang ditumpangi Adi Soemarmo beserta sejumlah perwira AURI ditembak jatuh di Dusun Ngoto, Bantul, Yogyakarta. Pesawat itu sebenarnya sedang membawa obat-obatan dari Palang Merah Internasional, sebuah misi kemanusiaan yang seharusnya mendapat perlindungan.
Namun, Belanda menembaknya dan menyebabkan seluruh awak pesawat gugur, termasuk Adi Soemarmo. Saat itu, usianya baru menginjak 26 tahun. Meski singkat, hidupnya penuh dengan dedikasi, keberanian, dan pengabdian.
Atas jasa-jasanya, pemerintah Indonesia kemudian menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional pada 9 November 1974 melalui Keputusan Presiden Nomor 071/TK/1974. Gelar ini tidak hanya simbol penghormatan, tetapi juga pengingat bahwa perjuangan bangsa tidak lepas dari pengorbanan anak-anak mudanya.
Bandara Panasan Berubah Nama
Setelah wafatnya Adi Soemarmo, namanya kemudian diabadikan sebagai nama salah satu fasilitas strategis di Jawa Tengah, yaitu Bandar Udara Adi Soemarmo. Awalnya, bandara ini dikenal dengan nama Pangkalan Udara Panasan karena terletak di kawasan Panasan, dekat Surakarta.
Dengan berjalannya waktu, pangkalan udara tersebut berkembang menjadi pusat penerbangan yang melayani fungsi ganda: militer sekaligus sipil. Pergantian nama menjadi Lanud Adi Soemarmo tidak hanya sekadar formalitas, melainkan juga bentuk penghormatan yang dalam terhadap jasa perintis Angkatan Udara tersebut.
Kini, bandara tersebut lebih dikenal masyarakat luas sebagai Bandara Solo atau Bandara Adi Soemarmo. Kehadiran namanya seakan menjadi pengingat bahwa fasilitas modern yang digunakan saat ini berdiri di atas sejarah perjuangan dan pengorbanan para pahlawan.
Bandara Adi Soemarmo bukan sekadar simbol sejarah. Dalam perkembangannya, bandara ini telah menjelma menjadi salah satu pintu masuk penting ke wilayah Solo Raya dan Jawa Tengah bagian selatan. Terminal baru dibangun untuk meningkatkan kenyamanan penumpang, sekaligus memperkuat posisinya sebagai gerbang udara yang representatif.
Selain itu, bandara ini memiliki arti penting bagi sektor pariwisata dan ekonomi daerah. Wisatawan yang hendak berkunjung ke Solo, Yogyakarta, atau kawasan sekitar sering menjadikan bandara ini sebagai titik awal perjalanan. Hal ini membuat keberadaan Bandara Adi Soemarmo semakin vital, tidak hanya untuk transportasi tetapi juga sebagai penopang aktivitas ekonomi lokal.
Menariknya, pada 25 Agustus 2025, bandara ini kembali ditetapkan sebagai bandara internasional setelah sebelumnya sempat kehilangan status tersebut. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 37 Tahun 2025 resmi mengembalikan status internasional, membuka peluang lebih besar bagi Solo untuk menjalin konektivitas global.
Makna Simbolis Nama Adi Soemarmo
Mengabadikan nama Adi Soemarmo pada sebuah bandara memiliki makna yang lebih dari sekadar mengenang jasa seorang pahlawan. Nama itu adalah simbol keberanian, pengorbanan, dan dedikasi. Penumpang yang datang dan pergi melalui bandara ini seakan diingatkan bahwa di balik kenyamanan fasilitas modern, ada kisah perjuangan yang tak boleh dilupakan.
Adi Soemarmo bukan hanya tokoh militer, melainkan sosok yang membangun dasar penting bagi dunia penerbangan Indonesia. Kecintaannya pada ilmu komunikasi udara, keberaniannya menjalankan misi berbahaya, serta pengorbanannya di usia muda, membuat namanya abadi dalam sejarah bangsa.
Kisah hidup Adi Soemarmo menunjukkan bahwa perjuangan untuk kemerdekaan tidak hanya dilakukan di medan perang darat, tetapi juga di udara. Dedikasinya dalam mendirikan Sekolah Radio Telegrafis Udara dan keberaniannya dalam menjalankan misi kemanusiaan menjadikannya sosok yang patut dihormati.
Dengan namanya terukir di Bandar Udara Adi Soemarmo Solo, generasi saat ini dan mendatang dapat mengenang jasa seorang pahlawan muda yang rela berkorban demi bangsa. Bandara ini bukan hanya infrastruktur transportasi, tetapi juga monumen hidup yang menjaga warisan sejarah perjuangan Indonesia.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News