baltasar klau nahak perpustakaan keliling agape dan apresiasi satu indonesia awards 2024 - News | Good News From Indonesia 2025

Baltasar Klau Nahak, Perpustakaan Keliling Agape, dan Apresiasi SATU Indonesia Awards 2024

Baltasar Klau Nahak, Perpustakaan Keliling Agape, dan Apresiasi SATU Indonesia Awards 2024
images info

Pandemi Covid-19 pada 2020 telah membekukan banyak aktivitas, termasuk kegiatan komunitas yang biasanya hidup di tengah masyarakat. Namun, di balik keterhentian itu, di tangan seorang pemuda Papua bernama Baltasar Klau Nahak, lahirlah satu gerakan pendidikan mulia, Perpustakaan Keliling Agape namanya.

Yang menarik, nama Baltasar berarti malaikat penolong dan Klau adalah bunga khas dari kampung. Seperti namanya, ia juga menjelma sebagai penolong bagi anak-anak Papua.

Di sebuah kantin kampus ternama di Yogyakarta, siang itu, Baltasar dengan kemeja berwarna biru kelabu tersenyum lebar saat disinggung soal Agape. Raut bangga terpancar dari matanya. Sembari menghadap ke arah deretan gedung perkuliahan, ia mulai bercerita.

Kak Ball, begitulah Baltasar biasa dipanggil, berkunjung ke sebuah kampung dan mendapati anak-anak di sana haus bacaan, tetapi fasilitas literasi sangat terbatas. Ia teringat bahwa dirinya mempunyai banyak buku cerita di rumah.

Dharma Sucipto hingga SATU Indonesia Awards 2012, Tumbuhkan Sadar Jajanan Sehat dari Gresik

Momen itu menggugah hatinya. Ia berpikir, “Ini sesuatu yang perlu kita gerakkan, sesuatu yang bisa berdampak bagi kampung ini.”

Berangkat dari kesadaran tersebut, Baltasar mulai membawa buku-bukunya ke kampung dan membacakan cerita untuk anak-anak. Dari aktivitas kecil itu, ide membentuk komunitas muncul.

“Mari, kita buat sebuah komunitas yang bisa merangkul anak muda, agar mereka juga bisa jadi agen perubahan,” katanya. Maka lahirlah Perpustakaan Keliling Agape pada 5 November 2020.

perpustakaan AGAPE Papua
info gambar

Perpustakaan Agape, dari Bertiga hingga Bertahan Sendiri

Awalnya, hanya Kak Ball bersama dua rekannya yang mengelola kegiatan ini. Mereka mengadakan kelas baca rutin setiap akhir pekan, dilanjutkan bermain bersama. Namun, seperti halnya kehidupan, perjalanan juga tidak selalu mulus. Setahun kemudian, kedua rekannya memilih mundur. 

Ujian lebih besar datang pada 2021, ketika banjir melanda dan merendam hampir seribu koleksi buku di perpustakaannya. Hanya sekitar seratus buku yang tersisa, itu pun karena disimpan di tempat lebih tinggi.

“Saya sempat berpikir, mungkin ini isyarat dari semesta untuk berhenti,” ujarnya dalam wawancara.

Namun, keajaiban justru datang ketika Baltasar membagikan kabar musibah banjir itu di media sosial. Dukungan berdatangan dari berbagai pihak. Bahkan, Perpustakaan Nasional mengirimkan 1000 buku baru sekaligus lemari penyimpanan. Teman-teman komunitas dari Jakarta, Jogja, hingga Aceh pun ikut menyumbang.

“Dari situ saya sadar, semesta justru ingin saya melangkah lebih besar lagi,” kenangnya.

Sejak 2022, Agape kembali bangkit dengan kekuatan baru. Lebih dari 20 relawan bergabung, menjangkau hingga 20 kampung di Papua dan Papua Barat Daya, dengan 8 kampung menjadi titik rutin kunjungan.

Koleksi buku yang dibawa lebih fokus pada cerita anak-anak, terutama karya-karya bernuansa daerah. Meski begitu, novel untuk remaja dan orang dewasa juga tetap tersedia, karena antusiasme membaca tidak hanya datang dari anak-anak.

Elmi Sumarni Ismau dan GARAMIN NTT untuk SATU Indonesia Awards 2021, Perjuangkan Inklusi Disabilitas

“Besok Ada Lagi Tidak?”

Perpustakaan AGAPE Papua (dokumentasi pribadi Baltasar Klau Nahak)
info gambar

Kini, Agape berkembang bukan hanya sebagai gerakan literasi, tetapi juga peduli lingkungan. Ada beberapa program utama yang berjalan secara konsisten, di antaranya Eco-Literacy Camp, pembuatan ecobrick dan kompos, pelestarian pohon, hingga Aksi Muda Jaga Iklim.

Bagi Baltasar, kegiatan ini memperlihatkan filosofi Agape, di mana pendidikan dan lingkungan berjalan beriringan. Anak-anak tidak hanya belajar membaca, menulis, dan berhitung, tetapi juga diajak peduli terhadap Bumi yang mereka tinggali.

Ditanya bagaimana respon masyarakat soal programnya, “Mereka sangat positif dengan kegiatan kami. Mereka bilang kepada saya: ini anak-anak kami, ada orang-orang yang mau mengajar, mau peduli, kenapa kami harus melarang?” cerita Ball sembari memeluk diri.

Bentuk terima kasih masyarakat pun sederhana, tetapi tulus. Ketika relawan selesai kegiatan, warga kerap memberikan papeda, pisang, sayur-sayuran, atau ajakan untuk makan bersama.

“Kami dulu pernah membuat Literacy Camp dengan total peserta 150 orang. Selain banyak memberikan sayur mayur dan makanan, para orang tua dan warga setempat sampai membantu mengambilkan air dari sumber sejauh 200 meter, sebab air kami belum ada pompanya. Mereka juga mendirikan tenda, hingga menjaga keamanan selama kegiatan berlangsung.” Suara Baltasar tampak bergetar karena menahan haru.

Pertanyaan yang kerap muncul dari anak-anak hanyalah satu: “Besok ada lagi tidak?” membuat Ball merasa terpanggil untuk selalu kembali.

Perjuangan Kak Ball dengan Agape juga tidak berhenti di ranah lokal. Sejak berdiri, Ball mengaku selalu mendaftarkan Agape ke SATU Indonesia Awards. Butuh waktu 4 tahun hingga akhirnya pada 2024, Agape berhasil masuk Top 4 kategori Pendidikan dan mendapatkan program bimbingan dari Astra.

Kini, kolaborasi dengan Astra masih terus berlanjut, khususnya di bidang kepemudaan dan pendidikan.

Dari Lebah untuk Negeri: Helena Hia Tukan dan Rumadu Raih SATU Indonesia Awards 2021

Tantangan dan Harapan

Perpustakaan AGAPE Papua (dokumentasi pribadi Baltasar Klau Nahak)
info gambar

Berbicara soal tantangan Agape, Ball mengatakan mengakui bahwa dana memang jadi kebutuhan agar program terus berjalan. Namun, bukan penghalang utama, melainkan juga soal transportasi, fasilitas, dan juga kurikulum pendidikan di Indonesia yang perlu disesuaikan lagi.

Ia menyontohkan, untuk menuju satu kampung, bisa butuh waktu hingga dua jam melewati jalan yang sulit. Relawan biasanya iuran Rp50.000–Rp100.000 untuk menutup biaya program dan menyediakan makanan bergizi bagi anak-anak.

Meski begitu, Bagi pria yang bercita-cita jadi dosen ini, yang lebih penting adalah komitmen untuk terus hadir. Ia juga berharap pemerintah daerah, khususnya dinas pendidikan, dapat berkolaborasi. Saat ini, sudah ada sekolah yang menjadikan koleksi Agape sebagai bagian dari kegiatan membaca rutin.

Mimpi terbesarnya mulia, setiap kampung memiliki perpustakaan sendiri, dikelola anak muda setempat yang diberdayakan dan diberi penghasilan.

Baltasar dari Papua ke Yogyakarta, dari Lokal ke Nasional

Kini, Ball sedang menempuh kuliah di Yogyakarta. Namun, ia tak berhenti mengembangkan Agape. Justru di kota pelajar itu, ia mulai menerapkan model perpustakaan keliling di kampung-kampung sekitar, sembari membangun jejaring dan sistem pendukung yang lebih kokoh.

Baltasar tetap memprioritaskan Papua kebanggaannya untuk tempatnya mengabdi. Namun, membantu Papua tidak berarti ia harus berada di sana. Kelak, dari perjuangan seorang Baltasar, akan melahirkan Baltasar-Baltasar lainnya di Indonesia.

“Ketika Tuhan tempatkan saya di suatu tempat, di situlah tempat saya melayani,” tutup Baltasar mengakhiri wawancara.

#kabarbaiksatuindonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AJ
FS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.