pariangan sinergi yang menjaga warisan menggerakkan masa depan - News | Good News From Indonesia 2025

Desa Pariangan: Sinergi yang Menjaga Warisan, Menggerakkan Masa Depan

Desa Pariangan: Sinergi yang Menjaga Warisan, Menggerakkan Masa Depan
images info

Pagi di lereng Gunung Marapi selalu punya cerita. Kabut tipis turun di antara hamparan sawah, udara sejuk menyelinap ke dalam rumah gadang, dan secangkir kawa daun, minuman khas dari seduhan daun kopi, jadi teman sempurna untuk memulai hari. Begitulah suasana di Nagari Tuo Pariangan, sebuah desa cantik yang menyimpan jejak panjang peradaban Minangkabau.

Tak heran jika desa ini disebut salah satu yang tertua di ranah Minang. Hikayat masyarakat Minangkabau, Tambo, menyebutkan: “dari mano datang titiak palito, dari telong nan batali. Dari mano asa nenek moyang kito, dari puncak Gunuang Marapi.” Sejarah panjang itulah yang membuat Pariangan bukan sekadar tempat tinggal, tapi juga pusat lahirnya cerita-cerita besar Minangkabau.

Nama Pariangan mulai mendunia sejak 2012, ketika majalah internasional Budget Travel USA menobatkannya sebagai salah satu dari 16 Desa Terindah di Dunia. Desa ini disandingkan dengan Niagara on the Lake di Kanada, Shirakawa-go di Jepang atau Wengen di Swiss. Selain itu, desa ini juga meraih penghargaan 50 Desa Wisata Terbaik di Indonesia dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada tahun 2022.

Sejak saat itu, wisatawan lokal maupun internasional datang silih berganti. Bahkan, Rumah Gadang Angku Bandaro Kayo, Homestay Pokdarwis Nagari Tuo Pariangan, sempat jadi latar film pendek “Mengusahakan Pertolongan Ilahi”, kisah biografi Ibu Nurhayati Subakat, pendiri Paragon, salah satu perusahaan kosmetik terbesar di Indonesia.

Jejah Sejarah, Bukti Peradaban Pra-Islam dan Peradaban Tua Minangkabau

Selain panorama alamnya yang indah, Nagari Tuo Pariangan juga menyimpan jejak sejarah panjang Minangkabau. Hampir di setiap sudut desa ini, ada bukti peradaban tua yang masih bisa dijumpai. Misalnya Batu Lantak Tigo, Kuburan Panjang Datuak Tantejo Gurhano, Sawah Satampang Baniah, dan Lurah Indak Barayia. Semua peninggalan itu memperkaya pengalaman para pelancong yang berwisata di Pariangan. Terlebih, kalau Kawan GNFI sedang mencari destinasi wisata sambil belajar sejarah, Desa Pariangan bisa jadi jawabannya!

Bangunan keagamaan juga menjadi bagian penting dari sejarah desa ini. Salah satunya Masjid Ishlah, masjid tua dengan arsitektur bergaya Tibet yang usianya mencapai ratusan tahun. Meski tua, masjid ini masih aktif digunakan hingga sekarang. Tak jauh dari masjid, terdapat Prasasti Pariangan yang menjadi salah satu tinggalan arkeologi penting di daerah Biaro.

Merujuk antarasumbar, penelitian arkeologi di Pariangan hingga kini masih berlangsung. Pada 2016, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumbar mulai melakukan pendataan, dan pada 2022 sejumlah peneliti melakukan ekskavasi di kawasan Biaro. Hasilnya ditemukan pecahan bata dan gerabah yang diduga berasal dari struktur bangunan masa lampau, mungkin sebuah tempat pemujaan. Nama “Biaro” sendiri dipercaya berasal dari kata biara atau vihara, istilah yang merujuk pada tempat ibadah pada masa pra-Islam.

Meskipun kondisi Prasasti Pariangan kini sudah banyak yang rusak, para arkeolog meyakini bahwa peninggalan ini memiliki kaitan erat dengan sejarah Hindu-Buddha sebelum masuknya Islam. Hal itu menunjukkan bahwa Pariangan sudah eksis jauh sebelum Minangkabau dikenal dengan adat basandi syarak.

Melindungi Masa Depan Bangsa: Inisiatif Hana Maulida mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

Bukti arkeologis ini memang berbeda dengan kisah versi tambo, yang menyebutkan Sultan Iskandar Zulkarnain menurunkan tiga orang anak, dan salah satunya, Sultan Suri Maharajo Dirajo, bermukim di kaki Gunung Marapi hingga menjadi cikal bakal berdirinya Nagari Pariangan. Perbedaan itu justru memperlihatkan betapa kayanya perspektif sejarah yang melingkupi desa ini.

Kesadaran masyarakat terhadap nilai tinggalan leluhur juga terus tumbuh. Banyak warga yang mendukung penelitian dan membuka lahan mereka untuk ekskavasi. Seperti yang disampaikan oleh tokoh masyarakat Datuak Gagah, temuan-temuan arkeologis ini bukan hanya untuk ilmu pengetahuan, tetapi juga untuk memperkuat identitas sejarah Pariangan bagi generasi mendatang.

Produk UMKM Desa Pariangan, Kawa Daun dan Batik Ampas Kopi

Selain keindahan alam dan sejarahnya yang kaya, Nagari Tuo Pariangan juga melahirkan produk-produk kreatif yang unik dan sarat nilai budaya. Dua di antaranya adalah batik ampas kopi dan kawa daun, yang kini menjadi identitas sekaligus daya tarik wisata tersendiri.

Batik Nagari Tuo Pariangan punya motif khas yang terinspirasi dari iluminasi naskah kuno yang ditemukan di desa ini, kemudian dipadukan dengan bentuk rumah gadang, ukiran rangkiang, hingga ornamen khas Minangkabau lainnya. Produk batiknya pun beragam, mulai dari kain, baju, selendang, jilbab, deta, sapu tangan, hingga cendera mata lain. Uniknya, batik Pariangan bahkan sudah pernah dipakai oleh pejabat tinggi negara, dan beberapa helainya sudah sampai ke Jepang, Amerika, Malaysia, hingga Hongkong, meski masih sebatas koleksi para pelancong.

Kain batik ini terbukti kuat meski dicuci hingga 25 kali, tetap mengeluarkan aroma khas kopi, dan saat ini sudah dipasarkan baik secara daring maupun langsung di galeri. Lebih istimewa lagi, setiap Sabtu dan Minggu pengunjung berkesempatan melihat sendiri proses produksinya di galeri UMKM.

Tak kalah legendaris, ada kawa daun, minuman khas Minangkabau yang bisa dinikmati di warung-warung Jorong Guguak di Pariangan. Secara teknis, kawa daun lebih tepat disebut “teh dari kopi”, karena proses penyeduhannya mirip teh. Daun kopi muda dipetik, direbus, disaring, lalu disajikan. Penyajiannya pun beragam, bisa polos tanpa campuran, atau ditambah santan kental, gula merah, rempah, bahkan kayu manis. Rasanya ringan tapi tetap menyimpan pahit kopi, dengan sensasi unik yang berbeda dari teh biasa. Selain nikmat, kawa daun juga dipercaya bermanfaat bagi kesehatan.

Dari batik hingga kawa daun, produk-produk kreatif ini membuktikan bahwa Pariangan bukan sekadar desa wisata yang indah dipandang mata, tetapi juga desa yang terus berinovasi tanpa meninggalkan akar tradisinya.

Nurul Ahdaniah: Pelestari Bawang Dayak Melalui Produk Bungas Wedang Dayak

Desa Pariangan, Bertahan dengan Sinergi Bersama

Tentu, perjalanan Pariangan untuk menjadi desa wisata terindah tak datang dengan sendirinya. Warga setempat bahu-membahu menjaga adat, budaya, sekaligus mengembangkan potensi ekonomi. UMKM kreatif lahir dari desa ini, seperti Batik Kopi Pariangan yang menggunakan limbah kopi sebagai pewarna alami, hingga olahan kuliner yang semakin memperkaya identitas Pariangan.

Pada 2022, Desa Pariangan mendapat dukungan lewat program Desa Sejahtera Astra (DSA). Program ini melibatkan pemerintah, komunitas, perguruan tinggi, start-up, hingga masyarakat desa untuk mengembangkan potensi wisata, kriya, dan budaya. Dampaknya terasa: pengembangan Pariangan semakin maju, tapi tetap sejalan dengan akar budaya Minangkabau yang jadi daya tarik utama.

Kini, Nagari Tuo Pariangan bukan hanya desa cantik di kaki Marapi. Ia adalah ruang belajar tentang bagaimana tradisi dan inovasi bisa berjalan berdampingan. Dari sawah yang menghijau, rumah gadang yang lestari, hingga UMKM yang kreatif, Pariangan membuktikan bahwa desa tua pun bisa tetap eksis dan terus menginspirasi dunia. Jadi, kapan Kawan GNFI singgah ke Pariangan?

#kabarbaiksatuindonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

FA
FA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.