Transportasi umum menjadi salah satu jantung kehidupan masyarakat, utamanya di kota-kota besar. Menggunakan transportasi umum dapat menekan pengeluaran masyarakat sekaligus mengurangi ketergantungan pada pemakaian kendaraan pribadi.
Sayangnya, transportasi publik yang diharapkan menjadi solusi atas masalah tersebut ternyata belum sepenuhnya efektif untuk mengurangi beban biaya transpotasi masyarakat. Kementerian Perhubungan mencatat, biaya pengeluaran masyarakat untuk transportasi masih tinggi, sekitar 12,46 persen per bulan dari biaya hidup.
Padahal, standar yang dibuat oleh World Bank, total biaya transportasi masyarakat tidak boleh melebihi 10 persen dari biaya hidup per bulannya. Data milik Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, Bekasi dan Depok adalah dua kota dengan ongkos transportasi tertinggi di Indonesia.
Kawan GNFI, warga Bekasi harus menyisihkan setidaknya Rp1,9 juta per bulan hanya untuk biaya transportasi. Biaya tersebut sama dengan 14,02 persen dari biaya hidup tiap bulannya.
Selain dua kota itu, Surabaya, Jakarta, Bogor, Batam, Makassar, Jayapura, Balikpapan, dan Palembang juga masuk daftar. Dari 10 kota ini, hanya dua kota yang biaya transportasinya di bawah Rp1 juta, yakni Balikpapan dan Palembang. Meskipun demikian, angka pengeluaran warga di kedua kota tersebut masih menyentuh kisaran Rp900 ribu ke atas.
Menjawab permasalahan serius ini, Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada (UGM), Dwi Ardianta Kurniawan, S.T., M.Sc., memberikan beberapa solusi yang bisa dilakukan pemerintah untuk menekan biaya transportasi masyarakat.
Solusi yang untuk Menekan Biaya Transportasi
Dalam keterangannya di laman UGM, Dwi mengatakan perlunya perencanaan pemukiman yang matang. Menurutnya, pada wilayah yang padat penduduk, perlu ada akses yang mudah untuk masyarakat ke tempat-tempat aktivitas utama untuk mengurangi jarak tempuh dan menekan biaya bahan bakar serta operasional.
“Penyediaan sarana dan prasarana transportasi yang memadai juga menjadi aspek penting untuk mengurangi kemacetan, sehingga biaya perjalanan tidak membengkak,” katanya.
Selain itu, ia juga menilai perlu ada penyediaan angkutan umum yang memadai. Kawasan padat penduduk dan selalu dihadapkan dengan kemacetan dianggap lebih membutuhkan angkutan umum dengan harga terjangkau.
“Penggunaan angkutan umum jadi pilihan rasional, subsidi yang diberikan jadi efektif karena penggunanya tinggi,” imbuhnya.
Di sisi lain, Dwi juga mengatakan bahwa di daerah yang belum terlalu padat, pilihan untuk menggunakan angkutan umum dianggap belum terlalu menarik. Selain penyediaan tarif yang terjangkau, perlu ada hal lain yang harus diperhatikan, seperti kemudahan akses pada halte, rute, dan headway untuk menarik minat masyarakat.
Solusi lain yang ia tawarkan adalah integrasi antarmoda. Menurutnya, hal ini sangat penting untuk menekan dan mengatasi masalah biaya.
Intergrasi moda kiranya diperlukan pada perjalanan yang relatif jauh. Dwi menyebut, inefisiensi biaya pada transportasi umum disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari jarak, jenis moda yang dipakai, dan interkonekasi yang buruk.
Ia menyoroti penerapan integrasi tarif antarmoda di Jakarta pada berbagai layanan, seperti Transjakarta, MRT, dan LRT yang hanya memiliki tarif maksimum sebesar Rp10.000 untuk perjalanan lintas moda selama tiga jam.
“Tarif ini sudah cukup efektif untuk menekan biaya daripada harus membayar terpisah,” papar Dwi.
Pentingnya Digitalisasi Pembayaran
Selain memberikan solusi di atas, Dwi juga menerangkan pentingnya digitalisasi pembayaran. Penggunaan digitalisasi pembayaran di transportasi umum bukan hanya untuk mempermudah transaksi, tetapi juga proses evaluasi dan perencanaan transportasi yang lebih baik.
Dengan digitalisasi ini, transaksi bakal lebih terkontrol dan tercatat. Selain itu, pihak terkait juga bisa melakukan analisis mendalam mengenai pola pergerakan masyarakat.
“Ekosistem digital membuat proses bisnis jauh lebih transparan. Hal ini sangat membantu dalam pengambilan keputusan strategis di masa depan, karena semuanya didasarkan pada data yang transparan,” pungkasnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News