menutup akhir pekan dengan menyambangi festival payung indonesia 2025 - News | Good News From Indonesia 2025

Menutup Akhir Pekan dengan Menyambangi Festival Payung Indonesia 2025

Menutup Akhir Pekan dengan Menyambangi Festival Payung Indonesia 2025
images info

Kota Solo memang terkenal akan kekayaan budayanya, Festival Payung Indonesia (Fespin) merupakan salah satunya. Festival ini membuka mata Kawan bahwa payung bukan hanya sekadar pelindung ketika hujan atau panas, melainkan menjadi wadah dari banyaknya cerita, budaya, dan warna yang saling melengkapi.

Fespin merupakan festival budaya tahunan yang diselenggarakan oleh Mataya Arts & Heritage. Tahun ini menjadi tahun ke-12 Fespin terselenggara. Festival ini berlangsung mulai 5–7 September 2025 di Taman Balekambang, Solo, dengan tema besar "Catra Panji".

Dilansir solopos.espos.id, Heru Mataya, selalu direktur Fespin, mengungkapkan bahwa pemilihan "Catra Panji" sebagai tema Fespin 2025 merupakan upaya memelihara ingatan akan warisan budaya nusantara yang sejak 31 Oktober 2017 telah diakui UNESCO sebagai Memory of the World.

Selain itu, Fespin 2025 juga dinobatkan sebagai top 10 event terbaik Kharisma Event Nusantara (KEN) Kementerian Pariwisata RI. Hal ini membuktikan bahwa Fespin sukses menjadi sumber inspirasi bagi masyarakat dalam mengekspresikan karya seni dan kreativitas melalui media payung.

Baca Juga: Festival Pacu Jalur 2025 Sukses Digelar, Ini Makna di Baliknya

Fespin 2025 juga sekaligus menjadi perayaan dalam rangka memperingati hubungan sister festival yang sudah terjalin sejak 2018 antara Fespin dengan Bo Sang Umbrella Festival yang merupakan pagelaran festival serupa yang digelar oleh Sankamphaeng Culture Center dari Thailand. Mereka juga berkesempatan tampil dalam "Thai Cultural Show" yang menampilkan beberapa tarian khas, fashion show, hingga workshop.

Tidak hanya itu, pada Fespin kali ini, juga telah terbit buku yang bertajuk Catra Panji: Cerita Panji & Dongeng Nusantara. Buku ini merupakan terbitan keempat dari rangkaian Fespin. Buku ini memuat berbagai cerita rakyat Nusantara yang dikemas secara kekinian sehingga dapat terus mendorong pelestarian khazanah kearifan budaya.

Berbagai aktivitas tersajikan dalam festival ini. Parade Payung Nusantara melibatkan para peserta yang tampil dengan menggunakan busana etnik yang khas, tidak lupa dengan payung-payung tradisional yang beraneka ragam jenisnya sebagai pelengkap. Hadir pula Pasar Festival dan Selasar Solo Art Market yang menjadi wadah kreativitas berupa koleksi kerajinan tangan yang khas hingga fesyen kekinian dari komunitas dan UMKM.

Selain itu, Fespin juga menghadirkan Kampoeng Remah dengan menawarkan pengalaman belajar sekaligus membuat langsung berbagai produk kesehatan dan relaksasi berbasis tradisional seperti lilin aromaterapi, wedang hangat, sampai lulur dan bedak dingin ala jamu-jamu tradisional.

Tak berhenti sampai di situ, sebanyak 75 grup dari berbagai daerah, seperti DKI Jakarta, Bogor, Pacitan, Magetan hingga Padang, turut memeriahkan festival ini dengan menampilkan seni tari dan musik. Sebanyak 35 perancang busana berpartisipasi dalam fashion show yang juga menambah daya tarik festival ini.

Ada kisah menarik di balik salah satu koleksi payung yang dipamerkan di Festival ini. Dilansir akun Instagram Festival Payung Indonesia, melalui video wawancara dengan Pak Ngadi, salah satu pelaku perajin payung lukis Ngudi Rahayu di Juwiring, Klaten, ia menceritakan bahwa kerajinan ini sudah eksis dari zaman kerajaan atau zaman penjajahan Belanda dan sempat menjadi mata pencaharian favorit pada tahun 60-an.

"Harapan kami, anak-anak muda supaya ikut juga melestarikan payung sebagai 'Warisan Budaya Takbenda' sehingga payung tidak akan hilang begitu saja ditelan oleh kemajuan zaman dan akan tetap ada selama-lamanya," ungkap Pak Ngadi di akhir video.

Baca Juga: ARTJOG 2025 Ditutup Tanpa Selebrasi, Hadirkan Doa dan Refleksi untuk Bangsa

Festival Payung Indonesia tidak hanya menjadi ruang ekspresi seni dan kreativitas, tetapi juga sarana penting untuk memperkuat identitas budaya bangsa. Melalui festival ini, masyarakat diajak untuk terus merawat tradisi, melestarikan warisan leluhur, sekaligus membuka ruang dialog budaya dengan dunia internasional.

Upaya ini bukan sekadar menjaga keaslian budaya, tetapi juga memperkenalkannya ke mancanegara agar semakin diakui, dihargai, dan diwariskan kepada generasi yang akan datang.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

BF
FS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.