mahasiswa ipb university merangkai inspirasi perdamaian di smk bakti karya parigi - News | Good News From Indonesia 2025

Mahasiswa IPB University Merangkai Inspirasi Perdamaian di SMK Bakti Karya Parigi

Mahasiswa IPB University Merangkai Inspirasi Perdamaian di SMK Bakti Karya Parigi
images info

Di sebuah sudut Pangandaran, Jawa Barat, berdiri sebuah sekolah menengah kejuruan (SMK) yang berbeda dari kebanyakan sekolah Adalah SMK Bakti Karya Parigi. Sekilas, sekolah ini terlihat sederhana. Namun, jika menengok lebih dalam, SMK ini menyimpan cerita besar tentang keberagaman dan pendidikan karakter.

Sudah ada sejak 2012, SMK Bakti Karya Parigi mulanya berjalan seperti sekolah kejuruan biasa. Namun, pada 2016, sekolah ini dirancang untuk menjadi sekolah multikultural.

Hingga kini, siswa-siswinya berasal dari 48 suku yang tersebar di lebih dari 20 provinsi di Indonesia. Mereka datang dari Papua, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Jawa hingga Malaysia. Semua hidup bersama dalam satu atap asrama, belajar bersama, dan tumbuh dalam keberagaman.

Baca Juga: Mahasiswa KKN-T IPB Dukung Pemuda Desa Widoro lewat Pelatihan CV dan Wawancara Siap Kerja

Cerita tentang SMK Bakti Karya Parigi semakin menarik ketika tim PKM-RSH IPB University melakukan turun lapang pada 12–13 Agustus 2025. Tim melakukan serangkaian kegiatan, mulai dari in-depth interview dengan guru dan kepala sekolah, hingga pembagian kuesioner kepada siswa-siswi. Tujuannya untuk menggali lebih dalam bagaimana program multikultural di SMK ini berjalan, sekaligus memahami pengalaman siswa dalam hidup berdampingan dengan berbagai latar belakang.

Hasil wawancara mengungkap banyak hal menarik, termasuk bagaimana guru membimbing siswa tidak hanya soal akademik, tetapi juga etika, toleransi, dan kehidupan sehari-hari di asrama.

Salah satu program unggulan SMK Bakti Karya Parigi adalah Kelas Multikultural. Program ini memberikan beasiswa penuh termasuk asrama kepada siswa dari berbagai daerah.

Asrama menjadi ruang belajar yang juga tak kalah penting dari ruang kelas. Di sana, siswa belajar berbagi, menghargai perbedaan, hingga menyelesaikan konflik kecil sehari-hari.

Dokumentasi bersama siswa SMK Bakti Karya Parigi
info gambar

Menurut Kepala Sekolah SMK Bakti Karya Parigi, Jujun Junaedi, gagasan program multikultural ini lahir karena SMK Bakti Karya Parigi ingin menghadirkan model pendidikan yang merangkul perbedaan sebagai kekuatan dan dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi sekolah.

“Kita ingin anak-anak ini tumbuh jadi peace gen, agen perdamaian yang mampu membangun bangsa dengan toleransi,” ungkapnya dalam wawancara.

Selain mengikuti kurikulum nasional, SMK naungan Yayasan Darma Bakti Karya ini juga mengembangkan kurikulumnya. Mata pelajaran yang biasanya terpisah, seperti Matematika, IPA, dan PJOK, digabung dalam rumpun pembelajaran yang utuh. Terdapat tiga rumpun, yaitu ekologi, humaniora, dan media; setiap rumpun terdiri dari beberapa mata pelajaran.

Guru berperan bukan sebagai “orang yang menggurui”, tetapi sebagai fasilitator yang mendampingi siswa. “Yang utama itu etika, toleransi, dan saling menghargai. Pengetahuan bisa dicari, tapi etika harus dibiasakan,” jelas Elis Agustin, guru rumpun ekologi di SMK Bakti Karya Parigi.

Sekolah juga menghadirkan guru tamu dari berbagai bidang, mulai dari peternakan hingga seni, agar siswa mendapat pengalaman belajar langsung dari praktisi. Bahkan, ada program orang tua asuh lokal; setiap hari Minggu, siswa-siswi berkunjung ke rumah orang tua asuh untuk bersilaturahmi dan membantu pekerjaan rumah ataupun ikut bercocok tanam.

Hal lain yang membuat SMK Bakti Karya Parigi unik adalah tradisi ikrar syukurnya. Tradisi ini lahir dari kebutuhan untuk menyatukan doa lintas agama.

“Kalau berdoa bersama, tidak mungkin semua mengikuti doa satu agama. Maka, dibuatlah ikrar syukur sebagai ucapan terima kasih kepada Tuhan Semesta Alam. Setelah itu, baru setiap siswa berdoa sesuai keyakinannya,” jelas Elis.

Tradisi sederhana ini ternyata membawa dampak besar. Ikrar syukur menjadi ruang hening tempat semua siswa—entah Muslim, Katolik, Kristen Protestan, maupun lainnya—merasa diakui. Mereka bersatu dalam rasa syukur, lalu kembali pada doa masing-masing.

Meski demikian, keberagaman tentu tidak lepas dari tantangan. Perbedaan latar belakang membuat kemampuan akademik tidak merata. Oleh karena itu, guru membiasakan metode belajar sebaya; siswa yang lebih mahir membantu temannya. Dengan cara itu, yang pintar tidak cepat bosan, sementara yang tertinggal tidak merasa sendirian.

Kendati penuh tantangan, pengalaman hidup di SMK Bakti Karya Parigi membentuk karakter siswa menjadi lebih terbuka dan toleran. Mereka terbiasa saling mengingatkan untuk ibadah, meski berbeda agama. Saat Ramadan, sekolah bahkan menggelar diskusi lintas iman, menghadirkan ustaz, romo, dan pendeta dalam satu forum.

Bagi warga sekolah, inilah makna pendidikan yang sesungguhnya, bukan hanya mencetak tenaga kerja, tetapi juga membangun manusia yang beretika dan toleran. SMK Bakti Karya Parigi menjadi bukti bahwa keberagaman tidak perlu ditakuti, melainkan bisa dirawat dan dirayakan.

Dari sebuah sekolah kecil di Parigi, semangat persatuan itu disemai dan lewat riset sederhana yang dilakukan tim PKM-RSH IPB, semangat ini dapat ditularkan lebih luas, menjadi inspirasi bagi Indonesia yang lebih damai.

Baca Juga: Dari Fenomena Nikah Tak Tercatat, KKN Sorai Waisai Ajak Remaja Pahami Pentingnya Nikah Secara Sah

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

OC
FS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.