menengok gedung megah milik parlemen di negara lain apa bedanya dengan indonesia - News | Good News From Indonesia 2025

Menengok Gedung Megah Milik Parlemen di Negara Lain, Apa Bedanya dengan Indonesia?

Menengok Gedung Megah Milik Parlemen di Negara Lain, Apa Bedanya dengan Indonesia?
images info

Keberadaan gedung parlemen sangat penting di semua negara. Bagaimana tidak, bangunan ini menjadi pusat aktivitas legislatif yang menjadi rumah bagi anggota parlemen untuk bersidang dan menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat.

Gedung parlemen juga menjadi simbol kekuatan politik dan pusat kegiatan nasional. Selain itu, hajat hidup seluruh rakyat diwakilkan oleh bangunan penting ini.

Kawan GNFI, sebagai pihak yang menjaga dan mewujudkan amanah rakyat, gedung parlemen bisa saja menggambarkan keterbukaan mereka kepada masyarakat. Berbagai negara di dunia membuka gedung parlemen mereka untuk umum dan membuat masyarakat seakan-akan ikut merasakan atmosfer di dalamnya.

Gedung Megah Milik Parlemen di Negara Lain

1. Australia

Australian Parliamentary House

Australian Parliament House atau Gedung Parlemen Australia berada di Capital Hill, Canberra. Bentuknya megah, unik, dan memiliki warna dominan putih yang cantik. Gedung ini menjadi simbol demokrasi bagi Australia.

Melansir dari situs resmi Parliamentary Education Office yang dikelola oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Australia, bangunan ini sengaja dirancang agar menyatu dengan lingkungan. 1 juta m3 tanah dan batu disingkirkan agar gedung perwakilan rakyat itu bisa berdiri.

Setelah pembangunan selesai, tanah tersebut diletakkan di atap dan ditutupi rumput untuk ‘menghidupkan’ kembali bentuk bukit. Menariknya, warga diperbolehkan untuk berjalan di atas rerumputan itu. Ini melambangkan bahwa rakyat berada di atas pemerintah.

2. Skotlandia

Scottish Parliamentary House

Skotlandia menjadi salah satu negara yang ‘terbuka’ pada rakyatnya. Ini dibuktikan dengan Parlemen Skotlandia yang dibuka sepanjang tahun dan menawarkan warga serta wisatawan untuk menyaksikan jalannya kegiatan anggota dewan mereka.

Menyandur dari laman resmi Parlemen Skotlandia, terdapat pemandu wisata yang siap menemani pengunjung. Tak hanya itu, mereka juga memiliki kafe, pameran, dan toko oleh-oleh di dalamnya.

Kerennya, Parlemen Skotlandia juga sengaja membuat gedung mereka lebih mudah diakses oleh warga penyandang disabilitas. Pemerintah menyediakan beberapa fasilitas moncer, seperti parkir khusus, kursi roda dan tempat duduk portable, sampai alat bantu dengar yang dipasang di area publik.

Bahkan, ada layanan penerjemah khusus. Gedung juga dilengkapi dengan papan dan selebaran yang tersedia dalam berbagai format, mulai dari audio, cetakan besar, dan huruf Braille.

3. Jerman

The Reichstag

The Reichstag atau Gedung Parlemen Jerman sekilas tampak bukan seperti ‘rumah’ bagi perwakilan rakyat. Gedung ini selalu ramai dengan pengunjung, membuatnya lebih terlihat sebagai objek wisata, utamanya di bagian teras atap dan Gedung Reichstag itu sendiri.

Reichstag selalu ramai pengunjung. Wisatawan tidak dipungut biaya seperser pun, tetapi harus mendaftar jika ingin berkunjung.

Uniknya, tidak ada pagar yang tinggi menjulang di sini. Melalui BBC, dijelaskan bahwa Gedung Reichstag memiliki pagar di depan gedung tempat pintu masuk utama, tetapi relatif mudah untuk diakses oleh publik. Bahkan, tidak ada pagar di sisi lainnya.

4. Norwegia

Storting di Norway

Storting adalah Parlemen Norwegia yang bertugas melayani rakyat. Terletak dekat dengan istana kerajaan, gedung ini memiliki arsitektur bergaya khas Eropa.

Menukil dari situs resminya, gedung parlemen Norwegia tidak tinggi, sehingga tidak mendominasi lanskap sekitarnya. Hal ini seolah menegaskan bahwa parlemen adalah tulang punggung demokrasi, dan dewan yang ada di dalamnya setara dengan seluruh rakyat Norwegia.

Gedung Storting terbuka bagi semua orang. Uniknya, pemerintah juga mempersilakan pengunjung untuk menghadiri debat politik selama sidang, karena ada balkon khusus yang sengaja disediakan. Akan tetapi, penonton tidak memiliki hak untuk bicara.

Di sisi lain, gedung juga tidak dikelilingi oleh pagar yang tinggi. Hal ini tentu menciptakan nuansa humanis yang dekat dengan rakyat.

5. Selandia Baru

The Beehive Selandia Baru

The Beehive atau sarang lebah adalah nama yang umum dipakai untuk menyebut Gedung Eksekutif Parlemen Selandia Baru. Di sini, ada ruang debat terbuka yang bisa diakses publik selama DPR bersidang.

Pengunjung juga dipersilakan untuk menyaksikan bagaimana komite bekerja. Ini menandakan bahwa proses demokrasi adalah milik semua orang, bukan hanya politisi.

Selain negara-negara di atas, negara lain, seperti Swedia, Kanada, hingga Finlandia juga memiliki keterbukaan pada publik yang baik.

Bagaimana dengan Gedung DPR RI?

Gedung Nusantara DPR RI

Gedung DPR RI sangat ikonik dengan atapnya yang berwarna hijau. Bentuknya tampak seperti tempurung kura-kura—megah dan unik jika dilihat dari atas.

Arsitektur gedung DPR RI ini dirancang oleh Soejoedi Wirjoatmodjo. Awal pembangunan gedung DPR berasal dari gagasan Presiden Soekarno untuk menyelenggarakan Conference of the New Emerging Forces (CONEFO).

Namun, tahukah Kawan GNFI apa makna sebenarnya dari Gedung DPR yang tampak seperti cangkang kura-kura itu?

Ternyata, atap hijau itu sebenarnya merupakan bentuk setengah lingkaran yang melambangkan kepakan sayap burung yang akan lepas landas. Hal ini menyimbolkan semangat kebangsaan yang tak pernah pudar.

Selain itu, Gedung DPR juga merupakan warisan perjuangan, simbol demokrasi, dan perwujudan dari cita-cita Soekarno untuk menciptakan tatanan dunia yang adil dan sejahtera.

Terletak di Senayan, Jakarta Pusat, Gedung DPR memiliki perkiraan luas kurang lebih 80.000 m2. Di sekelilingnya juga berdiri pagar yang menjulang sangat tinggi, membuatnya memiliki kesan ‘eksklusif’.

Sama seperti gedung parlemen di negara lain, Gedung DPR RI juga terbuka untuk masyarakat yang ingin mempelajari tugas dan fungsi DPR RI, mengenal sejarahnya, dan sebagainya. Namun, tentu saja kunjungan ini juga harus menggunakan prosedur yang berlaku, yakni dengan mengirimkan surat permohonan kunjungan.

Kawan, gedung ini juga menjadi saksi bisu bagaimana reformasi besar-besaran terjadi di Indonesia pada tahun 1998 silam. Di masa itu, sekitar 80.000 ribu mahasiswa menduduki gedung parlemen RI hingga berhasil melengserkan Presiden ke-2 RI, Soeharto.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Firda Aulia Rachmasari lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Firda Aulia Rachmasari.

FA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.