ecobuddies inisiasikan riset sambil berlibur gali persepsi masyarakat hingga menyelami keindahan pulau tidung - News | Good News From Indonesia 2025

Ecobuddies Inisiasikan Riset Sambil Berlibur: Gali Persepsi Masyarakat hingga Menyelami Keindahan Pulau Tidung

Ecobuddies Inisiasikan Riset Sambil Berlibur: Gali Persepsi Masyarakat hingga Menyelami Keindahan Pulau Tidung
images info

Di balik pesona pasir putih, jernihnya laut, dan ikon Jembatan Cinta, Pulau Tidung menyimpan cerita lain: tumpukan sampah yang terus mengancam. Bukan hanya sampah lokal, tetapi juga kiriman dari ibu kota. Melalui program Ecobuddies 2025, tim BEM FEMA IPB turun langsung untuk meneliti, berdiskusi, dan merasakan sendiri bagaimana masyarakat Pulau Tidung hidup berdampingan dengan masalah lingkungan yang tidak sederhana.

Selama lima hari, tim Ecobuddies hadir sebagai pembelajar. 4 kelompok dibentuk untuk meneliti subtopik berbeda, mulai dari kuesioner hingga observasi lapangan. Tidak berhenti di situ, kegiatan juga dilengkapi dengan Forum Group Discussion (FGD) bersama masyarakat setempat.

Dari rangkaian proses tersebut, muncul gambaran bahwa persoalan sampah di Pulau Tidung memiliki dua sisi. Ada kesadaran dan gerakan, namun ada pula kendala yang membuat pengelolaan sampah belum berjalan optimal.

“Di sini sebenarnya sudah ada bank sampah dan jumantik. Tapi kendalanya, tidak semua warga mau ikut serta. Jadi, bank sampah belum bisa berjalan maksimal,” ujar Ibu S (warga Pulau Tidung) saat FGD. 

Pulau Tidung dipilih bukan tanpa alasan. Data sekunder sebelumnya menunjukkan bahwa pulau ini sering menjadi “korban” sampah kiriman dari Jakarta. Letak geografis yang berada di gugusan Kepulauan Seribu membuat arus laut membawa sampah plastik dan limbah rumah tangga ke pesisir. Fakta inilah yang menjadikan Pulau Tidung sebagai tempat belajar nyata di balik keindahan destinasi wisata.

“Kalau lagi musim angin ke arah sini, sampah bisa menumpuk parah, bahkan sampai ada kasur dan kursi nyangkut di pantai,” cerita Pak K (tokoh masyarakat) yang hadir dalam FGD. 

Dari 20 responden masyarakat lokal, mayoritas menyatakan bahwa sampah adalah masalah serius, terutama plastik. Meski begitu, tingkat kesadaran masih belum merata. Ada warga yang aktif di bank sampah dan jumantik (Juru Pemantau Jentik), tapi tidak sedikit yang masih membuang sampah sembarangan karena minimnya fasilitas serta konsistensi.

FGD kemudian mempertegas temuan ini. Sebagian masyarakat sadar bahwa sampah menurunkan kualitas lingkungan dan berpotensi mengurangi daya tarik wisata, tetapi gerakan kolektif masih belum cukup kuat. Kesadaran ada, namun belum menjadi kebiasaan bersama.

“Kalau sampah dibiarkan, lingkungan jadi ga nyaman kan.. ya biar wisatawan atau pembeli juga enak gitu” ungkap Ibu A (pedagang warung lokal), salah satu responden kuesioner.

Untuk memberikan kontribusi nyata, tim Ecobuddies menginisiasi pelatihan pembuatan ecobrick. Botol plastik diisi dengan cacahan sampah hingga padat, sehingga tercipta bahan bangunan alternatif sekaligus cara praktis mengurangi volume sampah. Meski sederhana, ecobrick menjadi simbol bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil.

Belajar dari alam menjadi pengalaman berharga lain. Bersama Pak Ubai, warga lokal yang paham ekologi pesisir, tim menanam mangrove jenis Rhizophora.

Dari penjelasannya, diketahui bahwa mangrove tumbuh jauh lebih baik di lumpur dibanding pasir, dan jika ditanam di pasir, pertumbuhannya membutuhkan waktu lebih lama. Fakta ekologis ini memperlihatkan betapa pentingnya memahami karakter lingkungan sebelum melakukan konservasi.

“Tanpa mangrove, pantai lebih cepat terkikis, . Jadi menanam mangrove bukan hanya konservasi, tapi juga investasi untuk masa depan,” tegas Pak Ubai.

Selain menanam mangrove, kesempatan menikmati keindahan laut juga menjadi bagian dari perjalanan. Rombongan bersepeda menuju dermaga utara, lalu naik kapal selama satu jam ke Pulau Air untuk snorkeling. Pemandangan bawah laut yang masih terjaga memberi kontras kuat dengan persoalan sampah di pesisir Pulau Tidung.

Di sinilah paradoks nyata terlihat: sebuah pulau dengan keindahan yang memikat, sekaligus menghadapi kerentanan serius.

Kebersamaan juga menjadi warna penting dalam kegiatan ini. Aktivitas seru seperti banana boat di sekitar Jembatan Cinta, api unggun di pantai, hingga penampilan kelompok menjadikan suasana lebih hangat. Semua momen ini memperkuat ikatan antaranggota tim, membuktikan bahwa belajar lingkungan tidak hanya soal teori dan data, melainkan juga ikatan emosional yang menumbuhkan semangat menjaga alam.

Pulau Tidung akhirnya mengajarkan bahwa keindahan alam selalu datang bersama tantangan besar pengelolaan lingkungan. Melalui riset, diskusi, hingga aksi ecobrick, Ecobuddies 2025 berusaha melihat masalah sekaligus menghadirkan solusi. Harapannya, kesadaran yang mulai tumbuh di Pulau Tidung dapat menyebar lebih luas, sehingga pulau ini tetap indah untuk dikunjungi sekaligus berdaya untuk dijaga.

Kegiatan Ecobuddies 2025 ini terselenggara berkat dukungan penuh dari PT Antam dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang turut berkontribusi dalam mendukung generasi muda peduli lingkungan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

IZ
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.