cerita rakyat dari sumatera selatan legenda si amang dan si wewe - News | Good News From Indonesia 2025

Cerita Rakyat dari Sumatera Selatan, Legenda Si Amang dan Si Wewe

Cerita Rakyat dari Sumatera Selatan, Legenda Si Amang dan Si Wewe
images info

Legenda Si Amang dan Si Wewe merupakan salah satu cerita rakyat dari Sumatera Selatan. Legenda ini berkisah tentang hukuman yang diterima oleh dua anak kembar yang durhaka kepada kedua orang tuanya.

Berikut kisah dari legenda Si Amang dan Si Wewe.

Legenda Si Amang dan Si Wewe

Dinukil dari buku Subadiyono, dkk., yang berjudul Sembesat Sembesit: Kumpulan Cerita Rakyat Sumatera Selatan, dikisahkan pada zaman dahulu di sebuah dusun di tepi Sungai Ramurun hiduplah pasangan suami istri yang bernama Wak Anang dan Wak Ine. Sehari-hari mereka bekerja di ladang untuk memenuhi kebutuhannya.

Selain itu, Wak Anang juga sering pergi ke sungai untuk mencari ikan. Nantinya ikan yang dia dapatkan ini akan dijual untuk membeli kebutuhan lainnya.

Wak Anang dan Wak Ine sudah menikah sejak lama. Namun mereka masih belum dikaruniai seorang pun anak.

Pada suatu hari, Wak Anang menyampaikan kegelisahan hatinya kepada sang istri. Dia berkata ingin mendapatkan anak untuk meneruskan keturunannya.

Wak Ine juga memiliki keinginan yang sama. Akhirnya pasangan suami istri ini selalu berdoa agar keinginannya bisa terkabulkan.

Beberapa waktu berlalu, akhirnya doa Wak Anang dan Wak Ine terkabulkan. Wak Ine mengandung anak mereka berdua.

Tidak lama kemudian, Wak Ine menjalani proses melahirkan. Alangkah bahagianya pasangan suami istri ini, sebab mereka mendapatkan lebih dari yang diinginkan.

Wak Anang dan Wak Ine dikaruniai dua anak laki-laki kembar. Mereka kemudian diberi nama Si Tolap dan Si Tolip.

Sejak anaknya lahir, Wak Anang bekerja dengan lebih giat. Jika biasanya Wak Anang akan kembali pulang pada siang hari, kini dia terus bekerja hingga sore hari.

Wak Anang dan Wak Ine sangat menyayangi kedua anak kembarnya. Sejak kecil mereka diajarkan berbagai hal, mulai dari berladang hingga memancing ikan.

Si Tolap dan Si Tolip juga tumbuh menjadi anak yang baik hati. Mereka selalu mematuhi apa saja perintah kedua orang tuanya.

Namun semua berubah ketika mereka mulai tumbuh besar. Sejak remaja, mereka mulai tidak mendengarkan lagi kedua orang tuanya.

Pernah suatu hari Wak Ine meminta Si Tolap dan Si Tolip mengantarkan makanan untuk sang ayah ke ladang. Namun mereka terus saja bermain dan tidak mengindahkan perkataan ibunya.

Perilaku ini makin buruk ketika mereka beranjak dewasa. Bahkan Si Tolap dan Si Tolip sering bertengkar antara satu sama lain.

Hal ini tentu melukai hari Wak Ine. Apalagi pada suatu hari, Wak Anang mesti meninggalkan mereka terlebih dahulu.

Kini keluarga kecil ini hanya tinggal bertiga saja. Semua tugas Wak Anang dulunya lalu diambil alih oleh Wak Ine.

Wak Ine yang sudah tidak lagi muda tentu kesulitan untuk melakukan semua pekerjaan itu. Namun kedua anak lelakinya tidak peduli sama sekali dan enggan membantunya.

Setelah sekian lama, Wak Ine sudah tidak bisa lagi menahan rasa sedihnya. Dirinya kemudian berniat untuk menyuruh kedua putranya pergi merantau.

Wak Ine kemudian mengambil kerak nasi yang ada di periuk. Kerak nasi tersebut kemudian perlahan disusun hingga membentuk sebuah sampan.

Setelah selesai, Wak Ine berkata agar Si Tolap dan Si Tolip pergi merantau ke negeri seberang. Dia berpesan agar mereka berdua tidak pernah bertengkar lagi dan akrab satu sama lain.

Si Tolap dan Si Tolip tentu bahagia bisa pergi merantau. Akan tetapi, mereka sama sekali tidak mengindahkan pesan sang ibu.

Wak Ine kemudian menyerahkan sampan dari kerak nasi bersama seekor burung pipit. Akhirnya berangkatlah kedua putranya tersebut.

Di tengah perjalanan, Si Tolap dan Si Tolip kembali bertengkar satu sama lain. Mereka tidak sadar bahwa burung pipit sudah mulai mematuk sampan yang mereka kendarai.

Lama kelamaan, air memenuhi sampan tersebut. Akhirnya sampan tersebut tenggelam.

Untungnya Si Tolap dan Si Tolip berhasil selamat. Namun ketika sampai di daratan, mereka berubah menjadi hewan.

Si Tolap berubah menjadi seekor siamang. Sementara itu, Si Tolip berubah menjadi seekor wewe.

Sejak saat itu, mereka menjadi penghuni hutan tersebut. Namun mereka tidak bisa lagi berjumpa antara satu sama lain.

Begitulah kisah dalam legenda Si Amang dan Si Wewe, cerita rakyat dari Sumatera Selatan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Irfan Jumadil Aslam lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Irfan Jumadil Aslam.

IJ
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.