Tahukah Kawan tentang salah satu fauna yang banyak dijumpai di Indonesia, yakni ikan sidat? Apakah Kawan pernah melihat atau mencicipi hewan yang mirip dengan ikan belut ini sebelumnya?
Bagi sebagian orang, ikan sidat memang tidak sefamiliar hewan khas Indonesia lainnya, seperti komodo atau orangutan. Apalagi hewan yang satu ini memang belum terlalu populer di dalam negeri.
Namun situasi berbeda akan Kawan temukan jika melihat Negeri Sakura, Jepang. Ikan sidat justru menjadi salah satu hidangan mewah yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Jepang.
Hal ini memberikan peluang ekonomi yang sangat besar bagi para nelayan penangkap ikan sidat di Indonesia. Meskipun demikian, tidak semua kondisi tangkapan bisa mendatangkan nilai ekonomi yang maksimal begitu saja.
Melihat fenomena ini, Randi Anoma Putra, Akri Erfianda, dan Rego Damantara menciptakan Pelopor Penangkapan Ikan Sidat Liar (PPILAR) di Bengkulu. Lewat gerakan yang mereka cetuskan ini, PPILAR memberikan wawasan bagi para nelayan agar bisa memaksimalkan nilai ekonomi dalam setiap tangkapan mereka.
Lantas bagaimana cara PPILAR dalam memaksimalkan hasil tangkapan ikan sidat hingga bisa mendatangkan nilai ekonomi yang besar?
Ikan Sidat, Fauna Asli Indonesia yang Populer di Negeri Sakura
Ikan sidat atau Anguilla spp. merupakan salah satu ikan yang memiliki tubuh ramping dan memanjang. Sekilas hewan yang satu ini memiliki kemiripan dengan belut yang juga banyak dijumpai di Indonesia.
Dilansir dari laman Mongabay, ikan sidat hidup di kawasan perairan tawar yang terhubung dengan laut. Kondisi geografis inilah yang membuat ikan sidat banyak dijumpai di Indonesia, seperti di Sumatra, Jawa, Bali, dan Sulawesi.
Hewan yang satu ini memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. Jepang menjadi salah satu negara yang banyak menjadi peminat kuliner dari hewan yang satu ini.
Ikan sidat biasanya dikonsumsi sebagai makanan khas musim panas masyarakat Jepang, yakni Unagi. Harga jual yang relatif lebih murah jika dibandingkan dengan Unagi asli Jepang menjadi salah satu alasan mengapa permintaan ikan sidat terus meningkat di Negeri Sakura tersebut.
Cara PPILAR Maksimalkan Nilai Ekonomis Ikan Sidat
Bengkulu menjadi salah satu daerah yang menjadi rumah bagi ikan sidat. Banyak masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan ikan sidat, seperti di Desa Rawa Makmur dan Desa Arga Makmur.
Namun sayang, masih banyak nelayan yang tidak memperhatikan tata cara penangkapan ikan sidat untuk menjaga kelestarian hewan tersebut. Misalnya, masih ada nelayan yang menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan, seperti setrum dan lainnya.
Fenomena ini kemudian mendorong Randi Anoma Putra, Akri Erfianda, dan Rego Damantara untuk membentuk Pelopor Penangkapan Ikan Sidat Liar (PPILAR) di Bengkulu pada 2016 silam. Mereka berfokus untuk memberikan edukasi kepada nelayan yang ada di Desa Rawa Makmur dan Desa Arga Makmur.
Disitat dari Booklet 14th SATU Indonesia Awards 2023, alih-alih menggunakan setrum, PPILAR justru mengedepankan penggunaan alat tangkap tradisional bubu untuk menangkap hewan tersebut. "Alat tangkap bubu lebih efisien dan ramah lingkungan," jelas Randi dikutip dari YouTube SATU Indonesia.
Penggunaan bubu sebagai alat tangkap ini tidak hanya ramah lingkungan, tapi juga berpengaruh pada hasil tangkapan nantinya. Ketika menggunakan bubu, kualitas ikan yang didapatkan akan jauh lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan sentrum.
Penggunaan setrum sebagai alat tangkap akan membuat ikan-ikan tersebut mati ketika ditangkap. Lain halnya dengan penggunaan bubu yang tetap menjaga ikan sidat dalam kondisi hidup.
Jika berhasil mendapatkan ikan sidat dalam kondisi hidup, maka petani bisa mendapatkan untung yang jauh lebih besar. Ikan sidat dalam kondisi hidup bisa dihargai Rp45 ribu setiap kilonya.
Sementara itu jika nelayan menggunakan alat setrum dan mendapatkan ikan sidat dalam kondisi mati, maka hasil tangkapan tersebut hanya bisa dijual seharga Rp20 ribu saja.
Raih Apresiasi SATU Indonesia Awards 2017
Berkat gerakan yang diinisiasinya, PPILAR terpilih sebagai salah satu penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards pada 2017 lalu. Penghargaan ini tentu menjadi kontribusi PPILAR atas gerakan yang sudah dijalankan, tidak hanya dalam menjaga kelestarian alam, tetapi juga memaksimalkan nilai ekonomi dari ikan sidat.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News